BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan
adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai
kegiatan sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya berada dalam sebuah
proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan yang
integral. Pendidikan sebagai suatu sistem tersusun dan tidak dapat terpisahkan
dari rangkaian unsur atau komponen yang berhubungan secara dinamis dalam suatu
kesatuan.
Penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia telah diatur dalam undang-undang RI no. 20 tahun 2003
pada Bab ke II Pasal 3 yang berbunyi :
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.[2]
Adapun
proses-proses perkembangan yang dipandang memiliki keterkaitan langsung dengan
kegiatan belajar siswa meliputi:
1. Perkembangan motor (motor
development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan
perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skills)
2. Perkembangan kognitif (cognitive
development) yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan
kemampuan / kecerdasan otak anak; dan
3. Perkembangan sosial dan moral
(social and moral development) yakni proses perkembangan mental yang
berhubungan dengan perubahan cara anak dalam berkomunikasi dengan obyek atau
orang lain, baik sebagai individu maupun kelompok.[3]
Ranah psikologis siswa yang terpenting
adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, dalam
perspektif psikologi kognitif adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah
kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa).
Tidak seperti organ-organ tubuh lainnya, organ otak sebagai markas fungsi
kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran, melainkan juga
menara pengontrol aktivitas perasaan dan perbuatan.[4]
Kemampuan
kognitif menggambarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tiap-tiap orang.
Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Tanpa ranah kognitif,
sulit dibayangkan seorang siswa dapat berfikir. Selanjutnya, tanpa kemampuan
berfikir mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi
pelajaran yang disajikan kepadanya. Tanpa berfikir juga sulit bagi siswa untuk
menangkap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran yang ia
ikuti, termasuk materi pelajaran agama. Namun kelebihan kemampuan kognitif juga
harus disertai dengan iman.
Orang
yang memiliki kelebihan kognitif yang sudah barang tentu karena kelebihan
kemampuan otak, apabila tidak disertai iman mungkin akan menyalahgunakan
kelebihan kemampuan kognitif untuk memuaskan hawa nafsu dengan mempertahankan
hawa nafsunya, martabat orang tersebut tidak lebih dari martabat hewan atau
mungkin lebih rendah lagi. Kelompok orang yang bermartabat rendah dilukiskan
dalam Qur’an surat Al-Furqon : 44 yang berbunyi:
÷Pr& Ü=|¡øtrB ¨br& öNèdusYò2r& cqãèyJó¡o ÷rr& cqè=É)÷èt 4 ÷bÎ) öNèd wÎ) ÄN»yè÷RF{$%x. ( ö@t/ öNèd @|Êr& ¸xÎ6y ÇÍÍÈ
Artinya : Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan
mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).[5]
Selain
itu orang-orang memiliki kelebihan kemampuan kognitif apabila tidak disertai
iman mungkin pula akan memanipulasi atau mengubah kebenaran dari Allah Swt yang
semestinya dipertahankan, seperti firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Baqarah : 75
yang berbunyi:
*
tbqãèyJôÜtGsùr& br& (#qãZÏB÷sã öNä3s9 ôs%ur tb%x.
×,Ìsù öNßg÷YÏiB
tbqãèyJó¡o zN»n=2 «!$# ¢OèO
¼çmtRqèùÌhptä .`ÏB Ï÷èt/ $tB çnqè=s)tã
öNèdur cqßJn=ôèt ÇÐÎÈ
Artinya : Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan
percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu
mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui.[6]
Menurut
Muhammad Quthab berpendapat bahwa mempersiapkan pendidikan anak memerlukan
teknik-teknik yang efektif.
1. Pendidikan melalui tauladan
2. Pendidikan melalui nasehat
3. Pendidikan melalui hukuman
4. Pendidikan melalui cerita
Dari
pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan dapat dilakukan dengan
beberapa teknik diantaranya yaitu melalui tauladan-tauladan nasehat. Seorang
pendidik dapat menjadi tauladan bagi siswa dan memberikan nasehat-nasehat dan
bimbingan yang baik agar para siswa dapat menyelaraskan pengetahuan yang
dimiliki dengan sikap keagamaannya.
Perkembangan
beragama pada para remaja ditandai dengan beberapa aspek perkembangan jasmani
dan rohaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. Starbuck adalah:
1. Pertumbuhan
pikiran dan mental
2. Perkembangan
perasaan
3. Pertimbangan social
Penghayatan
para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para
remaja banyak berkaitan dengan perkembangan itu.
Sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan mempunyai tanggungjawab untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa serta
mampu mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan syari’at Islam. Agar dapat
terwujud perlu diberikan arahan dalam hal ini adalah pendidikan agama. Melalui
pendidikan agama ini diharapkan peserta didik dapat mengembangkan potensi taqwa
kepada Nya. Apabila potensi ini berkembang dengan baik, maka individu akan
mampu mengendalikan potensi kognitifnya supaya tidak terwujud dalam bentuk
perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai agama yang telah tertanam dalam
dirinya. Kualitas keagamaan peserta didik akan sangat dipengaruhi oleh proses
pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Dalam hal ini sikap keagamaan
siswa berhubungan dengan pemahaman peserta didik terhadap pendidikan agama
Islam.
Perlu
kita ketahui bahwa siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik maka keyakinan
dan penghayatan siswa menjadi kuat jika dilandasi oleh pengetahuan dan
pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam, sehingga siswa dapat
merealisasikan dalam bentuk sikap keagamaan yang baik pada kehidupan
sehari-hari.
Sedangkan
siswa yang memiliki kemampuan kognitif kurang baik maka keyakinan dan
penghayatan siswa menjadi lemah karena pengetahuan dan pemahamannya tidak
dilandasi oleh pengetahuan dan pemahaman yang cukup terhadap ajaran dan nilai
agama Islam.
Dari
hasil survey tanggal 26 Januari 2011 melalui interview dengan kepala sekolah
dan guru kelas, diterangkan bahwa terdapat siswa yang kemampuan kognitifnya
baik pada pelajaran pendidikan agama Islam tapi sikap keagamaannya kurang baik
dan sebaliknya juga terdapat siswa yang kemampuan kognitifnya kurang pada
pelajaran pendidikan agama Islam tapi sikap keagamaannya justru baik.
Dari
kenyataan di atas maka tampak adanya kesenjangan antara kemampuan kognitif
dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran agama Islam di SMK YPI W. Jepara
Lampung Timur.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dipaparkan maka terdapat masalah:
- Adanya siswa SMK YPI Way Jepara, mempunyai kemampuan kognitif baik tetapi sikap keagamannya kurang baik.
- Adanya siswa SMK YPI Way Jepara, mempunyai kemampuan kognitif kurang baik tetapi sikap keagamannya baik.
- Ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan, dimana seharusnya siswa kemampuan kognitifnya baik sikap keagamaannya baik.
C.
Pembatasan Masalah
Untuk
menghindari kemungkinan meluasnya masalah yang diteliti, maka penulis perlu
membatasi ruang lingkup permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
- Ruang lingkup pembahasan korelasi antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam kelas X di SMK YPI Way Jepara Lampung Timur tahun pelajaran 2010/2011.
- Spesifikasi kemampuan kognitif siswa yang akan dibahas yaitu pengetahuan siswa dalam bentuk hasil belajar pada pelajaran pendidikan agama Islam.
- Spesifikasi sikap keagamaan yang akan dibahas yaitu akhlak siswa di lingkungan sekolah.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut :
“Apakah ada korelasi antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa
pada pelajaran pendidikan agama Islam di SMK YPI Way Jepara Lampung Timur”.
E.
Tujuan dan Manfaat
Penelitian
Menurut
pendapat Sutrisno Hadi, “bahwa research pada umumnya bertujuan menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan”.[9] Tujuan penelitian pada hakikatnya
merupakan sesuatu yang hendak dicapai, yang dapat memberi arahan terhadap
penelitian yang akan dilakukan.
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam
- Untuk mengetahui sikap keagamaan siswa
- Untuk mengetahui tingkat keeratan, hubungan antara kemampuan kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam.
Sedangkan manfaat dari
penelitian ini adalah:
1. Secara subyektif
hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang kemampuan kognitif dan sikap
keagamaan siswa.
2. Secara teoritis
bermanfaat untuk mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan dalam pendidikan
3. secara empiris
bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka menemukan langkah-langkah
selanjutnya untuk dapat meningkatkan mutu pengetahuan dan sikap keagamaan
siswa.
[1]
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2006, h. 273.
[2]
Juhri, Landasan dan Wawasan Pendidikan,
Lemlit UM Metro Press, Metro, 2009, h. 3.
[3]
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 12.
[4] Ibid, h. 48
[5]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, CV. Penerbit Diponegoro, Bandung, 2005, h. 290.
[6] Ibid, h.10
[7]
Muhammad Quthab, Sistem Pendidikan Islam.
Ac. Ma’arif, Bandung, Cet. Ke-III, 1993, h.324.
[8]
Ramayulis, Psikologi Agama, Kalam
Mulia, Jakarta, 2009, h.58-60.
[9]
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid
I, Andi Offset, Yogyakarta, 1985, h. 13.
BAB II
LANDASAN TEORITIK
A.
Deskripsi Teori
1.
Pengertian Kemampuan
Kognitif
Dalam
kamus umum bahasa Indonesia, kemampuan adalah “kesanggupan; kecakapan; kekuatan”.[1] Sedangkan Spencer and Spencer
mendefinisikan “kemampuan sebagai karakteristik yang menonjol dari seorang
individu yang berhubungan dengan kinerja afektif dan atau superor dalam suatu
pekerjaan atau situasi”.[2]
R.M.
Guion dalam Spencer and Spencer mendefinisikan “kemampuan atau kompetensi
sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan
cara-cara berperilaku atau berfikir dalam segala situasi, dan berlangsung terus
dalam periode waktu yang lama”.[3]
Dari
pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan adalah merujuk pada
kesanggupan, kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari
pikiran, sikap dan perilakunya.
Istilah
atau cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah “perolehan,
penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976)”.[4]
Dari
pengertian di atas kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya kemampuan kognitif
merupakan hasil belajar. Tingkat kemampuan kognitif tergambar pada hasil
belajar yang diukur dengan tes hasil belajar. TES hasil belajar menghasilkan
nilai kemampuan kognitif yang bervariasi, variasi nilai tersebut menggambarkan
perbedaan kemampuan kognitif tiap-tiap individu.
Menurut Jean Piaget proses belajar
sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni (1) asimilasi, (2) akomodasi dan
(3) equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan
(pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah dalam benak
siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang
baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.[5]
2.
Tahap Perkembangan
Kognitif
Menurut
piaget, perkembangan kognitif seseorang mengikuti tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap pertama :
Masa sensori motor (0,0-2,5 tahun)
2. Tahap kedua :
Masa pra-operasional (2,0-7,0 tahun)
3. Tahap ketiga :
Masa konkret operasional (7,0-11,0 tahun)
Proses
belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan yang
dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra operasional) dan lain
lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi.
Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang semakin teratur cara
berfikirnya.
3.
Tingkatan Kognitif
Dalam
klasifikasi taksonominya Bloom mengemukakan enam tingkatan kognitif meliputi:
1. Pengetahuan (mengingat,
menghafal);
2. Pemahaman (menginterprestasikan);
3. Aplikasi (menggunakan konsep
untuk memecahkan suatu
masalah);
4. Analisis (menjabarkan suatu
konsep);
5. Sintesis (menggabungkan
bagian-bagian konsep menjadi suatu
konsep
utuh)
Sedangkan
menurut Daryanto tingkatan-tingkatan hasil belajar dalam kecakapan kognitif
adalah
a) Informasi non
verbal
b) Informasi faktor
dan pengetahuan verbal
c) Konsep dan
prinsip
d) Pemecahan
masalah dan kreativitas[8]
Dari
pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tingkatan hasil belajar dalam
kecakapan kognitif yang pertama adalah memperoleh informasi atau pengetahuan
yang selanjutnya dengan pengetahuan tersebut tercipta suatu konsep yang
digunakan untuk memecahkan suatu masalah.
4.
Kajian Sikap Keagamaan
a.
Pengertian Sikap
Kegamaan
Sikap
dapat didefinisikan sebagai berikut : “Sikap adalah kesiapan pada seseorang
untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu”.[9]
Pendapat lain mengatakan bahwa “sikap merupakan predisposisi untuk bertindak
senang atau tidak senang terhadap objek tertentu yang mencakup komponen
kognisi, afksi, dan konasi”.[10]
Sikap
adalah kecenderungan untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu. Dalam
istilah kecenderungan (predisposition) terkandung pengertian arah tindakan yang
akan dilakukan seseorang berkenaan dengan suatu objek. Arah tersebut dapat
bersifat mendekati atau menjauhi. Tindakan mendekati atau menjauhi suatu objek
(orang, benda, ide, lingkungan dan lain-lain) dilandasi oleh perasaan penilaian
individu yang bersangkutan terhadap objek tersebut. Misalnya ia menyukai atau
tidak menyukainya, menyenangi atau tidak menyenanginya, menyetujui atau tidak
menyetujui.
Keagamaan
berasal dari kata agama. Agama menyangkut kehidupan batin manusia.
Menurut Harun Nasution agama mengandung
arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal
dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang
tak dapat ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar
sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.[11]
Agama adalah risalah yang disampaikan
Tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk
dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta
mengatur hubungan dengan dan tanggungjawab kepada Allah, kepada masyarakat
serta alam sekitarnya.[12]
Dan
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap keagamaan adalah suatu kesiapan
respon sifat yang positif atau negatif terhadap aturan-aturan atau hukum-hukum
dan petunjuk hidup yang berdasarkan wahyu Tuhan yang dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab.
Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan
yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku sesuai dengan
kadar ketaatannya pada agama. Sikap keagamaan terbentuk karena adanya
konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif
pemahaman dan penghayatan terhadap agama efektif dan perilaku terhadap agama
sebagai komponen konatif.[13]
Jadi
sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama,
perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang.
b.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Sikap Keagamaan
Zakiah Daradjat mengatakan bahwa sikap
keagamaan merupakan peroleh dan bukan bawaan. Ia terbentuk melalui pengalaman
langsung yang terjadi dalam hubungannya dengan unsur-unsur lingkungan materi
dan sosial misalnya rumah tenteram, orang tertentu, teman, orang tua, jamah dan
sebagainya.[14]
Walaupun
sikap terbentuk karena pengaruh lingkungan namun faktor individu itu sendiri
ikut pula menentukan.
Menurut
Siti Partini Pembentukan dan perubahan sikap dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
1. Faktor internal, berupa kemampuan
menyeleksi dan mengolah atau menganalisis pengaruh yang datang dari luar,
termasuk disini minat dan perhatian.
2. Faktor eksternal, berupa faktor
di luar individu yaitu pengaruh lingkungan yang diterima.[15]
Dengan
demikian walaupun sikap keagamaan bukan merupakan bawaan akan tetapi dalam
pembentukan dan perubahannya ditentukan oleh faktor internal dan faktor
eksternal individu.
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap keagamaan yaitu
1. Faktor Internal
Manusia adalah homo religius (mahluk beragama) karena
manusia sudah memiliki potensi untuk beragama.
2. Faktor Eksternal
Faktor pembawaan atau fitrah beragama merupakan
potensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Namun perkembangan itu
tidak akan terjadi manakala tidak ada faktor luar (eksternal) yang memberikan
rangsangan atau stimulus yang memungkinkan fitrah itu berkembang dengan
sebaik-baiknya. Faktor eksternal itu tiada lain adalah lingkungan dimana
individu itu hidup. Lingkungan itu adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat.[16]
c.
Sikap Remaja Terhadap
Agama
Perkembangan
agama pada remaja ditandai dengan sikap remaja terhadap agama yaitu
1. Percaya
turut-turutan
2. Percaya dengan
kesadaran
3. Percaya tapi
agak ragu-ragu (bimbang)
4. Tidak percaya
sama sekali …[17]
B.
Kerangka Berfikir dan
Paradigma
- Kerangka Berpikir
Kerangka
berpikir merupakan “konseptualisasi tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”.[18]
Kerangka
berpikir dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki kemampuan kognitif
baik maka keyakinan dan penghayatan siswa menjadi kuat jika dilandasi
pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama islam, sehingga
siswa dapat merealisasikan dalam bentuk sikap keagamaan yang baik pada
kehidupan sehari-hari. Tapi sebaliknya siswa yang kemampuan kognitifnya kurang
baik maka keyakinan dan penghayatan siswa menjadi lemah karena tidak dilandasi
pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran dan nilai agama islam, sehingga
realisasi dalam bentuk sikap keagamaannya pun kurang baik.
- Paradigma
Haris
Mujiman mengemukakan bahwa paradigma adalah “suatu pandangan atau sudut
pandangan yang dipergunakan oleh seseorang atau kelompok dalam memandang suatu
gejala sehingga berdasarkan paradigma tersebut seorang dapat mengartikan gejala-gejala
tersebut”.[19]
Berdasarkan
kerangka berpikir tersebut maka paradigma dalam penelitian ini dapat dilihat
dalam gambar sebagai berikut :
C.
Rumusan Hipotesis
Hipotesis
adalah “jawaban atau dugaan sementara terhadap jawaban atau dengan terhadap
masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris”.[20]
Hipotesis masih akan diuji kebenarannya.
Hipotesis yang penulis
kemukakan adalah :
Ha : Ada hubungan yang positif pada kemampuan
kognitif dengan sikap keagamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama islam
kelas X SMK YPI Way Jepara Lampung Timur
Ho : Tidak ada hubungan pada kemampuan kognitif
dengan sikap kegamaan siswa pada pelajaran pendidikan agama islam kelas X SMK
YPI Way Jepara Lampung Timur
[1]
WJS Poerwadarminta, Kamus Baru Dalam
Psikologi Pembelajaran, PT. Bumi Aksara,
Jakarta, 2008, h.14
[2]
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008, h.14.
[3] Ibid.
[4]
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, h.22.
[5]
Hamzah B. Uno, Op. Cit., h.10-11.
[6]
Sunarto, B. Agung Hartono, Perkembangan
Peserta Didik, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, h.24-25.
[7]
Hamzah B Uno, Op. Cit, h. 14
[8]
Daryanto, Belajar dan Mengajar, Yrama
Widya, Bandung, 2010,h.108.
[9]
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum
Psikologi, Bulan Bintang, Jakarta, Cet Ke 7, 1996, h. 94
[10]
Jalaluddin, Psikologi Agama, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1995, h. 188
[11] Ibid, h. 12
[12]
Abu Ahmadi, Noor Salimi, Dasar-dasar
Pendidikan Agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, h. 4
[13]
Jalaluddin, Op. Cit h. 185
[14]
Ramayulis, Psikologi Agama, Kalam
Mulia, Jakarta, 2009, h. 98
[15] Ibid
[16]
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, h. 137-138
[17]
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,
Bulan Bintang, Jakarta, cet ke 15, 1996, h. 91
[18]
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Jurai Siwo Metro, 2007, h. 31
[19]
Haris Mujiman, Pokok-pokok Penelitian
Ilmiah, al-Hidayah, Jakarta, 1981, h. 31
[20]
Edi Kusnadi, Metodologi Penelitian,
Ramayana Press, Jakarta, 2008, h. 67
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
- Bentuk Penelitian
Bentuk
penelitian ini adalah bentuk kuantitatif. Menurut Sutrisno Hadi bahwa yang
bersifat kuantitatif yaitu “yang digambarkan dengan bilangan atau angka-angka”.[1]
Jadi
bentuk penelitian ini pada perhitungan statistik yang berbentuk jumlah
angka-angka tertentu dan data-data yang diperoleh dari lokasi penelitian dan
tentunya menggunakan pendekatan kuantitatif.
- Jenis dan Sifat Penelitian
Adapun
jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Menurut Soerjono Soekamto
deskriptif adalah memberi “gambaran mengenai suatu individu, keadaan, gejala
kelompok tertentu”.[2]
Sedangkan kuantitatif merupakan perhitungan berdasarkan data statistik. Artinya
penelitian ini memberikan gambaran seberapa besar tingkat keeratan hubungan
antara 2 variabel atau lebih dimana penekanannya pada perhitungan data
statistik yang berbentuk jumlah angka-angka.
Sedangkan
sifat penelitian ini adalah penelitian korelatif menurut Suharsimi Arikunto
“penelitian korelatif bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan
apabila ada seberapa eratnya hubungan serta berarti atau tidak hubungan itu”.[3]
Dengan
demikian penelitian korelatif adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari
hubungan dari kedua variabel yang kemudian akan dapat diketahui seberapa
eratnya hubungan antara kedua variabel tersebut.
B.
Populasi, Sampel, dan
Teknik Sampling
- Populasi
Menurut
Masri Singarimbun populasi adalah “Sejumlah keseluruhan dari unit analisa yang
ciri-cirinya akan diduga-duga”.[4]
Populasi diartikan sebagai jumlah dari seberapa unit yang belum dicapai
keabsahannya. Menurut Sanafiah Faisal populasi adalah “seluruh unit yang ada
dan mempunyai karakteristik atau atribut dari objek”[5]
Dari
uraian di atas maka yang dimaksud populasi adalah keseluruhan objek penelitian.
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMK YPI
Way Jepara Lampung Timur Tahun Pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 32 siswa
- Sampel
Sampel
adalah “….sebagian atau wakil populasi yang diteliti”.[6]
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa sampel merupakan sebagian dari
populasi yang akan diteliti yang sudah mewakili semua.
Dalam
menentukan besarnya jumlah sampel diperlukan teknik tertentu, teknik tersebut
biasa disebut teknik sampling, menurut Sukardi menentukan teknik pengambilan
sampel ini dilakukan setelah ketentuan besarnya responden yang digunakan
sebagai sampel telah diperoleh.
Adapun
penentuan besar sampel menurut Suharsimi Arikunto adalah untuk sekedar
mengetahui hasil sementara apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil
semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi tetapi jika jumlah
subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%[7]
Dari
populasi yang berjumlah 215 siswa penulis mengambil sampel 15% dari keseluruhan
populasi yakni 32 siswa yang menjadi sampel.
- Teknik Sampling
Teknik
yang digunakan dalam penelitian ini yakni teknik purposive sampling yakni
teknik yang dilakukan atas dasar adanya tujuan tertentu sehingga juga dinamakan
sampel bertujuan. Dalam hal ini sampel diambil pada anak kelas X penjualan I
saja dengan pertimbangan adanya kesamaan dalam hal kejuruan dan usia.
C.
Definisi Operasional
Variabel
Definisi
operasional variabel perlu didefinisikan dalam bentuk perumusan yang lebih,
tidak membingungkan dan dapat diobservasikan serta diukur. Menurut Sumadi
Suryabrata adalah “sesuatu yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang
didefinisikan yang dapat diamati”.[8]
- Kemampuan Kognitif
Kemampuan kognitif
merupakan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
tergambar pada hasil belajar.
Indikator kemampuan
kognitif yaitu:
a.
Hasil belajar pendidikan agama islam
b.
Penguasaan pengetahuan agama islam
c.
Pemahaman terhadap pelajaran pendidikan agama islam
- Sikap Keagamaan
Sikap keagamaan merupakan
suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkat laku
sesuai dengan kadar ketaatannya pada agama
1. Akhlak atau
perilaku dengan teman di sekolah
2. Akhlak atau
perilaku dengan guru di sekolah
D.
Metode Pengumpulan Data
Untuk
mendapatkan data yang vailid dan objektif dalam penelitian ini maka diperlukan
beberapa metode diantaranya adalah sebagai berikut
- Metode Angket (Questioner)
Metode
angket adalah suatu pengumpulan data dengan cara penyebaran daftar pertanyaan
kepada responden. Hal ini sesuai dengan pendapat Cholid Naibuko Abu Achmadi.
“Metode
kuesioner adalah “suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai
suatu masalah atau bidang yang akan diteliti. Untuk memperoleh data angket
disebarkan kepada responden (orang-orang yang menjawab jadi yang diselidiki)
terutama pada penelitian survai”.[9]
Questioner
atau angket adalah “sejumlah pertanyaan tertulis yang dipergunakan untuk
memperoleh informasi dari responden mendalam arti laporan tentang pribadinya
atau hal-hal yang diketahuinya”.[10]
Angket
yang penulis gunakan adalah angket langsung dimana data yang penulis kumpulkan
diperoleh dari siswa yang dijadikan sampel sedangkan dari jenis sistem
pembuatannya penulis menggunakan jenis angket tertutup dimana responden cukup
memberikan tanda silang pad salah satu jawaban. Dan dari segi penyusunan
itemnya menggunakan bentuk pilihan ganda yaitu responden diminta untuk memilih
salah satu dari beberapa jawaban alternatif yang disediakan.
Angket
ini ditujukan kepada siswa guna memperoleh data tentang sikap keagamaan
siswa.
- Metode Observasi (Pengamatan)
Pengamatan
adalah “alat pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati dan mencatat secara
sistematik gejala-gejala yang diselidiki”.[11]
Metode
ini untuk memperoleh data sikap kegamaan siswa dalam bentuk akhlak / perilaku
siswa sehari-hari di lingkungan sekolah dengan cara pengamatan langsung.
- Metode Dokumentasi
Menurut
Suharsimi Arikunto metode dokumentasi adalah “Menyelidiki benda-benda tertulis
yang berupa buku-buku, majalah-majalah, dokumen, notulen, raport, catatan dan
sebagainya”.[12]
Metode
ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan kognitif siswa SMK
YPI Way Jepara Lampung Timur.
- Metode Wawancara
Wawancara (interview) mempunyai makna
“percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”.[13]
Menurut W. Gulo wawancara adalah bentuk
komunikasi secara langsung antara peneliti dan responden, komunikasi
berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak
dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara
verbal.[14]
Pelaksanaan
penelitian ini menggunakan metode interview bebas, dimana pewawancara bebas
menanyakan apa saja tetapi juga mengingat data apa yang akan dikumpulkan.
Metode ini merupakan metode pendukung yang akan digunakan untuk memperoleh data
tentang sikap keagamaan siswa.
E.
Teknik Analisa Data
Adapun
teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data
statistik “korelasi product moment” dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan
rxy =
Angka indeks korelasi “r” product moment
N = Number of coses
∑xy =
Jumlah hasil perkembangan antara skor x dan skor y
∑x = Jumlah seluruh skor x
∑y = Jumlah seluruh skor y[15]
Rumus
di atas untuk mencari korelasi antara variabel x dan y selanjutnya harga rxy
hitung itu dikonsultasikan dengan kriteria indeks korelasi setelah itu
dikonsultasikan lagi dengan nilai koefisien korelasi r product moment untuk
berbagai db pada taraf signifikansi 5% dan 1% maka akan ditemukan signifikan
atau tidaknya r tabel.
KERANGKA LAPORAN
Halaman Sampul Depan
Halaman Judul
Halaman Abstraksi
Halaman Pengesahan
Halaman Motto
Halaman Persembahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Bagan
Daftar Lampiran
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
B. Identifikasi
Masalah
C. Pembatasan
Masalah
D. Perumusan
Masalah
E. Tujuan dan
Manfaat Penelitian
BAB II LANDASAN TEORITIK
A. Deskripsi Teori
1. Konsep Vriabel
2. Teori
3. Hasil Penelitian
yang Relevan
B. Kerangka
Berpikir dan Paradigma
C. Hipotesis
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain
Penelitian
B. Populasi dan
Sampel
C. Definisi
Operasional Variabel
D. Metode
Pengumpulan Data
E. Instrumen
Penelitian
F.
Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
B. Pengujian
Persyaratan analisis Data
C. Pengujian
Hipotesis
D. Pembahasan
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, Bumi
Aksara, Jakarta, 1991
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta Rajawali Press, 1997
Cholid Naibuko Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta,
2003.
Departemen Agama RI, Al-qu’ran dan terjemahnya, CV. Penerbit
Diponegoro, Bandung. 2005.
Edi Kusnadi, Metodologi Penelitian, Ramayana Press, Jakarta, 2008
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, PT. Bumi Aksara,
Jakarta, 2008.
Haris Mujiman, Pokok-pokok Penelitian Ilmiah, al-Hidayah, Jakarta, 1981
Jalaluddin, Psikologi Agama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995
Juhri, Landasan dan Wawasan Pendidikan, Laemlit UM Metro Press, 2009.
Lexy J Mueleng, Metode Penelitian Kuantitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung,
2000 .
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Sosial, Rineka Cipta, Jakarta, 1993.
Muhamad Quthab, Sistem Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1993.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.
Ramayulis, Psikologi agama, Kalam Mulia, Jakarta, 2009
Sanafiah Faisal, Metode Penelitian Sosial, Usaha Nasional, Surabaya, 1982
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, Bulan Bintang,
Jakarta, Cet Ke 7, 1996
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum. IUI Press, Jakarta, 1986
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Rineka Cipta, Jakarta, 1998.
__________, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta,
Jakarta, 2006
Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, Rajawali Press, Jakarta, 1991
Sunarto dan Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Rineka
Cipta, Jakarta, 2008
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yayasan Penelitian Fakultas Psikologi UGM,
1981
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2004
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi
STAIN Jurai Siwo Metro, 2007
W. Gulo, Metodologi Penelitian, Grasindo, Jakarta, 2004
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2006.
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 2007.
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1996
[1]
Sutrisno Hadi, Metodologi Research,
Yayasan Penelitian Fakultas Psikologi UGM, 1981, h. 220
[2]
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian
Hukum. IUI Press, Jakarta, 1986, h. 10
[3]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, h. 251
[4]
Masri Singarimbun, Metode Penelitian
Sosial, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, h. 102
[5]
Anafiah Faisal, Metode Penelitian Sosial,
Usaha Nasional, Surabaya, 1982, h. 29
[6]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta, 2006, h. 267
[7] Ibid, h. 134
[8]
Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian,
Rajawali Press, Jakarta, 1991, h. 76
[9]
Cholid Naibuko Abu Achmadi, Metodologi
Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, cet: ke V, 2003, h. 76
[10]
Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h. 151
[11]
Cholid Naibuko Abu Achmadi, Op. Cit,
h. 70
[12]
Suharsimi Arikunto, Op. Cit, h. 231
[13]
Lexy J Mueleng, Metode Penelitian
Kuantitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000. h. 75
[14]
W. Gulo, Metodologi Penelitian, Grasindo, Jakarta, 2004. h. 119
[15]
Anas Sudijono, Pengantar Statistik
Pendidikan, Jakarta Rajawali Press, 1997, h. 193
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yang sopan