A.
Deskripsi Teori
1.
Kinerja Guru
1.1
Pengertian Kinerja Guru
Peningkatan mutu pendidikan
ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses
pendidikan, guru merupakan salah 1 faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil
pendidikan. Pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pebimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat terutama pada pendidik perguruan tinggi.
Guru dituntut untuk memiliki
kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua
pihak terutama masyarakat umum yang mempercayai sekolah dan guru dalam membina
anak didik dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh
kinerja guru dalam melaksanakan kerjanya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan
penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan
yang baik menjadi tolak ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukan oleh
guru.
Dalam kamus besar bahasa
indonesia “kinerja adalah cara, prilaku dan kemampuan kerja, sedangkan guru
adalah orang yang pekerjaanya mengajar, jadi dapat disimpulkan kinerja guru
adalah kemampuan yang ditunjukan oleh guru dalam melaksanakan tugas
pembelajaran.[1]
“Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan
hasil yang dicapai dari pekerjaan
tersebut”.[2]
Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa kinerja guru merupakan kemampuan yang ditunjukan oleh guru
dalam melaksanakan tugas atau pekerjaanya dengan baik, kinerja dikatakan baik
dan memuaskan apa bila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
1.2 Peran dan Tugas Guru
a.
Peran
Guru memegang peranan yang
sangat strategis, terutama dalam membentuk watak anak didik serta mengembangkan
potensi siswa. Dan guru juga sebagai peranan yang sanagat penting dalam
menentukan suatu keberhasilan didalam pendidikan. Sebagai mana telah
dikemukakan diatas, perkembangan baru terhadap pandangan belajar mengajar
membawa konsekuensi kepada guru untuuk meningkatkan peranan dan kompetensinya
karena proses belajar mengajar dan hasil
belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru.
Guru yang kompeten akan lebih
mampu menciptakan lingkungan belajar siswa berada pada tingkat yang optimal.
Peranan dan kompetensi guru
dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal, namum yang akan dikemukakan
disini adalah peranan yang dianggap paling dominan dan di klasifikasikan
sebagai berikut :
1) Guru sebagai
demonstrator
2) Guru sebagai
pengelola kelas
3) Guru sebagai mediator
dan fasilitator.[3]
b.
Tugas Guru
Seorang guru memiliki banyak
tugas baik yang terikat oleh dinas
maupun diluar dinas (dalam bentuk pengabdian), dalam proses belajar mengajar
guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar
bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat
segala sesuatu yang terjadi didalam kelas untuk membantu proses perkembangan
siswa. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar
berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan
melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.[4]
1.3 Kinerja Guru Dalam
Mendisain Program Pengajaran
Salah satu tahapan mengajar
yang harus dilalui oleh guru profesional adalah “menyusun perencanaan
pengajaran atau dengan kata lain disebut juga dengan mendisain program
pengajaran”. Proses belajar mengajar merupakan interaksi edukatif yang
dilakukan oleh guru dan siswa didalam situasi tertentu.
Mengajar atau lebih spesifik
lagi melaksanakan proses belajar mengajar bukanlah suatu pekerjaan yang mudah
dan dapat terjdi begitu saja tanpa direncanakan sebelumnya, akan tetapi
mengajar itu merupakan suatu kegiatan yang semestinya direncanakan dan di
desain sedemikian rupa mengikuti langkah-langkah dan prosedur tertentu,
sehingga dengan demikian pelaksanaanya dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Mengajar merupakan pekerjaan
dan tugas yang kompleks dan sulit. Oleh karena itu tugas dan pekerjaan tersebut
memerlukan persiapan dan perencanaan yang baik, sehingga dapat mencapai hasil
yang diharapkan.
Mengajar merupakan tugas yang
perlu dipertanggung jawabkan. Dengan demikian ia memerlukan sesuatu perencanaan
dan persiapan yang mantap dan dapat dinilai pada akhir kegiatan proses belajar
mengajar.[5]
1.4 Kinerja Guru Dalam
Melaksanakan Proses Belajar Mengajar
Menurut Muji Hariani dan Noeng
Muhajar terdapat sejumlah kinerja (performance) guru atau staf pengajar dalam
melaksanakan proses belajar mengajar, yang populer diantara mode-model
standford. Berikut ini akan dikemukakan secara singkat deskripsi 3 model tersebut
yaitu:
1)
Model Rob Norris
Pada model ini ada beberapa komponen kemampuan
mengajar yang peru dimiliki oleh seseorang staf pengajar atau guru yakni:
a)
Kualitas-kualitas personal dan profesional
b)
Persiapan pengajaran
c)
Perumusan tujuan pengajaran
d)
Penampilan guru dalam mengajar dikelas
e)
Penampilan siswa dalam belajar
f)
evaluasi
2)
Model Oregon
Menurut ini
kemampuan mengajar di kelompokan mejadi:
a)
perencanaan dan persiapan mengajar
b)
kemampuan guru dalam mengajar dan
kemampuan siswa dalam belajar
c)
kemampuan mengumpulkan dan
menggunakan informasi hasil belajar
d)
kemampuan hubungan dengan tanggung
jawab professional
3)
Model Standford
Model
ini membagi kemampuan mengajar dalam lima komponen, tiga dari lima komponen
tersebut dapat diobservasi di kelas meliputi komponen tujuan, komponen guru
mengajar, dan komponen evaluasi.[6]
2.
Motivasi
2.1
Pengertian Motivasi
Motivasi sangat penting bagi
manusia untuk mendorong dirinya kearah perubahan, disamping itu motivasi erat
kaitannya dengan niat, didalam ajaran Islam telah dijelaskan bahwa segala
sesuatu itu tergantung dengan niat. Jika niat baik maka akan menghasilkan
sesuatu yang baik, dan begitu pula sebaliknya.
Motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.[7]
Sedangkan
menurut Sadirman AM tentang motivasi adalah motivasi berasal dari kata ”motiv”
maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.[8]
Pendapat
lain motivasi adalah ”pendorongan” yaitu suatu usaha yang disadari untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.[9]
Dari
beberapa pengertian di atas dapat penulis ambil kesimpulan yang di maksud
dengan motivasi adalah suatu usaha yang disadari yang dipengaruhi oleh naluri
dan keadaan sekitarnya untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia
tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau
tujuan tertentu.
Kemudian
yang perlu disadari oleh guru itu adalah guru yang mempunyai usaha atau cara
tertentu dalam menumbuhkan motivasi. Menurut Ahmad Rohani cara menumbuhkan
motivasi adalah melalui cara mengajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan
informasi, memberi stimulus baru misalnya memberikan pertanyaan-pertanyaan
kepada peserta didik, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menyalurkan keinginan belajarnya. menggunakan media dan alat bantu yang menarik
perhatian peserta didik seperti gambar, foto, diagram.
Secara umum
peserta didik akan terangsang untuk belajar (terlibat aktif dalam pelajaran)
apa bila ia melihat situasi pengajaran cenderung memuaskan dirinya sesuai
dengan kebutuhanya.[10]
Berdasarkan penjelasan diatas
jelaslah bahwa untuk mencapai segala sesuatu itu memerlukan sebuah usaha yang
ditimbulkan oleh diri sendiri karena perubahan itu akan datang jika kita telah merubahnya sendiri.
Hal ini sesuai dengan Qs. Ar. Ra’du ayat 11
yaitu :
cÎ)
©!$#
w
çÉitóã
$tB
BQöqs)Î/
4Ó®Lym
(#rçÉitóã
$tB
öNÍkŦàÿRr'Î/
........
Artinya : Sesungguhnya allah tidak akan merubah pada suatu kaum (kecuali
bila mereka merubah keadaanya)[11]
2.2 Pengertian
Belajar
Slamet mengatakan belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sehingga hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi
dalam lingkunganya.[12]
Sedangkan menurut Muhibin Syah mengatakan belajar
adalah kegiatan belajar yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan pendidikan.[13]
Pendapat lain mengatakan belajar adalah proses
perubahan prilaku berkat pengalaman dan latihan.[14]
Dengan demikian dapat simpulan bahwa belajar pada
hakekatnya sebuah kegiatan atau proses yang mempunyai tujuan kegiatan yaitu
perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun
sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi yang didapat
melalui pengalaman dan latihan.
Belajar adalah modifikasi atau memperteduh kelakuan
melalui pengalaman, (belajar merupakan suatu proses kegiatan dan bukan suatu
hasil atau tujuan), belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas dari
itu yaitu mengalami hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan
merupakan perubahan tingkah laku.[15]
Belajar erat kaitanya dengan
membaca karena ketika seseorang ingin mengerti dalam belajar maka yang
bersangkutan harus mempunyai bahan atau sumber bacaan sebagai perantara proses
belajar mengajar. Selain kita membaca jika dalam proses pembelajaran kita belum
ada yang mengerti atau dipahami maka bertanyalah kepada yang lebih tau baik itu
dari guru maupun teman sendiri atau para ahli dalam ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai
dengan Qs. An Nahl ayat 43 sebagai berikut:[16]
(#þqè=t«ó¡sù
@÷dr&
Ìø.Ïe%!$#
bÎ)
óOçGYä.
w
tbqçHs>÷ès? .......
Artinya
: ….. Maka Bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan (ilmu) jika kamu mengetahui (tidak bertemu)
2.3 Macam-Macam Motivasi
Di dalam dunia belajar mengajar
peranan motivasi sangat diperlukan, motivasi bagi pengajar atau guru dapat
mengembangkan aktifitas dan inisiatif serta menggerakan dan memelihara
ketekunan dalam melakukan kegiatan mengajar. Mengenai macam-macam motivasi
sendiri terbagi menjadi 2 yaitu motivasi Instrinsik dan motivasi Ekstrinsik.
a. Motivasi
Instrinsik
Sadirman menjelaskan bahwa
motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya
tidak perlu dirangsang dari luar, karena didalam setiap indiviidu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu.[17]
Sedangkan pendapat lain
motivasi instrinsik adalah motivasi yang datang dari dalam diri seseorang
misalnya pegawai melakukan sejumlah kegiatan karena ingin menguasai sesuatu
keterampilan tertentu yang dipandang akan berguna dalam pekerjaanya.[18]
Keterampilan dan kemampuan
tersebut dapat dibagi kedalam beberapa bidang yaitu :
1)
Kemampuan dalam bidang kognitif artinya kemampuan
intelektual, seperti penguasaan materi pengajaran, pengetahuan mengenai cara
belajar, mengetahui tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan
tentang administrasi kelas dan pengetahuan umum.
2)
Kemampuan dalam bidang sikap artinya kesiapan dan
kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas profesinya
misalnya sikap meghargai pekerjaanya, mencintai dan memiliki perasaan senang
terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman
profesinya, memiliki kemampuan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaan.
3)
Kemampuan prilaku artinya kemampuan guru dalam
berbagai keterampilan dan berprilaku yaitu keterampilan mengajar, menggunakan
alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan
menyusun persiapan-persiapan mengajar, keterampilan melaksanakan adminitrasi
kelas.[19]
b.
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan motivasi yang
timbul atau ditimbulkan karena pengaruh atau dorongan dari luar, pada motivasi
ekstrinsik anak belajar itu bermanfaat bagi dirinya akan tetapi siswa belajar
karena mengharapkan sesuatu dibalik kegiatan belajar itu.[20]
Sebagai contoh seseorang belajar karena besok ia akan
menghadapi ujian, dengan harapan mendapatkan nilai baik sehingga akan dipuji
oleh orang tua, pacar, maupun temannya.
Jadi yang
penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tapi ingin mendapatkan
nilai yang baik. Jadi, kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan,
tidak secara langsung bergayut dengan esensi yang dilakukannya itu.
Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk
motivasi yang di dalam aktifitas belajar dinilai dan diteruskan berdasarkan
dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar.
Namun bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting,
dalam kegiatan belajar tetap penting sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis (berubah-ubah).
Dalam menumbuhkan motivasi belajar Ekstrinsik pada
siswa dalam proses belajar mengajar dapat dilaksanakan dengan banyak bentuk
tetapi tidak semuanya baik bahkan kadang-kadang justru kurang menguntungkan
bahkan tidak sesuai.
Maka, guru dalam memberikan motivasi harus berhati-hati, kemudian
diperoleh cara menggerakan motivasi belajar siswa menurut Oemar Hamalik yaitu
sebagai berikut :
1. Memberi angka
2. Pujian
3. Hadiah
4. Kerja kelompok
5. Persaingan
6. Tujuan
7. Penilaian
8. Karya wisata dan ekskuensi
9. Film pendidikan
10. Belajar
melalui radio[21]
Sedangkan menurut Moh. Uzer Usman cara guru dalam
menggerakan motivasi siswa adalah sebagai berikut:
1.
kompetisi (saingan)
2.
tujuan yang jelas
3.
minat yang besar
4.
mengadakan penilaian ( tes )[22]
Pendapat lain juga mengatakan banyak hal yang guru
lakukan dalam menggerakan motivasi siswa yaitu :
1. Memberi angka
2. Memberi hadiah
3. kompetisi
4. Memberi ulangan
5. Pujian.[23]
Dari pendapat diatas banyak sekali cara guru dalam
menggerakan motivasi belajar siswanya, namun dari beberapa teori tersebut cukup
5 saja yang penulis ambil karena asumsi
dari ke 5 item tersebut sudah mewakili dan sudah bisa mengungkap tentang
hubungan motivasi belajar dengan prestasi.
2.4 Tujuan
dan Fungsi Motivasi
a.
Tujuan Motivasi
Adapun tujuan motivasi adalah sebagai berikut:
Motivasi bertujuan untuk menggerakan atau menggugah
seseorang agar timbul keinginan dan kemauanya untuk melakukan sesuatu sehingga
dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.[24]
Setiap tindakan motivasi
mempunyai tujuan. Semakin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai
semakin jelas pula bagaimana tindakan motivasi itu dilakukan.
Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil jika
tujuannya jelas dan didasari oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan
orang yang dimotivasi. Oleh karena itu setiap orang yang akan memberikan
motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan,
kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan dimotivasi.
b.
Fungsi Motivasi
Hasil belajar akan menjadi optimal jika ada motivasi.
Semakin tepat motivasi yang diberikan, maka akan semakin berhasil pula
pelajaran itu.
Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas
usaha belajar bagi para siswa. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi
motivasi yaitu :
1.
Mendorong manusia untuk berbuat,
jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.
2.
Menentukan arah perbuatan yakni
kearah tujuan yang hendak dicapai.
3.
Menyeleksi perbuatan, yakni
menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna
mencapai tujuan itu, dengan menyampaikan perbuatan-perbuatan yang tiak
bernanfaat bagi tujuan itu. Seseorang yang betul-betul bertekad menang dalam pertandingan, tidak akan menghabiskan
waktunya bermain kartu, sebab tidak serasi dengan tujuan.” [25]
Disamping
itu ada fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan
pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi.
Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.
Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan
terutama didasari oleh motivasi maka seseorang yang belajar akan dapat
melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat
menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
3.
Prestasi
3.1
Pengertian Prestasi
Prestasi belajar merupakan suatu hasil penilaian guru
terhadap murid-muridnya setelah melakukan kegiatan belajar mengajar dalam kurun
waktu tertentu. Prestasi belajar sebagai suatu hasil yang dapat dicapai
tentunya mengacu kepada tujuan dan pelaksanaan pendidikan, tujuan pendidikan
secara umum adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman
dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung
jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Dari kutipan tersebut, maka dapat diketahui bahwa
proses pendidikan itu mengacu kepada tercapainya suatu tujuan yang telah
diharapkan. Tujuan itu adalah prestasi yang baik.
Prestasi
belajar adalah hasil belajar yang telah diberikan guru kepada
murid-muridnya atau kepada mahasiswa dalam jangka waktu tertentu.[26]
Pengertian lain “Prestasi Belajar adalah hasil yang
dicapai dalam suatu usaha kegiatan
belajar”.[27]
Sementara menurut Oemar Hamalik “Prestasi belajar
adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan dari murid setelah dilakukanya
proses belajar mengajar”.[28]
Menurut pendapat diatas bahwa seorang yang telah
mengalami proses belajar diharapkan dapat merubah sikap (afektif), pengetahuan (Koognitif) dan ketrampilan
(Psikomotorik). Untuk mengetahui apakah seseorang telah mengalami proses
belajar dapat memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baik. Hal ini
dapat diketahui dengan melalui prestasi belajar yang dicapainnya.
Namun secara etimologi Prestasi belajar terdiri dari
“Prestasi dan Belajar” oleh karenanya dalam memberikan pengertian memerlukan
penjelasan sehingga dalam perumusannya dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia diartikan bahwa
prestasi adalah “hasil yang telah dicapai (dari yang dilakukan, dikerjakan)” [29]
Dari pengertian- pengertian diatas pada dasarnya sama
yaitu suatu hasil yang dicapai oleh seorang dalam melakukan atau mengerjakan
suatu aktifitas yang membawa pengaruh terhadap tindakan tingkah laku
kehidupannya. Sedangkan belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan
dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara – cara bertingkah laku yang
baru, berkat pengalaman dan latihan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar merupakan hasil belajar baik yang berupa nilai-nilai atau angka-angka
ataupun perubahan tingkah laku, artinya tercapainya ketiga aspek baik aspek
afektif, koognitif dan psikomotorik.
Sedangkan prestasi yang dimaksudkan disini adalah
suatu hasil yang dicapai siswa dari hasil belajar Pendidikan Agama islam.
Sebab dengan
penilaian ini dapat diketahui prestasi belajar siswa secara keseluruhan dengan
prestasi tuntas dan belum tuntas.
3.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar
Dalam interaksi proses belajar mengajar tidak semua murid
berhasil dalam belajarnya, sering kita jumpai hal-hal tertentu yang menjadi
penghambat atau dapat menganggu anak dalam proses belajar mengajar. Kemajuan
dan kemunduran prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar tersebut adalah
1.
Faktor yang bersumber dari dalam
diri manusia yang dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu faktor
dialogis dan faktor psikologis yang dapat dikategorikan sebagai faktor dialogis
antara lain usia, kematangan dan kemantapan. Sedangkan yang dapat dikategorikan
sebagai psikologis adalah kelelahan, suasana
hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar.
2.
Faktor-faktor yang bersumber
dari luar diri manusia yang sedang belajar yang dapat diklasifiasikan menjadi
dua yakni faktor manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam, benda,
hewan dan lingkungan fisik.[30]
Berdasarkan
pendapat diatas, maka dapat diketahui secara garis besar ada dua faktor utama
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
Sementara
itu pendapat lain mengemukakan bahwa “kegagalan” yang ditemui dalam belajar dapat
disebabkan oleh berbagai faktor.
Berbagai
faktor dimaksud adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, evaluasi,
bahan evaluasi dan suasana evaluasi”.[31]
Jika
diamati pendapat tersebut di atas, maka penguraian yang disampaikan oleh
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar juga dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
murid yang sedang belajar dan juga faktor yang berasal dari luar diri murid
yang sedang belajar . Salah satu faktor yang berasal dari luar murid ini adalah
guru. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, maka guru
harus mampu menerapkan sistem atau strategi mengajar yang dipandang paling
cocok dan sesuai dengan kondisi yang ada. Termasuk menggunakan pendekatan
individual sebagai suatu terobosan yang harus dilaksanakan oleh guru terutama
dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa.
Dalam
kegiatan belajar mengajar guru akan menjadi faktor yang ikut menentukan
berhasil atau tidaknya kegiatan belajar mengajar tersebut. Guru memiliki
otoritas penuh dalam pengelolaan dan sistem pengajaran. Oleh karena itu guru
harus pandai dalam menerapkan sistem pengajaran dan pendekatan yang ada,
termasuk menggunakan pendekatan individual sehingga prestasi belajar siswa
dapat dipacu secara maksimal. Gaya mengajar dengan sistem pendekatan individual
ini tidak hanya dilaksanakan dalam kelas saja melainkan dapat juga dilanjutkan
ketika berada diluar kelas. pendekatan yang dilakukan oleh guru di luar kelas
ini akan lebih mendorong siswa untuk selalu aktif dalam mengikuti proses
pengajaran di dalam kelas, apabila jika siswa merasa selalu di awasi oleh gurunya,
maka ia akan berusaha untuk selalu mengikuti nasehat-nasehatnya.
4.
Pendidikan Agama Islam
4.1 Pengertian
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan
rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran Islam”[32]
Sedangkan pendapat lain Pendidikan
Agama Islam adalah suatu usaha secara sistematis dan berencana dalam membantu
anak didik agar mereka hidup layak dan bahagia dan juga sejahtera sesuai dengan
ajaran agama islam.
Berdasarkan pendapat di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama islam adalah suatu usaha yang
dilakukan mausia secara sistematis yang diarahkan kepada anak didik agar mereka
dapat menanamkan nilai-nilai ajaran islam.
Sebagaimana lazimnya suatu bidang studi yang diajarkan
di sekolah, materi keilmuan mata pelajaran pendidikan agama islam mencakup
dimensi pengetahuan (Knowledge), ketrampilan (skill), dan nilai (velues).
4.2 Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan adalah suatu yang
diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai, maka
pendidikan merupakan suatu kegiatan usaha yang berproses melalui tahap-tahap
dan tingkatan-tingkatan, tujuan bertahap dan bertingkat.
Pendidikan islam diharapkan
menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan
gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran islam dalam berhubungan dengan
allah, dengan manusia selamanya, dapat manfaat yang semakin meningkat dari alam
semesta ini untuk kepentingan hidup didunia kini dan diakhirat nanti.
Menurut Zakiah Drajat ada
beberapa tujuan pendidikan islam yaitu :
a)
Tujuan Umum
Tujuan umum adalah yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan, baik pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi
seluruh aspek kemanusiaan yang meniputi sikap, tingkah laku, penampilan,
kebiasaan dan pandangan.
b)
Tujuan Akhir
Pendidikan islam itu berlangsung selama hidup,
maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup didunia telah berakhir pula.
c)
Tujuan Operasional
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan
dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.[33]
Adapun tujuan mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 1 Metro adalah agar siswa dapat
mengamalkan dan mengembangkan ajaran islam dalam berhubungan dengan Allah dan
juga dengan manusia. Siswa dapat mengetahui tentang perintah ajaran islam
seperti perintah sholat, membiasakan sodaqoh dan infak, dapat mengetahui mana
yang baik maupun yang jelek, dapat membedakan makanan dan minuman yang halal
dan yang haram.
4.3
Kurikulum Pelajaran Pendidikan
Agama Islam
Adapun dimensi
dan bidang kajian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dilihat pada
tabel berikut :
Table 2
Dimensi dan bidang
kajian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
No
|
Dimensi
|
Bidang Kajian
|
1
|
Ibadah
|
1.
Melakukan thaharoh/bersuci
2.
Melakukan sholat wajib
3.
Melakukan adzan dan iqomah
4.
Melakukan sholat jum’at
5.
Melakukan macam – macam sholat
sunnah
6.
Melakukan puasa
7.
Melakukan zakat
8.
Melakukan Shodaqoh dan infaq
9.
Memahami hukum Islam tentang
makanan, minuman dan binatang
10. Memahami ketentuan aqiqah dan kurban
11. Memahami ibadah haji dan umrah
12. Melakukan zikir dan do’a
13. Memahami khitan
|
B. Kerangka Berfikir dan Paradigma
1. Kerangka Berfikir
Dalam penelitian ini penulis menentukan kerangka
berfikir, adapun yang dimaksud dengan kerangka berfikir dalam penelitian ini
adalah sistematika berfikir yang ditetapkan dan yang disajikan, sehingga akan
mempermudah dalam penelitian permasalahan yang sebenarnya.
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang
bagai mana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasikan sebagai masalah yang penting.[34]
Sesuai pengertian di atas maka variabel bebas dalam
penelitian ini adalah motivasi belajar,
sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar mata pelajaran pendidikan
agama islam. Bertitik tolak dari judul yang penulis kemukakan maka kerangka
pikir dalam proposal ini adalah :
1.
Motivasi belajar adalah sebagai
pendorong bagi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
2.
Dengan adanya motivasi yang
diberikan guru dapat diketahui apaka prestasi belajar mata pelajar pendidikan
agama islam tersebut baik ataupun kurang
3.
Dengan demikian motivasi yang baik
menyebabkan prestasi belajar siswa akan tinggi.
2. Paradigma
Paradigma adalah skema yang sederhana
tetapi memuat pokok-pokok unsur penelitian yang menunjukan gejala penelitian
yang berhubungan antar satu dengan yang lainya.
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan skema diatas jelaslah bahwa siswa berperan
penting dalam peningkatan prestasi
belajar dan dalam prestasi belajar ini bisa berkategori tuntas dan belum
tuntas.
C.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis (hypo= sebelum:thesis = pernyataan,
pendapat) adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui
kebenaranya. Tetapi memungkinkan untuk di uji dalam kenyataan empiris.[35]
Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa hipotesis
adalah “suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data
yang terkumpul dan kebenaranya harus di uji secara empiris”.[36]
Dari definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah dugaan sementara yang harus
dibuktikan kebenaranya oleh faktor yang diperoleh dari hasil penelitian.
Dengan demikian maka penulis mengajukan hipotesis
sebagai berikut adalah “Ada Hubungan Antara Kinerja Guru Dengan Motivasi
Belajar Dan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 1 Metro Tahun
Ajaran 2010/2011”
[1]
WJS. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet ke IV, Balai
Pustaka, Jakarta, 2007, h. 598-302
[2] www. Fianka, wordpress. com /2008/09/11/
Pengertian-Kinerja/
[3] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional,
Cet ke I, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, h. 9
[4] Moh. Uzer Usman, Ibid, h. 7
[5] Syafruddin Nurdin, et. Guru Profesional dan
Implementasi Kurikulum, Cet. Ke I, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, h. 86
[6] Syafruddin, et. Ibid, h. 92
[7] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar,
Cet. Ke I, Bumi Aksara, Bandung, 2001, h. 158
[8] Sardiman AM. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar, Rajawali Pers, Jakarta, 2000, Cet. Ke 7, h. 73
[9] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,
Cet. Ke 23, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, h. 71
[10] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran,
PT Rineka Cipta, Jakarta, 2004, h. 12
[11] Departemen Agama RI Al-Hikmah, Al-Quran dan
Terjemahan, Cet. Ke X, CV Diponegoro,
2005, h. 250
[12] Slameto, Belajar dan Faktor Yang
Mempengaruhinya, Cet. Ke IV, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, h. 2
[13] Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru, Ce. Ke IV, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2004, h. 89
[14] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi
Belajar Mengajar, Cet. Ke I, Rineka Cipta, 1996, h. 11
[15]
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Cet. Ke III, Bumi Aksara,
Jakarta, 2003, h. 36
[16] Departemen Agama RI, Op.cit, h. 272
[17] Sardiman,
Op.cit, h. 98
[18] E.
Mulyasa, Managemen Berbasis Sekolah, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, h. 107
[19] Cece
Wijaya, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Rosdakarya,
Bandung, h. 24-25
[20]
Nasution, Didaktif Asas-Asas Mengajar, Cet. Ke III, Bumi Aksara, Jakarta,
2004, h. 77
[21]
Oemar Hamalik, Op.cit, h. 166
[22]
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Cet. Ke XV, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, h. 29
[23]
Syaiful Bahri Djamarah, Op.cit, h. 125
[24]
M. Ngalim Purwanto. Op.cit. h. 73
[25]
Nasution, Op.cit, h. 76
[26]
Ngalim Purwanto, Tehnik-Tehnik Evaluasi, Cet. Ke IV, Remaja Karya,
Tarsito, Bandung, 1983, h. 25
[27]
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, Cet. Ke II, PT Rineka Cipta, Jakarta,
1991, h. 21
[28]
Oemar Hamalik, Metode Belajar dan
Kesulitan belajar mengajar, Tarsito, Bandung, 1990, h. 19
[29] WJS.
Poerwadarminto, Op.cit, h. 376
[30]
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Cet. Ke III, Bumi
Aksara, Jakarta, 2003, h. 104
[31] Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Op.cit, h. 123
[32]
Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. Ke VI, Bumi Aksara, Jakarta,
2006, h. 19
[33] Zakiyah Drajat, Ibid, h. 30
[34] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R & D, Cet. Ke VII,
CV Alfabeta, Bandung, 2009, h. 60
[35] W.
Gulo, Metodologi Penelitian, Cet. Ke VI, Jakarta, Grasindo, 2005, h. 57
[36]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, cet.
Ke-13, Rineka Cipta, Jakarta, 2006 h. 103
thanks....buayakkk...
BalasHapusthanks....buayakkk...
BalasHapus