Usaha

 photo cooltext934587768.png
Home » » SKRIPSI EKONOMI ISLAM TENTANG BMT

SKRIPSI EKONOMI ISLAM TENTANG BMT


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara semakin meningkat pula kebutuhan masyarakat dalam pemenuhan pendanaan untuk membiayai proyek pembangunan, namun dana pemerintah yang bersumber dari APBN sangat terbatas, untuk menutupi kebutuhan tersebut, pemerintah menggandeng dan mendorong pihak swasta untuk ikut serta berperan aktif dalam membiayai pembangunan potensi ekonomi bangsa. Pihak swasta baik individual maupun kelembagaan memiliki pendanaan terbatas untuk memenuhi operasional dan pengembangan usahanya.
Terbatasnya kemampuan finansial lembaga negara dan swasta tersebut, maka perbankan nasional memegang peran penting dan strategis dalam kaitannya dengan persediaan permodalaan pengembangan sektor produktif. Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dengan dana tersebut dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yang tidak disediakan dari lembaga yang sebelumnya.
1
 
Di Indonesia sendiri lembaga perbankan mengalami kemajuan dan perkembangan yang meningkat, bukan hanya pada Bank Konvensional akan tetapi Bank Syariah juga berkembang dengan baik hal itu ditandai dengan hadirnya Bank-bank Syariah baru. Berkembangnya Bank Syariah dikarenakan masyarakat sudah mendambakan lembaga keuangan yang bukan hanya finansial semata melainkan baik dari segi moralitas, hal tersebut tercermin pada Bank Syariah yang tidak menggunakan prinsip bunga (riba) dalam operasionalnya melainkan dengan sistem bagi hasil dari suatu usaha.
Menurut Muhammad dalam bukunya Manajemen Pembiayaan Bank Syariah bahwa pengertian dari Bank Syariah adalah:
Lembaga keuangan perbankan yang operasionalnya dan produknya di kembangkan berlandasan Al –Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang operasionalnya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.[1]

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Bank Syariah dalam menjalankan operasionalnya dan produknya harus berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist atau syariat Islam. Di sini dapat dilihat sesungguhnya Bank Syariah bukan hanya mementingkan dunia semata melainkan juga akhirat, ini tersirat dari operasional Bank Syariah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist.
Saat ini bukan hanya lembaga keuangan syariah bersekala besar yang mampu berkembang seperti Bank Syariah namun lembaga keuangan syariah berskala kecil pun mulai menunjukan perkembangan seperti halnya Baitul Mal wa at-Tamwil (BMT).
Di Indonesia sendiri setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Operasinalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti BPR syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasional daerah.[2]
Bank Syariah  maupun BMT memiliki berbagai macam produk yang ditawarkan dalam menjalankan usahanya, adapun berbagai macam produk yang terdapat pada Bank Syariah maupun BMT sebagai berikut;
a.         Wadi’ah (Titipan)
b.         Musyarakah (Kerja sama)
c.         Mudharabah (Bagi hasil)
d.        Ijaroh (Sewa)
e.         Murabahah (Jual beli)
f.          Ujroh (Fee)
g.         Hiwalah (Talangan)
h.         Rahn (Gadai)[3]

Berbagai macam produk dan jasa yang ditawarkan oleh BMT maupun Bank Syariah, produk Murabahah yang paling banyak digunakan dalam kegiatan usahanya dalam memberikan pembiayaan. Seperti terdapat pada republika.co.id bahwa sekitar 60 % dari produk perbankan syariah di Indonesia adalah Murabahah. Sedangkan sisanya sebanyak 40 % merupakan produk mudharabah.[4]
Dominannya produk murabahah dalam pemenuhan pembiayaan pada BMT dan Bank Syariah tersebut dikarenakan masyarakat lebih menyukai dan potensi pasar yang membuat pelaku perbankan mengembangkan produk ini.
Adapun pengertian dari murabahah adalah Jual Beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.[5] Ataupun menurut Adiwarman Karim secara singkat murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakti oleh penjual dan pembeli.[6]
Melihat dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa murabahah adalah suatu akad jual beli di mana penjual ataupun bank menyatakan harga pokok penjualan dan keuntungan kepada pembeli atau nasabah dan telah disepakati oleh kedua belah pihak yang melakukan akad. Adapun landasan hukum dari Murabahah yang terdapat dalam Qs. Al baqarah: 275
3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4
Artinya ;
     … “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” …(QS. Al-Baqarah : 275)[7]
Ayat di atas sangat jelas bahwa Allah SWT telah menghalalkan Jual beli dan mengaramkan riba, karena jual beli merupakan kegiatan yang tidak terlepas dalam kegiatan masyarakat sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam perbankan syariah dikenal dengan produk murabahah dan pada produk ini jauh dari praktek riba.
Produk murabahah juga terdapat Di BMT Al Ihsan Kota Metro dan produk tersebut juga sangat dominan didalam pengembangan usahanya terlihat dalam beberapa tahun yang lalu hingga sekarang jumlah nasabah yang melakukan pembiayaan sangat banyak dan dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1
Jumlah Nasabah Pembiayaan Produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro
No.
Tahun
Jumlah Nasabah
1.
2007
176
2.
2008
180
3.
2009
175
4.
2010
193
5.
April 2011
218
                   Sumber : BMT Al Ihsan[8]
Melihat dari jumlah nasabah yang melakukan pembiayaan murabahah dari tahun 2007 hingga April 2011 menunjukan bahwa produk ini dapat diterima dengan baik dimasyarakat dan mampu membantu masyarakat meningkatkan usahanya khususnya masyarakat yang ada di Kota Metro.
Berkembangnya suatu lembaga keuangan akan semakin besar pula resiko yang akan dihadapi hal tersebut juga terjadi pada BMT Al Ihsan, melihat banyaknya nasabah yang melakukan pembiayaan murabahah maka resiko yang dihadapi semakin besar. Resiko ataupun masalah yang akan timbul adalah pembiayaan bermasalah pada produk murabahah, yang mana akan menyebabkan ketidak stabilan pendanaan dari BMT tersebut, karena uang yang diberikan untuk suatu pembiayaan tidak dapat kembali dengan tepat waktu.
Dalam pembiayaan bermasalah menurut Muhammad ada berberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pembiyaan bermasalah yaitu faktor internal dan external.
1.      Faktor internal
a.       Peminjam kurang cakap dalam usaha tersebut,
b.      Manajemen tidak baik atau kurang rapih,
c.       Laporan keuangan tidak lengkap,
d.      Penggunaan dana yang tidak sesuai dengan perencanaan,
e.       Perencanaan kurang matang,
f.       Dana yang diberikan tidak cukup untuk menjalankan usaha tersebut.
2.      Faktor external
a.       Aspek pasar kurang mendukung,
b.      Kemampuan daya beli masyarakat rendah,
c.       Kebijakan pemerintah,
d.      Pengaruh lain diluar usaha,
e.       Kenakalan peminjam.[9]

Dapat di lihat dari uraian di atas bahwa pembiayaan bermasalah yang timbul di suatu lembaga keuangan didasari oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor internal atau faktor dari lembaga keuangan itu sendiri yang kurang selektif dalam memberikan suatu pembiayaan kepada nasabahnya, sedangkan faktor yang kedua yaitu faktor external atau dari peminjam/nasabah itu sendiri yang dengan sengaja untuk tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran ataupun usaha yang dijalankan tidak berkembang.
Dari pra survai yang dilakukan di BMT Al Ihsan bahwasanya di lembaga tersebut memiliki permasalahan dengan proses penyelesaian pembiayaan bermasalah terutama pada pembiayaan Murabahah. Dari total pembiayaan yang dilakukan oleh BMT Al Ihsan pada April Tahun 2011 sebesar Rp. 259.095.700.00,- dengan nasabah berjumlah 218 orang terdapat pembiayaan bermasalah yang sangat tinggi yaitu sebesar 37% dari jumlah nasabah yang melakukan pembiayaan atau setara dengan 81 orang yang menjadi pembiayaan bermasalah.[10]
Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu resiko besar yang ada di setiap dunia perbankan baik pada bank umum, bank syariah maupun pada BMT sekalipun tidak dapat terhindar dari resiko pembiayaan bermasalah. Dalam Islam salah satu cara penyelesaian tertuang dalam Qs. Al – Baqarah : 280.
bÎ)ur šc%x. rèŒ ;ouŽô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouŽy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ׎öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. šcqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ  
Artinya :
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.(Qs. Al-Baqarah[2] : 280)[11]
Melihat ayat di atas bahwasannya orang yang mengalami kesusahan untuk melunasi hutangnya maka berilah tangguh waktu kepadanya sampai ia mampu untuk melunasi hutang tersebut. Islam dalam menyelesaikan masalah hutang mengedepankan aspek musyawarah ataupun negosiasi hal ini untuk menghindarkan perselisihan yang akan timbul oleh masalah tersebut dan membuat kerukunan diantara umat manusia.
Dalam perbankan memiliki kebijakan yang mengatur tata cara penyelesaian pembiayaan bermasalah minimal mencakup;
Apabila jumlah seluruh pembiayaan yang kualitasnya tergolong bermasalah dan telah berusaha mencapai persentase tertentu dari pembiayaan secara keseluruhan, maka wajib:

a.    Membuat laporan pembiayaan bermasalah secara tertulis
b.    Membuat satuan kerja/kelompok/tim kerja penyelesaian pembiayaan bermasalah
c.    Menyusun program penyelesaian pembiayaan bermasalah
d.   Mengevaluasi efektivitas program penyelesaian pembiayaan bermasalah.[12]
Adapun dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah tidak Mampu Membayar, maka Lembaga Keuangan Syariah boleh melakukan penyelesaian dengan ketentuan :
a.       Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang di sepakati;
b.      Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan;
c.       Apabila penjualan melebihi sisa hutang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah;
d.      Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa hutangnya, maka LKS dapat membebaskanya;
e.       Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.[13]

Melihat cara penyelesaian pembiayaan bermasalah di atas, merupakan beberapa cara penyelesaian terbaik yang ada. Namun pada BMT Al Ihsan Kota Metro mengalami kesulitan terhadap penyelesaian pembiayaan bermasalah itu terlihat dari jumlah nasabah yang mencapai 81 nasabah yang bermasalah, pihak BMT Al Ihsan hanya mampu menyelesaikan sekitar 17 nasabah.[14] Hal ini menandakan adanya kesalahan dalam melakukan proses penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan BMT Al Ihsan, sehingga penyelesaian selalu mengalami kegagalan.


B.     Fokus Penelitian
Dalam melakukan proses penyelesaian pembiayaan bermasalah BMT Al Ihsan belum maksimal sehingga masalah tersebut belum dapat terselesaikan secara tuntas terutama pada produk Murabahah. Dengan demikian fokus penelitian dalam penelitian ini adalah “ mengenai proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro”
1.    Batasan Masalah
Penelitian ini akan mengkaji tentang proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro.
2.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Mengapa proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro belum berjalan dengan baik?
3.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah;   Mengetahui Analisis proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro.
Manfaat penelitian ini adalah :
1)      Bagi akademisi, dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah wawasan keilmuan dan dapat digunakan sebagai masukan dan refrensi bagi pihak-pihak yang melakukan penelitian serupa.
2)      Bagi pihak manajemen (BMT Al Ihsan Kota Metro) dapat sebagai pertimbangan dalam melakukan proses penyelesaian pembiayaan bermasalah.
3)      Bagi penulis, untuk menambah wawasan tentang kegiatan usaha BMT dan dapat mengetahui cara kerja dari produk-produk BMT.
C.      Tinjauan Pustaka (prior research)
Bagian ini memuat uraian secara sistematis mengenai hasil penelitian terdahulu (prior research) tentang persoalan yang akan dikaji dalam skripsi. Peneliti mengemukakan dan menunjukan dengan tegas bahwa masalah yang akan dibahas belum pernah diteliti sebelumnya. Untuk itu, tinjauan kritis terhadap hasil kajian terdahulu perlu dilakukan dalam bagian ini. Sehingga dapat ditentukan dimana posisi penelitian yang akan dilakukan  berada.[15]

Dari pengertian tersebut, penulis mengutip skripsi yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti sehingga akan terlihat dari sisi mana peneliti dalam membuat suatu karya ilmiah. Disamping itu, akan terlihat suatu perbedaan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing pihak.
Dalam penelitian sebelumnya, Pujiono (mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro) telah melakukan penelitian di desa sumber agung  kecamatan metro kibang Tahun 2003 mengenai “ jual beli ijon dalam perspektif ekonomi islam. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah jual beli yang dilakukan oleh masyarakat desa sumber agung kecamatan metro kibang itu diperbolehkan dalam islam.
Dalam penelitian lainnya Neny indriyani telah melakukan penelitian di desa Sukasari Lampung Timur Th. 2004, mengenai jual beli dua harga dalam perspektif islam. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah jual beli dua harga di perbolehkan dalam islam.
Dari uraian diatas, penulis pahami bahwa fokus penelitian yang dilakukan oleh Pujiono adalah untuk meneliti apakah jual beli secara ijon diperbolehkan dalam pandangan islam. Dan hasil penelitian tersebut dapat di simpulkan bahwa dalam pelaksanaannya warga desa sumber agung kecamatan metro kibang melakukan jual beli ijon dikarenakan faktor ekonomi dan penghasilan dan juga karena minimnya pengetahuan warga sumber agung dalam hal muamalah secara islami. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Neni Indriyani adalah untuk meneliti tentang jual beli dua harga dalam perspektif ekonomi islam apakah di perbolehkan oleh islam atau tidak.
Dari uraian diatas yang menjelaskan berbagai tujuan dalam penelitian yang lalu, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang “Peningkatan volume penjualan melalui agen pada perusahaan jati ukir Evi Jaya Meubel rawa pitu tulang bawang”. Penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana perusahaan jati ukir evi jaya meubel dalam memasarkan produknya yaitu melalui agen atau perantara.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa karya ilmiah penelitian dengan judul : Peningkatan volume penjualan melalui agen pada perusahaan jati ukir Evi Jaya Meubel rawa pitu tulang bawang, Belum pernah diteliti sebelumnya khususnya di lembaga STAIN Jurai Siwo Metro.


[1] Muhammad, Manajemen  Bank Syaariah, Yogyakarta, UPP, AMP. YKPN. h. 13
[2] http://isa.wordpress.com/2010/07/19
[3] H. Malayu S.P Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta, h. 40
[4] http://republika.co.id/11/04/28
[5] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, h. 101
[6] Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan edisi  dua, PT Raja Grafindo Mandiri, Solo, h.47
[7] Departemen agama RI,  Al-Qur’an dan Terjemah, PT Tiga Serangkai Mandiri, Solo, h. 47.
[8] Hasil wawancara dengan Bpk. Sunaryo selaku ketua BMT pada 12 Mei 2011 di kantor BMT Al Ihsan Kota Metro.
[9] Muhammad, Manajemen Bank Syariah.  h. 168
[10] Hasil wawancara dengan Bpk. Sunaryo selaku ketua BMT pada Tanggal 12 Mei 2011 di kantor BMT Al Ihsan Kota vMetro.
[11] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, PT Tiga Serangkai Mandiri, Solo, h.47
[12] H. Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, h. 207
[13] Fatwa Dewan Syariah Nasional, No. 47/DSN-MUI/II/2005, Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi  Nasabah Tidak Mampu Membayar.
[14] Hasil wawancara dengan Bpk. Sunaryo selaku ketua BMT pada Tanggal 12 Mei 2011 di kantor BMT Al Ihsan Kota Metro.
[15]Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah edisi revisi, STAIN Jurai Siwo Metro, 2010, h. 27

BAB II
KERANGKA TEORI

A.    BAITUL MAL Wa At-TAMWIL (BMT)
1.      Pengertian Baitul Mal Wa At-Tamwil
Baitul mal Wa at-Tamwil (BMT) adalah lembaga swadaya masyarakat, dalam artinya, didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat. Terutama sekali pada awal pendiriannya, biasanya dilakukan dengan mengunakan sumber daya, termasuk dana atau modal, dari masyarakat setempat itu sendiri.[1] Sedangkan menurut Nurul Huda dan Mohammad Haykal dalam Bukunya Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, yang dimaksud dengan BMT adalah lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandasan Islam. Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan Bank Islam dan BPR Islam. Baitul Mal wa at-Tamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah yaitu:
a.      
14
Baitul Mal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang nonprofit, seperti; zakat, infaq, dan shadaqah.
b.      Baitul Tamwil adalah sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.[2]
Sebagai Bait al-Mal, beberapa bagian dari kegiatan BMT dijalankan tanpa orientasi mencari keuntungan. BMT berfungsi sebagai pengemban amanah, serupa dengan amil zakat, menyalurkan bantuan dana secara langsung kepada pihak yang berhak dan membutuhkan. Sumber dana kebanyakan berasal dari zakat, infak dan shadaqoh. Adapun bentuk penyaluran dana atau bantuan yang diberikan cukup beragam. Ada yang murni bersifat hibah, dan adapula yang merupakan pinjaman tanpa dibebani biaya dalam pengembalianya.
Sebagai Bait at Tamwil, BMT terutama berrfungsi sebagai suatu lembaga keuangan syariah yang melakukan upaya penghimpunan dana penyaluran dana prinsip syariah. Prinsip syariah yang paling mendasar dan sering digunakan adalah sistem bagi hasil yang adil, baik dalam hal penghimpunan maupun penyaluran dana.[3]
2.      Fungsi Baitul Mal Wa At-Tamwil (BMT)
Dalam rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi sebagai berikut;
a.    Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat (pokusma) dan daerah kerjanya.
b.    Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi lebih profesional dan islamin sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan modal.
c.    Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
d.   Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) antara agninya sebagai shohibul maal dengan du’afa sebagai mudhorib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah, dll.
e.    Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara pemilik dana (shohibul maal), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana (mudhorib) untuk pengembangan usaha produktif.[4]
B.     PEMBIAYAAN
1.      Pengertian Pembiayaan
Sebagaimana Veitzal Rivai dan Adrian Permata Veitzal mengatakan bahwa:
Istilah pembiayaan pada intinya berarti I believe, I trust “saya percaya” atau saya menaruh kepercayaan. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust), berarti lembaga pembiayaan selaku shohibul maalmenaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan.[5]
Sedangkan kredit tidak jauh berbeda dengan pembiayaan, perkataan kredit berasal dari bahasa latin Credo yang berarti “ saya percaya” yang merupakan kombinasi dari bahasa sangsekerta Cred yang artinya “ kepercayaan” dan bahasa latin “do” yang berarti “ saya tempatkan”. Atas dasar kepercayaan kepada seseorang yang memerlukannya maka diberikan uang, barang atau jasa dengan syarat membayar kembali atau memberi penggantinya dalam waktu yang telah dieperjanjikan.[6]
Pengertian kredit menurut UU 10/2008 tentang perbankan pasal 1 angka 11 adalah: penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.[7]
Menurut Kasmir dalam bukunya Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya pembiayaan adalah;
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayaai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil, dengan kata lain pembiayaan yaitu penyediaan uang yang telah diperjanjikan atau disepakati antara kedua belah pihak dan mengembalikan dengan imbalan ataupun bagi hasil.”[8]
Melihat dari berbagai pengertian diatas bahwasannya pembiayaan dan kredit memilki kesamaan yaitu suatu kepercayaan yang diberikan oleh Shohibul maal atau pemilik dana untuk memberikan dana, barang atau jasa  dan mengembalikan uang atau tagihan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan yang telah diperjanjikan atau disepakati antara kedua belah pihak dan mengembalikan dengan imbalan bunga ataupun bagi hasil.
2.      Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
Tujuan dari pembiayaan merupakan bagian dari tujuan bank sebagai perusahaan, yaitu memperoleh keuntungan bagi kesejahteraan nasabahanya.[9] Menurut Muhammad tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua yaitu secara makro dan mikro, secara makro pembiayaan bertujuan untuk;
a.       Peningkatan ekonomi umat,
b.      Tersedianya dana bagi peningkatan usaha,
c.       Meningkatkan produktifitas,
d.      Membuka lapangan keja baru,
e.       Terjadinya distribusi pendapatan.

Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan bertujuan untuk;

a.       Upaya memaksimalkan laba,
b.      Upaya meminimalkan resiko,
c.       Pendayagunaan sumber ekonomi,
d.      Penyaluran kelebihan dana.[10]

Adapun fungsi dari pembiayaan diantaranya;

a.       Meningkatkan daya guna uang,
b.      Meningkatkan daya guna barang,
c.       Meningkatkan peredaran uang,
d.      Menimbulkan gairah berusaha,
e.       Stabilitas ekonomi,
f.       Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.[11]

3.      Unsur-unsur dan Manfaat Pembiayaan
Adapun unsur-unsur pembiayaan menurut Kasmir sebagai berikut;
a.      Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi pembiayaan bahwa pembiayaan yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa mendatang.
b.      Kesepakatan
Kesepakatan ini dituangkan didalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya. Sepakat penyaluran pembiayaan dituangkan dalam akad pembiayaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu BMT (koperasi) dan anggotanya.
c.       Jangka Waktu
Setiap pembiayaan yang diberikan mempunyai jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah disepakati. Hamper dapat dipastikan bahwa tidak ada pembiayaan yang tidak memiliki jangka waktu.
d.      Resiko
Dalam memberikan pembiayaan kepada pengusaha tidak selamanya bank mengalami keuntungan, bank juga bias mengalami suatu resiko kerugian. Resiko ini muncul karena ada tenggang waktu pengembalian (jangka waktu). Semakin panjang waktu suatu pembiayaan maka semakin besar resiko tidak tertagih, demikian pula sebaliknya.
e.       Balas jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu pembiayaan atau jasa tersebut yang kita kenal dengan margin (bagi hasil).[12]

Berdasarkan unsur tersebut diatas membuktikan bahwa pada dasarnya pembiayaan merupakan pemberian kepercayaan dan berarti pula prestasi yang diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan pleh penerima pembiayaan sesuai dengan jangka waktu dan syarat yang telah disepakati oleh semua pihak.
Manfaat yang diperoleh dari pembiayaan yang diberikan oleh BMT antara lain;
a.       Manfaat pembiayaan ditinjau dari sudut kepentingan debitur.
Dengan adanya pembiayaan dari BMT akan terpenuhi kebutuhan dana dan modal dalam melaksanakan suatu usaha.
b.      Manfaat pembiayaan ditinjau dari kepentingan masyarakat luas.
Pembiayaan dari BMT dapat meningkatkan pendapatan dan pemerataan pendapatan masyarakat. Selain itu dengan menyimpan dana di BMT masyarakat berharap dana yang disimpan kembali utuh dan aman. Masyarakat akan sangat diuntungkan karena membantu memperoleh factor-faktor produksi dengan mudah dan cepat.[13]
4.      Jenis-jenis dan Kolektibilitas Pembiayaan
Sesuai dengan akad pengembangan produk, maka bank syariah memiliki banyak jenis pembiayaan. Jenis pembiayaan pada dasarnya dapat dikelompokan menurut beberapa aspek yaitu;
1.      Pembiayaan Modal Kerja
a.       Pembiayaan Modal Kerja Syariah
Secara umum, yang dimaksud dengan Pembiayaan Modal Kerja (PMK) Syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal usahanya berdasarkan prinsip syariah.[14]
b.      Pembiayaan Investasi
Yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan investasi atau pengadaan barang konsumtif.[15]
2.      Pembiayaan Menurut Jangka Waktu dibedakan menjadi;
a.       Pembiayaan jangka waktu pendek, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai 1 tahun
b.      Pembiayaan jangka waktu menengah, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai 3 tahun.
c.       Pembiayaan jangka waktu panjang, pembiayaan yang dilakukan lebih dari 3 tahun.[16]
Secara umum kolektibilitas pembiayaan dikategorikan menjadi lima macam, yaitu;
1.      Lancar atau kolektibilitas 1
2.      Kurang lancar atau kolektibilitas 2
3.      Diragukan atau kolektibilitas 3
4.      Perhatian khusus atau kolektibilitas 4
5.      Macet atau kolektibilitas 5[17]




Adapun penjelasan dari kolektibilitas tersebut;

a.    Lancar
Pembiayaan digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut;
·      Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok
·      Terdapat tunggakan angsuran pokok tetapi tidak melampaui satu bulan.
b.    Kurang lancar
Pembiayaan digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut;
·      Terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampauisatu bulan tetapi belum melampaui dua bulan.
·      Terdapat tunggakan bagi hasil/ profit margin.
c.    Diragukan
Pembiayaan digolongkan diragukan apabila pembiayaan yang bersangkutan tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar, seperti tersebut pada kriteria lancar dan kurang lancar. Akan tetapi pembiayaan masih dapat diselamatkan dan agunannya sekurang-kurangnya 75% dari total pembiayaan.
d.   Macet
Pembiayaan digolongkan macet apabila :
·      Tidak  memenuhi kriteria lancar, kurang lancar dan diragukan atau
·      Memenuhi kriteria diragukan tersebut tetapi jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan.[18]

5.      Pembiayaan Bermasalah
Pengertian pembiayaan bermasalah adalah debitur mengingkari janji mereka membayar bunga (margin) atau pokok angsuran yang telah jatuh tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran.[19] Pembiayaan bermasalah ialah pembiayaan yang tergolong pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan dan pembiayaan macet.[20] Dalam dunia perbankan Internasional, pembiayaan atau kredit dapat dikategorikan dalam pembiayaan atau kredit bermasalah bila mana;
a.       Terjadinya keterlambatan pembayaran bunga (margin) atau pokok angsuran lebih dari 90 hari sejak tanggal jatuh temponya,
b.      Tidak dilunasi sama sekali, atau;
c.       Diperlukan negosiasi kembali atas syarat pembayaran kembali pembiayaan atau kredit dan margin yang tercantum dalam perjanjian pembiayaan.[21]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah yaitu suatu keadaan dimana nasabah tidak sanggup membayar sebagian atau keseluruhan kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan dan masuk di dalam kolektibilitas pembiayaan.
Dalam perbankan ataupun pada setiap lembaga keuangan pembiayaan bermasalah harus segera diselesaikan guna tidak mengganggu liquiditas dari suatu bank ataupun lembaga keuangan lainnya. Adapun berbagai cara yang di tempuh untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah diantaraanya ;
Menurut Muhammad, untuk mengantisipasi hal tersebut maka bank syariah harus mampu menganalisis penyebab permasalahannya.

1.    Analisa sebab kemacetan
-            Faktor internal
a.         Peminjam kurang cakap dalam usaha tersebut,
b.        Manajemen tidak baik atau kurang rapih,
c.         Laporan keuangan tidak lengkap,
d.        Penggunaan dana yang tidak sesuai dengan perencanaan,
e.         Perencanaan kurang matang,
-            Faktor external
a.         Aspek pasar kurang mendukung,
b.        Kemampuan daya beli masyarakat rendah,
c.         Kenakalan peminjam
d.        Pengaruh lain diluar usaha,

2.      Menggali potensi peminjam
Anggota yang mengalami kemacetan dalam memenuhi kewajiban harus dimotivasi untuk memulai kembali atau membenahi dan mengantisipasi kemacetan usaha atau angsuran, untuk itu perlu digali potensi yang ada pada peminjam agar dana yang telah digunakan lebih efektif digunakan.
3.      Melakukan perbaikan akad (remedial)
4.      Memberikan peminjaman ulang, dalam bentuk pembiayaan Qardul Hasan
5.      Penundaan pembayaran
6.      Memperkecil angsuran dengan memperpanjang waktu akad dan margin baru (rescheduling)
7.      Memperkecil margin keuntungan/bagi hasil.[22]

Menurut Yusak Laksamana menangani pembiayaan bermasalah dengan melakukan restrukturisasi pembiayaan.
Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, diantaranya:
·      Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewaajiban nasabah atau jangka waktunya.
·      Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank.
·      Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning.[23]

Menurut H. Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Dalam perbankan memiliki kebijakan yang mengatur tata cara penyelesaian pembiayaan bermasalah minimal mencakup;
Apabila jumlah seluruh pembiayaan yang kualitasnya tergolong bermasalah dan telah berusaha mencapai persentase tertentu dari pembiayaan secara keseluruhan, maka wajib:

a.    Membuat laporan pembiayaan bermasalah secara tertulis
b.    Membuat satuan kerja/kelompok/tim kerja penyelesaian pembiayaan bermasalah
c.    Menyusun program penyelesaian pembiayaan bermasalah
d.   Mengevaluasi efektivitas program penyelesaian pembiayaan bermasalah.[24]

Sedangkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah tidak Mampu Membayar, maka Lembaga Keuangan Syariah boleh melakukan penyelesaian dengan ketentuan :
a.       Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang di sepakati;
b.      Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan;
c.       Apabila penjualan melebihi sisa hutang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah;
d.      Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa hutangnya, maka LKS dapat membebaskanya;
e.       Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.[25]

C.    PRODUK MURABAHAH
1.      Pengertian Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli atas suatu barang, dengan harga yang disepakati antara penjual dan pembeli, setelah sebelumnya penjual menyebutkan dengan sebenarnya harga perolehan atas barang tersebut dan besarnya keuntungan yang diperoleh.[26] Menurut Muhammad Murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin/keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.[27] Sedangkan menurut Adiwarman Karim secara singkat murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehahan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.[28]
Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah yaitu penyediaan dana dari suatu transaksi jual beli barang antara dua belah pihak yaitu bank syariah dan nasabah, dimana bank syariah membeli barang dan menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga perolehan dan ditambah dengan keuntungan/margin yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
2.      Dasar Hukum Produk Murabahah
a.       Al-Qur’an Surah Al Baqarah [2]: 275
3... ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# ...4  
Artinya ;
… “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” …(Qs. Al baqarah [2} : 275)[29]
b.      Al Qur’an Surah Al Anisa’ [4]: 29
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  

Artinya,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Qs. Al Anisa’ [4]:29)[30]


Berdasarkan firman Allah diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Allah telah menghalalkan jula beli dan mengharamkan riba dan berlaku suka sama-suka, seperti pengertian dari murabahah yaitu suatu akad jual bel yang dilakukan oleh bank dan nasabah dengan memberikan harga perolehan dan keuntungan/margin yang telah disepakati bersama.
3.      Syarat dan Rukun Murabahah
Adapun rukun Murabahah yaitu;

a.      Ba’iu (penjual)
b.      Musytari (pembeli)
c.       Mabi’ (barang yang diperjual belikan)
d.      Tsaman (harga barang)
e.       Ijab qabul (pernyataan serah terima)

Adapun syarat Murabahah yaitu;

a.       Syarat yang berakad (ba’iu dan musytari) cakap hokum dan tidak dalam keadaan terpaksa.
b.      Barang yang diperjual belikan (mabi’) tidak termasuk barang yang haram dan jenis maupun jumlahnya jelas.
c.       Harga barang (tsaman)  harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan komponen keuntungan) dan cara pembayarannya disebutkan dengan jelas.
d.      Pernyataan serah terima (ijab qabul) harus jelas dengan menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang berakad.[31]

4.      Manfaat Murabahah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijaroh), transaksi Murabahah. Memiliki berbagai manfaat.
Murabahah memberi banyak manfaat kepada Bank Syariah salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di Bank Syariah[32]
Secara umum aplikasi perbankan dari murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut.
Gambar : 1 Skema Murabahah Aplikasi Perbankan
3.a. Akad murabahah
Bank Syariah
Nasabah
1.Negosiasi& persyaratan
4.Bayar kewajiban
3.b. serah terimaBarang
 

 



Suplier Penjual
2.beli barang tunai                                         3.c. kirim barang
 




Keterangan ;
  1. Negosiasi antara nasabah dan Bank Syariah
  2. Beli barang tunai bank kepada suplier
  3. a. Akad Murabahah antara bank dan nasabah
b. Serah terima barang dari bank ke nasabah
c. Kirim barang dari suplier ke nasabah
 4.  Bayar kewajiban nasabah ke bank.[33]


[1] Euis Amalia, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009 h. 82
[2] Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, PT Kencana, Jakarta, 2010, h.363
[3] Euis Amalia, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam, h. 86
[4] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, UII Press, Yogyakarta, 2004, h. 131
[5] H. Veitzal Rivai dan Andria Permata Veitzal, Islamic Financial Management, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, h. 3
[6] Iswi haryani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2010, h. 9
[7] Ibid,
[8] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT Raja Grafindo Persada, 2002.h. 92
[9] Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, edisi revisi, Azkia Publisher, Jakarta, 2008.h.245
[10] Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta, UPP, AMP. YKPN. h.17
[11]Ibid,
[12] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. h.94
[13]Emi Nurhayati, Pelaksanaan Pengawasan Murabahah sebagai Upaya Meminimalkan Pembiayaan Bermasalah di BMT Syariah Pare Kediri, Skripsi Fakultas Ekonomi, Malang, 2010, h. 23
[14] Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi ke 2, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004. h.222
[15] Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. h.22
[16] Muchdarsyah Sinungan,Manajamen Dana Bank edisi dua, PT Bumi Aksara, Jakarta. 2000, h.216
[17]Muhammad, Manajemen Bank Syariah.  h. 312
[18]Ibid,
[19] Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah, PT. Damar Mulia Pustaka. Jakarta.2008.h.13
[20] Iswi Haryani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet,  h. 35
[21]Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah, h. 13
[22] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, h. 311
[23] Yusak Laksamana, Panduan Praktis Account Officer Bank Syariah: Memahami Praktik Proses Pembiayaan di Bank Syariah, PT Elex Media Komputindo, Jakarta 2009, h. 256
[24] H. Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, h. 207
[25] Fatwa Dewan Syariah Nasional, No. 47/DSN-MUI/II/2005, Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi  Nasabah Tidak Mampu Membayar.
[26] H. Verizha Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Managemen. h. 145
[27] Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah,  h. 23
[28] Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, edisi dua, PT Raja Grafindo Mandiri, Solo, h. 47
[29] Departemen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, PT Tiga Serangkai Mandiri, Solo, h. 47
[30] Ibid, 83
[31] H. veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management. h. 147
[32]Muhammad Safi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, h. 106
[33]Ascara, Akad & Produk Bank Syariah, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2008, h. 83
 

 
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A.      Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis dari penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field research). Penelitian lapangan adalah penelitian yang bertujuan mempelajari secara intensif latar belakang dan keadaan sekarang dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial.[1]
Sesuai dengan judul dan fokus permasalahan yang diambil maka sifat penelitian ini adalah deskriptif. Karena penelitian ini berupaya mengumpulkan fakta yang ada, penelitian  ini terfokus pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagai mana adanya, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
30
 
Menurut Husein Umar deskriptif adalah “menggambarkan sifat sesuatu yang berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu”.[2] Sedangkan kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dengan cara mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata dan bahasa.[3]
Maksudnya dalam penelitian ini penulis memaparkan data-data hasil penelitian di lapangan yakni tentang Proses penyelesaian pembiayaan Bermasalah Produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro.
B.       Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh.[4]Data merupakan hasil pencatatan baik berupa fakta dan angka yang dijadikan bahan untuk menyusun informasi.
Berdasarkan pengertian diatas, subyek penelitian dimana subyek tersebut akan diambil datanya dan selanjutnya akan diambil kesimpulannya, atau sejumlah subyek yang akan diteliti dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa sumber data, baik itu sumber data primer dan sekunder.Sumber data primer “adalah data yang langsung  dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidik untuk tujuan khusus itu”.[5]Artinya data yang diperoleh dari sumber datanya yaitu pengurus BMT Al Ihsan Kota Metro.
Sumber data sekunder adalah data yang lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang dari luar penyelidik sendiri.[6] Yaitu data yang diperoleh dari pihak lain tidak berkaitan secara langsung dengan penelitian ini, seperti data yang diperoleh dari perpustakaan dan sumber-sumber lain yang tentunya sangat membantu hingga terkumpulnya data yang berguna untuk penelitian ini.
C.    Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode mengumpulan data dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan masalah memberi arah dan mempengaruhi metode pengumpul data.[7]
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian.[8]
Untuk memudahkan pembahasan yang dirumuskan dalam skripsi ini dibutuhkan suatu metode penelitian, dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut penulis mengunakan metode pengumpul data sebagai berikut;


  1. Metode Interview atau Wawancara
Yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara sipewawancara dengan responden dengan mengunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).[9]
Sedangkan menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung, sehingga mendapatkan data yang diperlukan.[10]
Dalam hal ini metode interview yang penulis gunakan adalah metode interview tersetruktur, yaitu pedoman wawancara yang semuanya telah dirumuskan dengan cermat sehingga dalam wawancara menjadi lancer dan tidak kaku,[11] adapun yang menjadi sasaran dalam metode interview ini adalah Bapak Sunaryo sebagai pengurus,Wiwik Andhayani dan Anwar Syah sebagai karyawan BMT Al Ihsan Kota Metro. Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui dan menggali informasi sehingga diperoleh tentang proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk Murabahah.


  1. Metode dokumentasi
Metode dokumntasi merupakan salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian social.Metode dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.[12]
Menurut Suharsimi Arikunto, metode dokumentasi yaitu, mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat dan sebagainya.[13]
Metode ini penulis gunakan dengan memanfaatkan sumber-sumber berupa data dan catatan yang mempunyai relevansi dengan proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk murabahah.
  1. Teknik Analisa Data
Analisa data adalah proses penyederhanaan dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan.[14] Dengan demikian dalam analisa data kualitatif pengolaaan data tidak mengunakan teknik statistika sehingga hasil analisis jawaban responden terdapat pernyataan yang diajukan tidak terikat dengan skor, akan tetapi dideskripsikan dalam suatu penjelasan dalam bentuk kalimat.
Setelah memperoleh data, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data-data tersebut. Berkenaan dengan pengolaan data ini Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa mengolah data berarti meyaring dan mengatur data atau informasi yang sudah masuk.[15]Kemudian peneliti mengunakan teknik untuk menganalisis dengan cara berfikir induktif.
Cara berfikir induktif adalah pada prosedur induktif proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakahir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) berupa azaz umum.[16]
Cara berfikir ini digunakan untuk membahas proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk murabahah. Dalam menggunakan analisis ini, penulis mengamati bagaimana proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk murabahah. Dalam hal ini penulis mengambil kesimpulan dimulai dari peryataan atau faktor-faktor khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat umum.







[1] Edi Kusnadi, Metodologi Penelitian, Ramayana Press dan STAIN Metro, Jakarta Timur, 2008, h.17.
[2]Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, h.22.
[3] Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Revisi, STAIN Jurai Siwo Metro, 2010, h.20.
[4] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta Cet Ke X (edisi revisi III). h129
[5] Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah dasar Metode Teknik, Tarsito, Bandung, 1985.h. 163
[6]Ibid,
[7]Moh. Nasir, Metode Penelitian , Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, h.174
[8] W. Gulo, Metode Penelitian,  Grasindo, Jakarta, 2005, h.110-111
[9]Moh. Nasir, Metode Penelitian, h. 193-194
[10] Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, Bumi Aksara, Jakarta, 2003 h. 57
[11] S. Nasution, Metode Research, Bumi Aksara, Jakarta, 2003, h. 117
[12]Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial  h. 73
[13] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . h. 231

[14] Masri singarimbun dan Sofya Efendi, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 1989, h. 264
[15]Sutrisno Hadi, Metodologi Reseacrch 1, yayasan Penerbitan Psikologi UGM, Yogyakarta, 1984 h. 78
[16] Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Op.Cit, h.10

BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN

A.      Deskripsi BMT Al Ihsan Kota Metro
1.    Sejarah KJKS BMT Al-Ihsan Kota Metro
Sejarah berdirinya BMT Al Ihsan Kota Metro berawal dari rapat yang diselenggarakan oleh pengurus Masjid Al Jihad 15 B Barat Kota Metro pada tanggal 24 Oktober 1994, salah satu keputusan rapat adalah mendirikan suatu badan yang bergerak dibidang ekonomi yang dijalankan sesuai dengan syariah Islam untuk membantu perekonomian masyarakat kecil menengah kebawah, yang selanjutnya badan ini dinamakan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Al Ihsan Kota Metro. Dengan harapan nantinya akan mampu menyerap dana-dana umat maupun lembaga Islam di wilayah Metro, yang kemudian disalurkan sebagai dana produktif kepada sebagian besar masyarakat yang membutuhkan, khususnya masyarakat Islam Kota Metro.[1]
36
 
Untuk merealisasikan keputusan tersebut, beberapa waktu kemudian dibentuk Tim Printis pendirian BMT yang diketuai oleh Bapak Al Fuadi Rusli. Pada awal tugas yang dilakukan tim ini adalah melakukan studi kelayakan, seperti menganalisa segmen pasar, penentuan lokasi, dan pengumpulan modal awal. Modal awal yang terkumpul pada waktu itu sebesar Rp. 225.000,-. Tahap selanjutnya tugas yang dilakukan tim adalah menyiapkan segala perlengkapan dan persyaratan yang diperlukan bagi pendirian BMT, baik dalam pengajuan izin prinsip maupun izin usaha.
Dari usaha yang dilakukan tim tersebut, akhirnya pada tanggal 22 Maret 1999 turunlah Surat Keputusan dari Dinas Koperasi Lampung Tengah dengan Nomor : 35/BH/KDK/7.2/III/1999 yang isinya menyetujui izin usaha pendirian BMT Al Ihsan Kota Metro.
BMT Al Ihsan kini hadir sebagai bukti akan kepeduliannya terhadap perekonomian masyarakat terutama kalangan masyarakat bawah yang dilanda kemiskinan. Sebagai sebuah lembaga yang tumbuh dan berkembang dari kecil hingga sekarang ini, BMT Al Ihsan memiliki peran yang cukup besar dalam membantu kepentingan masyarakat walaupun belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di lingkungan Kota Metro secara maksimal karena belum sebandingnya antara kemampuan lembaga dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Namun paling tidak kehadiran BMT Al Ihsan telah ikut andil dan beperan serta dalam mengaktifkan roda perekonomian bangsa ini.
2.         Struktur Organisasi BMT Al Ihsan Kota Metro
Dalam suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya dibutuhkan kerja sama yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat struktur organisasi yang tersusun secara baik dan rapi. Struktur organisasi yang baik memungkinkan suatu karyawan dalam perusahaan mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik pula, sehingga diharapkan tidak ada pelimpahan tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan lainya.
Struktur organisasi baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar, mempunyai peran yang sangat penting didalam menjalankan kegiatan usahanya. Dengan adanya struktur organisasi berarti telah terdapat pembagian tugas atau wewenang dan tangung jawab yang tegas. Pimpinan perusahaan beserta karyawannya bertanggung jawab penuh kepada pemilik perusahaan atas kepercayaan yang telah diberikan kepada mereka untuk menjalankan gerak perusahaan.
Struktur organisasi ini adalah ketegasan dalam pemberian tanggung jawab dan disiplin kerja akan menjadi lebih terjamin. Struktur organisasi BMT Al Ihsan Kota Metro dapat dilihat pada gambar berikut:





Gambar : 2 Struktur Organisasi KJKS BMT Al-Ihsan


 




















3.      Standar Operasional Kerja (SOP) BMT Al Ihsan Kota Metro
1.      Badan Pengawas
a.    Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksaan dan pengelolaan koperasi.
b.    Meneliti catatan dan pembukuan yang ada pada buku besar
c.    Mendapat segala keterangan yang diperlukan
d.   Memberikan koreksi, saran, teguran dan peringatan kepada pengurus
e.    Merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga
f.     Membuat laporan tertulis tentang hasil pelaksanaan tugas pengawasan kepada rapat anggota.
2.      Ketua bertugas melakukan controlling (pengawasan) terhadap keseluruhan kinerja lembaga dalam menjaga dan mengembangkan kekayaan BMT, dan kemudian memberikan arahan-arahan serta dorongan demi meningkatkan kualitas SDM serta lembaga.
3.      Sekretaris bertugas sebagai pengelola administrsai meliputi segala hal yang menyangkut aktivitas badan pengurus, dan salah satunya adalah membuat catatan tertulis untuk kegiatan sehari-hari.
4.      Bendahara bertugas melakukan manajemen terhadap sirkulasi keuangan BMT secara menyeluruh, efektif dan efisien, dengan tanpa mengalihkan proporsionalitas kebutuhan di setiap bagian-bagian.
5.      Marketing bertugas melakukan pengenalan serta pemasaran terhadap produk-produk BMT kepada masyarakat serta melayani dalam hal pengajuan pembiayaan yang kemudian dilanjutkan dengan survey lapangan (meneliti dan menilai kelayakan usaha) yakni menganalisa layak atau tidakkah usaha tersebut.
6.      Teller bertugas merencanakan dan melaksankan segala aktivitas transaksi yang bersifat tunai.
7.      Collector bertugas mengumpulan atau menghimpun dana nasabah/ anggota yang menyetorkan dana angsuran dan dana tabungan anggota.
8.      Pembukuan bertugas untuk mengelola administasi keuangan hingga menjadi laporan keuangan dalam bentuk buku besar.
4.       Program BMT Al Ihsan Kota Metro
Dalam suatu perusahaan untuk mencapai suatu keberhasilan untuk mencapai tujuan maka dibutuhkan berbagai program untuk pengembangan suatu kegiatan yang dilakukan, BMT Al Ihsan memiliki program dalam melakukan kegiaran usahanya diantaranya:
Program jangka pendek
a.       Mencari nasabah untuk menabung
b.      Meningkatkan kesejahteraan anggota
Program jangka menengah
Menghidupkan baitul maal
Program jangka panjang
a.    Menambah cabang BMT
b.    Membuat kelompok haji dan umrah bagi anggota BMT[2]
B.     Interpretasi Data
1.         Prosedur Pembiayaan Murabahah pada BMT Al Ihsan Kota Metro
BMT Al Ihsan memberikan definisi, bahwa murabahah adalah pembiayaan dengan sistem jual beli, di mana BMT dapat membantu anggota dengan pembelian barang yang dibutuhkan oleh anggota atau calon anggota tersebut kemudian oleh BMT di jual dengan harga sesuai kesepakatan dengan anggota.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pembiayaan yang diajukan tidak dapat langsung dicairkan begitu saja, maksudnya bahwa setiap pembiayaan yang diajukan oleh debitur harus melalui tahap-tahap atau proses yang telah ditetapkan oleh BMT dan dijadikan sebagai pedoman dalam memberikan pembiayaan. Adapun prosedur pemberian pembiayaan pada BMT Al Ihsan Kota Metro sebagai berikut:
a.       Mengikuti penyuluhan tentang produk dan sistem pembiayaan yang dilakukan BMT. Hal ini penting dilakukan agar calon debitur mengerti maksud dan tujuan BMT serta perbedaannya dengan rentenir/sistem bunga.
b.      Sebagai bukti permohonan pembiayaan debitur harus mengisi formulir aplikasi permohonan pembiayaan yang disediakan oleh Costumer Service BMT, menandatanganinya dan melengkapi semua persyaratan adminstratif yang harus dilampirkan pada saat inilah selain mendapat informasi seluk beluk pembiayaan murabahah, calon nasabah juga diberitahukan syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara lain: seberapa besar uang tunai sebagai uang angsuran pendahuluan yang harus ia sediakan, besarnya margin keuntungan yang akan diambil BMT, jumlah angsuran tiap bulan dan lamanya masa angsuran. Pada tahap ini calon nasabah belum ada ikatan apa-apa dengan pihak BMT. Ia masih bebas menentukan pilihan menerima atau mengajukan tawaran atas harga jual yang diajukan oleh BMT. Apabila ia mengajukan penawaran terhadapan berbagai hal yang ditentukan oleh pihak BMT, maka pihak BMT akan mempertimbangkan lebih lanjut. Tahap ini sebenarnya adalah tahap tawar-menawar antara calon nasabah dengan pihak BMT, sebelum keduanya mengikat diri dalam suatu akad. Dengan ditandatangani form aplikasi oleh calon nasabah, sebenarnya secara formal ia telah menyetujui semua persyaratan yang di sodorkan BMT.
-          Calon nasabah harus membuka rekening di BMT bersangkutan.
-          Telah melunasi biaya-biaya untuk pencairan (biaya administrasi)
-          Adanya barang yang dijaminkan.
-          Menandatangani akad murabahah sebagai tanda persetujuan terhadap surat tersebut, nasabah harus menandatanganinya bersama dengan isteri/suami apabila sudah menikah.
c.       Setelah terpenuhinya semua persyaratan pembiayaan termasuk biaya administrasi, kemudian BMT dan calon nasabah membuat dan menandatangani akad murabahah dan akad pengikat jaminan.
d.      Tahap selanjutnya yaitu penyerahan objek murabahah dari pihak BMT kepada nasabah. Namun begitu dalam praktek, yang mengantarkan/menyerahkan barang tersebut kepada nasabah adalah supplier/BMT sendiri/wakalah kepada nasabah itu sendiri.
e.       Selanjutnya adalah kewajiban nasabah memenuhi kewajibannya mengangsur pembiayaan secara teratur kepada BMT sesuai dengan ketentuan yang disepakati di dalam akad sampai lunas.[3]
Gambar : 3 Skema Pengajuan Pembiayaan Murabahah


















 







2.        Proses Peembiayaan Murabahah pada BMT Al Ihsan Kota Metro
Proses pembiayaan merupakan pelaksanaan dari apa yang ada pada prosedur pembiayaan, proses pembiayaan meliputi aplikasi, analisis permohonan pembiayaan, penyusunan struktur pembiayaan, dan penyiapan dokumen pembiayaan, realisasi pembiayaan, pembinaan dan pengawasan serta penyelesaian pembiayaan.
Aplikasi berupa berkas-berkas calon nasabah yang ingin melakukan pembiayaan murabahah pada BMT Al Ihsan Kota Metro, setelah berkas ataupun syarat semua lengkap maka selanjutnya pihak BMT melakukan analisis permohonan pembiayaan dengan melakukan evaluasi masing-masing permohonan, evaluasi kesesuaian kebijakan. Hal ini dilakukan oleh staf Marketing dan Bisnis Officer dan mendapatkan persetujuan oleh Manager, setelah itu semua kemudian membentuk struktur pembiayaan dan penyiapan dokumen pembiayaan agar segera diproses pembiayaan tersebut, setelah semua penyiapan dokumen lengkap maka realisasi pembiayaan atau penyerahan uang tunai ataupun barang yang diinginkan nasabah, tahap selanjutnya yang dilakukan BMT terhadap pembiayaan yaitu dengan memberikan pengawasan terhadapan pembiayaan guna tidak terjadinya wanprestasi terhadap pembiayaan tersebut, apabila terjadi wanprestasi maka BMT melakukan penyelesaian pembiayaan dengan memecahkan masalah pembiayaan tersebut.
Aplikasi pembiayaan
 
Gambar : 4 Skema Proses Pembiayaan Murabahah pada BMT Al Ihsan
















 









   Sumber: data diolah peneliti
3.        Pembiayaan Murabahah Bermasalah pada BMT Al Ihsan Kota Metro
Pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh BMT Al Ihsan Kota Metro, saat ini pada April Tahun 2011 telah mencapai 218 nasabah dan dana yang terserap pada pembiayaan tersebut sebanyak Rp. 259.095.700.00,- dalam pembiayaan murabahah BMT Al Ihsan mengalami atau terdapat pembiayaan bermasalah pada produk tersebut saat ini jumlah nasabah bermasalah telah mencapai 37% atau 81 nasabah yang mengalami pembiayaan bermasalah.[4]
C.  Analisis Terhadap Data Temuan Penelitian
1.      Analisis proses pembiayaan Murabahah pada BMT Al Ihsan Kota Metro
Murabahah adalah pembiayaan dengan sistem jual beli, di mana BMT dapat membantu nasabah dengan pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah atau calon nasabah tersebut kemudian oleh BMT di jual dengan harga sesuai kesepakan dengan nasabah.
Tak lain halnya dengan BMT Al Ihsan yang juga memiliki produk tersebut, di mana seseorang nasabah yang menginginkan sesuatu barang namun pula BMT Al Ihsan tidak begitu saja memberikan dana BMT memiliki cara atau proses dalam melakukan pembiayaan murabahah yaitu dengan melakukan pengajuan permohonan pembiayaan, melengkapi syarat dan aplikasi pembiayaan, melakukan survai terhadap calon nasabah dan sebagainya.
Hasil wawancara dengan Bisnis Officer Bapak Anwar Syah tanggal 25 Juli 2011.
Proses pembiayaan pada BMT Al Ihsan tidak sulit, apabila menginginkan pembiayaan murabahah maka datang ke BMT ataupun bisa melewati Bisnis Officer untuk mengajukan permohonan pembiayaan serta melengkapi segala syarat daan aplikasi pembiayaan yang terdapat pada BMT, setelah itu pihak BMT melakukan survai kepada nasabah dan hasil survai tersebut akan diberitahukan kepada nasabah melalui surat ataupun telepon.[5]
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Wiwik Adhayani, S.Pd selaku marketing pada tanggal 25 Juli 2011.
Proses pembiayaan pada BMT Al Ihsan sangat mudah nasabah hanya perlu datang dan mengaajukan permohonan pembiayaan serta melengkapi berbagai syarat dan aplikasi pada BMT, kemudian BMT melakukan survai kepada nasabah dan hasil survai akan diberitahukan kepada nasabah melalui surat ataupun telepon, apabila permohonan tersebut disetujui maka nasabah datang kembali dan melakukan akad murabahah setelah akad sudah terjadi selanjutnya BMT menyerahkan barang yang diinginkan oleh nasabah, dan kemudian nasabah memenuhi kewajibannya untuk membayar secara mengangsur setiap bulan, triwulan, ataupun harian kepada BMT.[6]
Dari data yang penulis peroleh dari hasil wawancara dengan Bapak Anwar Syah dan Ibu Wiwik Adhayani, S.Pd, penulis melihat bahwasannya dalam melakukan proses pembiayaan murabahah pada BMT Al Ihsan cukup baik dan dapat mempermudah nasabah yang ingin melakukan pembiayaan, walaupun terlihat cukup baik proses pembiayaan di BMT Al Ihsan, namun BMT harus lebih selektif dalam memilih nasabah yang ingin melakukan pembiayaan, hal ini untuk meminimalisirkan pembiayaan bermasalah, sehingga dalam proses pembiayaan ini harus melibatkan antara manager, marketing, bisnis officer bahkan nasabah itu sendiri untuk saling bekerja sama.
2.      Analisis Pengawasan Pembiayaan Murabahah pada BMT Al Ihsan Kota Metro
Setelah adanya realisasi pembiayaan bukan berarti tugas BMT selesai begitu saja. Salah satu faktor penting yang harus dilakukan adalah dengan mengadakan fungsi pengawasan. Pelaksanaan pengawasan pembiayaan pada BMT Al Ihsan secara kontinue dilakukan guna menjamin pembiayaan serta menghindari tunggakan pembiayaan.
Pemberian pembiayaan oleh BMT mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan BMT. Oleh karena itu dalam pelaksanaan BMT harus memperhatikan asas-asas pembiayaan yang sehat. Mengingat bahwa pembiayaan bersumber dari dana masyarakat yang disimpan di BMT, resiko yang dihadapi BMT dapat berpengaruh pula pada kemana dana masyarakat tersebut.
Bapak Sunaryo menjelaskan bahwa “dalam upaya menekan resiko pembiayaan bermasalah BMT Al Ihsan melakukan tindakan pengawasan dengan cara: klasifikasi nasabah, pelaksanaan inspeksi/pemantauan, pembinaan nasabah, pendampingan dan meningkatkan peran pengawas intern”.[7]
a.      Klasifikasi Nasabah
Klasifikasi nasabah merupakan langkah dalam pelaksanaan pengawasan pembiayaan murabahah pada BMT Al Ihsan Kota Metro, klasifikasi bertujuan untuk mengetahui karakter dari nasabah.
b.      Pelaksanaan inspeksi/pemantauan secara rutin.
Pelaksanaan inspeksi perlu dilakukan terutama bagi nasabah yang sedang mengalami permasalahan sehingga BMT dapat segera membantu mencari jalan keluarnya.
c.       Peningkatan pembinaan nasabah
Pelaksanaan pembinaan dapat dilakukan melalui pendekatan, bimbingan pelatihan singkat dengan tujuan agar usaha nasabah maju dan berkembang.

d.      Pendampingan
Pendampingan merupakan salah satu cara yang dilakukan BMT Al Ihsan untuk mengurangi resiko yaitu jika nasabah tidak mampu mengembalikan kewajibannya pada BMT tetapi nasabah tersebut mau berusaha melunasi.
e.       Peningkatan peran pengawas intern
Pengawas intern di BMT yang awalnya hanya sebagai pelengkap saja sudah seharusnya difungsikan sehingga tugas bisnis officer yang mempunyai peran yang dominan dalam pelaksanaan pembiayaan mulai dari wawancara awal, analisa pembiayaan dan evaluasi pembiayaan. Pemberian refrensi keputusan tidak terangkap menjadi satu yang pada akhirnya sering terjadi manipulasi data serta pembiayaan fiktif.
Dari data yang diperoleh mengenai pelaksanaan pengawasan pembiayaan murabahah pada BMT Aal Ihsan Kota Metro, dapat diketahui pada umumnya pelaksanaan pengawasan yang dilakukan masih memiliki beberapa kelemahan-kelemahan dan perlu untuk dievaluasi lebih lanjut.
Dari itu penulis memberikan usulan terhadap pengawasan:
a.      Costumer service lebih teliti dalam mengklasifikasikan nasabah agar tidak salah dalam menentukan nasabah yang tepat atau tidak.
b.      Pemantauan dilakukan secara rutin dilakukan oleh bisnis officer guna mengetahui perkembangan dari nasabah.
c.       Peran pengawas intern lebih ditingkatkan  guna menekan pembiayaan bermasalah.
3.        Analisis Proses Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Produk Murabahah pada BMT Al Ihsan Kota Metro.
Selanjutnya pada pembiayaan bermasalah memerlukan penyelesaian demi kepentingan BMT Al Ihsan. Langkah pencegahan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan BMT antara lain:
b.      Menaati prosedur dan persyaratan pemberian pembiayaan
c.       Tidak bersikap subyektif dalam pemprosesan proposal pembiayaan
d.      Tidak bertindak spekulatif dalam pengambilan keputusan pembiayaan.
Apabila telah terjadi pembiayaan bermasalah atau macet, maka pihak BMT Al Ihsan Kota Metro pada umumnya menempuh langkah sebagai berikut:
1)      Meneruskan Hubungan Nasabah
Apabila hasil analisis yang dilakukan BMT Al Ihsan menunjukan bahwa nasabah yang bersangkutan masih memiliki peluang yang cukup besar untuk meneruskan usahanya dengan baik, BMT dapat mempertimbangkan untuk meneruskan hubungan ini dengan baik, nasabah harus mengembangkan rencana yang terarah, yang dapat menanggulangi penyebab timbulnya kemacetan pada kredit yang disalurkan BMT. Dalam meneruskan hubungan ini bisnis officer harus mengusahakan agar BMT berada dalam posisi yang lebih unggul.
BMT Al Ihsan akan melihat permasalahannya terlebih dahulu agar bisa melakukan penanganan secara tepat, cara lain menangani pembiayaan murabahah bermasalah yaitu dilakukan rescheduling dengan penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Jika nasabah tidak tepat waktu dalam pembayaran kewajibannya pada BMT maka dilihat dulu apa permasalahannya, kami bisa memberikan perpanjangan jangka waktu pengembalian atau pengembalian pokoknya saja.[8]
2)      Peringatan I, II, III
Cara yang dilakukan BMT dalam menangani resiko pembiayaan murabahah bermasalah dengan memberikan surat teguran atau peringatan bertahap. Surat peringatan akan diberikan kepada nasabah yang bermasalah sehingga mengakibatkan resiko pada BMT Al Ihsan. Surat peringatan akan dikeluarkan bertahap, jika surat peringatan I tidak dihiraukan maka akan keluar surat peringatan ke II dan jika tetap tidak dihiraukan maka akan keluar surat peringatan ke III jarak masing-masing surat peringatan adalah 3 bulan. Tindakan yang dilakukan BMT dalam menangani nasabah bermasalah adalah memberikan peringatan I, jika tidak dihiraukan maka akan diberikan peringatan ke II dan jika tidak dihiraukan lagi maka peringatan III dan terakhir nasabah diminta menjual jaminan untuk melunasi hutangnya.[9]


3)      Penyitaan Barang Jaminan Pembiayaan
Jaminan yang dilakukan nasabah kepada BMT Al Ihsan dapat dilakukan penyitaan. Kalaupun dengan terpaksa harus dilakukan penyitaan, maka penyitaan dilakukan kepada nasabah memang nakal dan tidak mengembalikan pembiayaan. Namun tetap dilakukan dengan cara-cara yang diajarkan dalam Islam.
Sita jaminan dilakukan jika nasabah sudah tidak bisa bekerja sama dalam menyelesaikan masalahnya. Sita jaminan akan dilakukan setelah surat peringatan I, II, III keluar. Nasabah yang disita barang jaminan dan tetap tidak bisa melunasi cicilan pembiayaan maka pihak BMT Al Ihsan akan menawarkan barang jaminan tersebut untuk di jual sendiri oleh nasabah atau di jualkan oleh pihak BMT untuk melunasi kewajibannya. Jika barang jaminan tersebut di jualkan oleh pihak BMT untuk melunasi pembiayaan yang dilakukan nasabah tersebut, jika masih terdapat sisa maka akan di kembalikan. Jika jaminan disita dan nasabah tidak dapat melunasi maka kami akan menawarkan jaminan tersebut di jual atau di jualkan.[10]
Adapun data yang menunjukan usaha dari BMT Al Ihsan dalam melakukan penyelesaian pembiayaan bermasalah pada produk murabahah, namun dalam melakukan penyelesaian BMT hanya baru dapat menyelesaikan beberapa nasabah terlihat dari tabel berikut:

Tabel 2
Jumlah Nasabah Bermasalah yang Berhasil dan Tidak/Belum Berhasil Terselesaikan.
No.
Nama
Keterangan
1.
RD
Belum/tidak

2.
LS
Belum/tidak

3.
MH
Belum/tidak

4.
DI
Belum/tidak

5.
YN
Belum/tidak

6.
WK

Berhasil/terselesaikan
7.
LD

Berhasil/terselesaikan
8.
WL
Belum/tidak

9.
YL
Belum/tidak

10.
YS
Belum/tidak

11.
LK

Berhasil/terselesaikan
12.
JH
Belum/tidak

13.
NS
Berjalan

14.
ST
Belum/tidak

15.
IS
Belum/tidak

16.
AS
Belum/tidak

17.
LD

Berhasil/terselesaikan
18.
MF
Belum/tidak

19.
AK
Belum/tidak

20.
MY
Belum/tidak

21.
SP
Belum/tidak

22.
MA
Belum/tidak

23.
DK
Belum/tidak

24.
RP
Belum/tidak

25.
GY
Belum/tidak

26.
RH
Belum/tidak

27.
SD
Berjalan

28.
RM
Berjalan

29.
SW
Belum/tidak

30.
YK
Belum/tidak

31.
MR
Belum/tidak

32.
MJ
Belum/tidak

33.
RN
Belum/tidak

34.
BT
Belum/tidak

35.
RS

Berhasil/terselesaikan
36.
HY
Belum/tidak

37.
MT
Belum/tidak

38.
AS
Belum/tidak

39.
AN
Belum/tidak

40.
FT
Belum/tidak

41.
TW
Belum/tidak

42.
SK

Berhasil/terselesaikan
43.
TM
Belum/tidak

44.
SN

Berhasil/terselesaikan
45.
DS
Belum/tidak

46.
AP
Belum/tidak

47.
YP
Belum/tidak

48.
WN
Belum/tidak

49.
RK
Belum/tidak

50.
RA
Belum/tidak

51.
AG
Belum/tidak

52.
KH
Berjalan

53.
AF
Belum/tidak

54.
AY
Belum/tidak

55.
WS
Belum/tidak

56.
HT

Berhasil/terselesaikan
57.
RS
Belum/tidak

58.
TR

Berhasil/terselesaikan
59.
YY

Berhasil/terselesaikan
60.
GN
Berjalan

61.
WN
Belum/tidak

62.
AR

Berhasil/terselesaikan
63.
IM
Berjalan

64.
AS
berjalan

65.
AM

Berhasil/terselesaikan
66.
OK
Belum/tidak

67.
FT

Berhasil/terselesaikan
68.
NH

Berhasil/terselesaikan
69.
PN

Berhasil/terselesaikan
70.
JN
Belum/tidak

71.
RK

Berhasil/terselesaikan
72.
DN
Belum/tidak

73.
NG
Belum/tidak

74.
MY

Berhasil/terselesaikan
75.
MH
Berjalan

76.
KR
Belum/tidak

77.
JR
Belum/tidak

78.
AK
Berjalan

79.
VK
Berjalan

80.
SA
Belum/tidak

81.
YS
Belum/tidak

Sumber : Dokumentasi BMT Al Ihsan
Dari data di atas yang penulis peroleh dari hasil wawancara dalam penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwasanya proses penyelesaian pembiayaan bermasalah pada produk murabahah yang dilakukan BMT Al Ihsan pada umumnya sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Namun belum dilakukan secara optimal, sehingga masih terdapat pembiayaan yang bermasalah. Hal ini dikarenakan BMT AL Ihsan :
a.       Belum adanya Tim Khusus untuk penanganan pembiayaan bermasalah.
b.      Pemberian tugas kepada karyawan yang kurang tepat.
c.       Kurang tepatnya penyusunan program dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.
d.      Kurangnya evaluasi yang dilakukan BMT terhadap hasil penyelesaian pembiayaan bermasalah.



[1] Dokumentasi BMT AL Ihsan Kota Metro
[2] Bapak. Sunaryo, Ketua BMT Al Ihsan Kota Metro, wawancara, tanggal 25 juli 2011
[3] Ibu wiwik adhayani, Karyawan BMT Al Ihsan Kota Metro, wawancara, tanggal 25  juli
[4] Hasil wawancara dengan Bpk. Sunaryo selaku ketua BMT pada Tanggal 12 Mei 2011 di kantor BMT Al Ihsan Kota Metro.
[5] Bapak. Anwar Syah, Karyawan BMT Al Ihsan, wawancara, 25 Juli 2011
[6] Ibu. Wiwik Adhayani, Karyawan BMT Al Ihsan,Wawancara, 25 Juli 2011
[7] Bapak Sunaryo, Ketua BMT Al Ihsan, Wawancara, 25 Juli 2011
[8] Bapak. Sunaryo, Ketua BMT Al Ihsan, wawancara, 26 Juli 2011
[9] Bapak. Sunaryo, Ketua BMT Al Ihsan, wawancara, 26 Juli 2011
[10] Ibid,

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.      KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakkan penulis, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berukut:
Dalam pelaksanaan proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk murabahah, BMT Al Ihsan mempunyai cara yang cukup baik namun belum terlaksana secara optimal, dikarenakan dalam proses penyelesaian pembiayaan bermasalah BMT Al Ihsan.
a.       Belum adanya satuan kerja/tim khusus untuk penanganan penyelesaian pembiayaan bermasalah, dan kurang tepatnya dalam penyusunan program penyelesaian pembiayaan bermasalah. Tidak dibentuknya tim khusus karena keterbatasan jumlah karyawan yang ada pada BMT.
b.      Kualitas sumber daya manusia yang tidak sesuai dengan pemberian tugas sehingga penyelesaian belum berjalan dengan baik.
c.      
58
 
Kurangnya evaluasi yang dilakukan manajemen dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.
d.      Kurangnya ketegasan petugas yang di berikan tugas untuk melaksanakan pembiayaan bermasalah, terutama untuk melakukan penyitaan jaminan bagi nasabah yang nakal.
B.       SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas diketahui bahwa dari informasi yang di dapat oleh peneliti dari para informan serta berbagai sumber, maka peneliti dapat mengamati berbagai hal yang dianggap perlu mendapat perhatian khusus yaitu:
1.         Bentuk satuan kerja untuk mnyelesaikan masalah pembiayaan bermasalah, serta dalam penyusunan program penyelesaian pembiayaan bermasalah harus dibuat secara matang sehingga program tersebut dapat berjalan dengan baik.
2.         Perlu adanya evaluasi terhadap proses penyelesaian pembiayaan bermasalah guna mengetahui perkembangan dari penyelesaian tersebut.
3.         Berikan pelatihan terhadap karyawan yang di tugaskan khusus untuk menangani pembiayaan bermasalah guna hasil yang dicapai akan lebih baik.




Share this games :

3 komentar:

Komentar yang sopan