BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara semakin
meningkat pula kebutuhan masyarakat dalam pemenuhan pendanaan untuk membiayai
proyek pembangunan, namun dana pemerintah yang bersumber dari APBN sangat terbatas,
untuk menutupi kebutuhan tersebut, pemerintah menggandeng dan mendorong pihak
swasta untuk ikut serta berperan aktif dalam membiayai pembangunan potensi
ekonomi bangsa. Pihak swasta baik individual maupun kelembagaan memiliki
pendanaan terbatas untuk memenuhi operasional dan pengembangan usahanya.
Terbatasnya kemampuan finansial lembaga negara dan swasta tersebut, maka perbankan nasional memegang
peran penting dan strategis dalam kaitannya dengan persediaan permodalaan pengembangan sektor produktif. Bank sebagai lembaga perantara jasa
keuangan yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan
dengan dana tersebut dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yang tidak
disediakan dari lembaga yang sebelumnya.
|
Menurut
Muhammad dalam bukunya Manajemen Pembiayaan Bank Syariah bahwa pengertian dari
Bank Syariah adalah:
“ Lembaga
keuangan perbankan yang operasionalnya dan produknya di kembangkan berlandasan
Al –Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain Bank Syariah adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam
lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang operasionalnya disesuaikan
dengan prinsip syariat Islam.[1]
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Bank
Syariah dalam menjalankan operasionalnya dan produknya harus berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist atau
syariat Islam. Di sini dapat dilihat
sesungguhnya Bank Syariah bukan hanya mementingkan dunia semata melainkan juga
akhirat, ini tersirat dari
operasional Bank Syariah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist.
Saat ini bukan hanya lembaga keuangan syariah
bersekala besar yang mampu berkembang seperti Bank Syariah namun lembaga
keuangan syariah berskala kecil pun mulai menunjukan perkembangan seperti halnya
Baitul Mal wa at-Tamwil (BMT).
Di Indonesia sendiri setelah berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip
syariah. Operasinalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyakat kecil dan
menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro,
seperti BPR syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasional
daerah.[2]
Bank
Syariah maupun BMT memiliki berbagai
macam produk yang ditawarkan dalam menjalankan usahanya, adapun berbagai macam
produk yang terdapat pada Bank Syariah maupun BMT sebagai berikut;
a.
Wadi’ah (Titipan)
b.
Musyarakah (Kerja sama)
c.
Mudharabah (Bagi hasil)
d.
Ijaroh (Sewa)
e.
Murabahah (Jual beli)
f.
Ujroh (Fee)
g.
Hiwalah (Talangan)
Berbagai macam
produk dan jasa yang ditawarkan oleh BMT maupun Bank Syariah, produk Murabahah
yang paling banyak digunakan dalam kegiatan usahanya dalam memberikan
pembiayaan. Seperti terdapat pada republika.co.id bahwa sekitar 60 % dari
produk perbankan syariah di Indonesia adalah Murabahah. Sedangkan sisanya
sebanyak 40 % merupakan produk mudharabah.[4]
Dominannya
produk murabahah dalam pemenuhan pembiayaan pada BMT dan Bank Syariah tersebut
dikarenakan masyarakat lebih menyukai dan potensi pasar yang membuat pelaku
perbankan mengembangkan produk ini.
Adapun
pengertian dari murabahah adalah Jual Beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati.[5]
Ataupun menurut Adiwarman Karim secara singkat murabahah adalah akad jual beli
barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakti oleh
penjual dan pembeli.[6]
Melihat dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa murabahah adalah suatu akad jual
beli di mana penjual ataupun bank menyatakan harga pokok penjualan dan
keuntungan kepada pembeli atau nasabah dan telah disepakati oleh kedua belah
pihak yang melakukan akad. Adapun landasan hukum dari Murabahah yang terdapat
dalam Qs. Al baqarah: 275
…3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
4 …
Artinya ;
Ayat di atas sangat jelas bahwa Allah SWT telah menghalalkan Jual beli dan
mengaramkan riba, karena jual beli merupakan kegiatan yang tidak terlepas dalam
kegiatan masyarakat sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam perbankan syariah
dikenal dengan produk murabahah dan pada produk ini jauh dari praktek riba.
Produk murabahah juga terdapat Di BMT Al Ihsan Kota Metro dan produk
tersebut juga sangat dominan didalam pengembangan usahanya terlihat dalam
beberapa tahun yang lalu hingga sekarang jumlah nasabah yang melakukan
pembiayaan sangat banyak dan dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1
Jumlah Nasabah
Pembiayaan Produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro
No.
|
Tahun
|
Jumlah Nasabah
|
1.
|
2007
|
176
|
2.
|
2008
|
180
|
3.
|
2009
|
175
|
4.
|
2010
|
193
|
5.
|
April 2011
|
218
|
Sumber
: BMT Al Ihsan[8]
Melihat
dari jumlah nasabah yang melakukan pembiayaan murabahah dari tahun 2007 hingga
April 2011 menunjukan bahwa produk ini dapat diterima dengan baik dimasyarakat
dan mampu membantu masyarakat meningkatkan usahanya khususnya masyarakat yang
ada di Kota Metro.
Berkembangnya suatu lembaga keuangan akan semakin besar pula resiko yang
akan dihadapi hal tersebut juga terjadi pada BMT Al Ihsan, melihat banyaknya
nasabah yang melakukan pembiayaan murabahah maka resiko yang dihadapi semakin
besar. Resiko ataupun masalah yang akan timbul adalah pembiayaan bermasalah
pada produk murabahah, yang mana akan menyebabkan ketidak stabilan pendanaan
dari BMT tersebut, karena uang yang diberikan untuk suatu pembiayaan tidak
dapat kembali dengan tepat waktu.
Dalam pembiayaan bermasalah menurut Muhammad ada berberapa
faktor yang menyebabkan
terjadinya pembiyaan bermasalah yaitu faktor internal dan external.
1.
Faktor internal
a.
Peminjam kurang cakap dalam usaha
tersebut,
b.
Manajemen tidak baik atau kurang
rapih,
c.
Laporan keuangan tidak lengkap,
d.
Penggunaan dana yang tidak sesuai
dengan perencanaan,
e.
Perencanaan kurang matang,
f.
Dana yang diberikan tidak cukup
untuk menjalankan usaha tersebut.
2.
Faktor external
a.
Aspek pasar kurang mendukung,
b.
Kemampuan daya beli masyarakat
rendah,
c.
Kebijakan pemerintah,
d.
Pengaruh lain diluar usaha,
e.
Kenakalan peminjam.[9]
Dapat di lihat
dari uraian di atas bahwa pembiayaan
bermasalah yang timbul di suatu
lembaga keuangan didasari oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor internal atau faktor dari lembaga keuangan itu sendiri yang kurang selektif dalam
memberikan suatu pembiayaan kepada nasabahnya, sedangkan faktor yang kedua yaitu faktor external atau dari peminjam/nasabah
itu sendiri yang dengan sengaja untuk tidak memenuhi kewajibannya untuk
membayar angsuran ataupun usaha yang dijalankan tidak berkembang.
Dari pra survai yang dilakukan di BMT Al Ihsan bahwasanya
di lembaga tersebut memiliki permasalahan dengan proses penyelesaian pembiayaan
bermasalah terutama pada pembiayaan Murabahah. Dari total pembiayaan yang dilakukan oleh BMT Al Ihsan pada April Tahun
2011 sebesar Rp. 259.095.700.00,- dengan nasabah berjumlah 218 orang terdapat
pembiayaan bermasalah yang sangat tinggi yaitu sebesar 37% dari jumlah nasabah
yang melakukan pembiayaan atau setara dengan 81 orang yang menjadi pembiayaan
bermasalah.[10]
Pembiayaan
bermasalah merupakan salah satu resiko besar yang ada di setiap dunia perbankan
baik pada bank umum, bank syariah maupun pada BMT sekalipun tidak dapat
terhindar dari resiko pembiayaan bermasalah. Dalam Islam salah satu cara
penyelesaian tertuang dalam Qs. Al – Baqarah : 280.
bÎ)ur c%x. rè ;ouô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouy£÷tB 4
br&ur (#qè%£|Ás? ×öyz óOà6©9 (
bÎ) óOçFZä. cqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ
Artinya :
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh
sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.(Qs. Al-Baqarah[2] : 280)[11]
Melihat
ayat di atas bahwasannya orang yang mengalami kesusahan untuk melunasi
hutangnya maka berilah tangguh waktu kepadanya sampai ia mampu untuk melunasi
hutang tersebut. Islam dalam menyelesaikan masalah hutang mengedepankan aspek
musyawarah ataupun negosiasi hal ini untuk menghindarkan perselisihan yang akan
timbul oleh masalah tersebut dan membuat kerukunan diantara umat manusia.
Dalam
perbankan memiliki kebijakan yang mengatur tata cara penyelesaian pembiayaan
bermasalah minimal mencakup;
Apabila jumlah seluruh
pembiayaan yang kualitasnya tergolong bermasalah dan telah berusaha mencapai
persentase tertentu dari pembiayaan secara keseluruhan, maka wajib:
a. Membuat laporan
pembiayaan bermasalah secara tertulis
b. Membuat satuan
kerja/kelompok/tim kerja penyelesaian pembiayaan bermasalah
c. Menyusun program
penyelesaian pembiayaan bermasalah
d. Mengevaluasi
efektivitas program penyelesaian pembiayaan bermasalah.[12]
Adapun
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi
Nasabah tidak Mampu Membayar, maka Lembaga Keuangan Syariah boleh melakukan
penyelesaian dengan ketentuan :
a. Obyek murabahah atau
jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar
yang di sepakati;
b. Nasabah melunasi sisa
hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan;
c. Apabila penjualan
melebihi sisa hutang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah;
d. Apabila nasabah tidak
mampu membayar sisa hutangnya, maka LKS dapat membebaskanya;
e. Jika salah satu pihak
tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.[13]
Melihat
cara penyelesaian pembiayaan bermasalah di atas, merupakan beberapa cara
penyelesaian terbaik yang ada. Namun pada BMT Al Ihsan Kota Metro mengalami
kesulitan terhadap penyelesaian pembiayaan bermasalah itu terlihat dari jumlah
nasabah yang mencapai 81 nasabah yang bermasalah, pihak BMT Al Ihsan hanya
mampu menyelesaikan sekitar 17 nasabah.[14]
Hal ini menandakan adanya kesalahan dalam melakukan proses penyelesaian
pembiayaan bermasalah yang dilakukan BMT Al Ihsan, sehingga penyelesaian selalu
mengalami kegagalan.
B. Fokus Penelitian
Dalam melakukan proses penyelesaian pembiayaan
bermasalah BMT Al Ihsan belum maksimal sehingga masalah tersebut belum dapat
terselesaikan secara tuntas terutama pada produk Murabahah. Dengan demikian
fokus penelitian dalam penelitian ini adalah “ mengenai proses penyelesaian
pembiayaan bermasalah produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro”
1. Batasan Masalah
Penelitian ini akan mengkaji tentang proses
penyelesaian pembiayaan bermasalah produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
“Mengapa proses
penyelesaian pembiayaan bermasalah produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro
belum berjalan dengan baik” ?
3. Tujuan dan Manfaat
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari
penelitian ini adalah; Mengetahui Analisis proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk
Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro.
Manfaat penelitian ini adalah
:
1)
Bagi akademisi, dapat digunakan
sebagai sarana untuk menambah wawasan keilmuan dan dapat digunakan sebagai
masukan dan refrensi bagi pihak-pihak yang melakukan penelitian serupa.
2)
Bagi pihak manajemen (BMT Al Ihsan
Kota Metro) dapat sebagai pertimbangan dalam melakukan proses penyelesaian
pembiayaan bermasalah.
3)
Bagi penulis, untuk menambah
wawasan tentang kegiatan usaha BMT dan dapat mengetahui cara kerja dari
produk-produk BMT.
C.
Tinjauan Pustaka (prior research)
Bagian ini memuat uraian
secara sistematis mengenai hasil penelitian terdahulu (prior research) tentang persoalan yang akan dikaji dalam skripsi.
Peneliti mengemukakan dan menunjukan dengan tegas bahwa masalah yang akan
dibahas belum pernah diteliti sebelumnya. Untuk itu, tinjauan kritis terhadap
hasil kajian terdahulu perlu dilakukan dalam bagian ini. Sehingga dapat
ditentukan dimana posisi penelitian yang akan dilakukan berada.[15]
Dari
pengertian tersebut, penulis mengutip skripsi yang terkait dengan permasalahan
yang akan diteliti sehingga akan terlihat dari sisi mana peneliti dalam membuat
suatu karya ilmiah. Disamping itu, akan terlihat suatu perbedaan tujuan yang
ingin dicapai oleh masing-masing pihak.
Dalam penelitian
sebelumnya, Pujiono
(mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro) telah melakukan penelitian di desa sumber
agung kecamatan metro kibang Tahun
2003 mengenai “ jual beli ijon dalam
perspektif ekonomi islam. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah
jual beli yang dilakukan oleh masyarakat desa sumber agung kecamatan metro
kibang itu diperbolehkan dalam islam.
Dalam
penelitian lainnya Neny indriyani telah melakukan penelitian di desa Sukasari Lampung Timur Th. 2004, mengenai jual beli dua harga
dalam perspektif islam. Penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah jual beli dua harga di perbolehkan
dalam islam.
Dari uraian
diatas, penulis pahami bahwa fokus penelitian yang dilakukan oleh Pujiono
adalah untuk meneliti apakah jual beli secara ijon diperbolehkan dalam pandangan
islam. Dan hasil penelitian tersebut dapat di simpulkan bahwa dalam
pelaksanaannya warga desa sumber agung kecamatan metro kibang melakukan jual
beli ijon dikarenakan faktor ekonomi dan penghasilan dan juga karena minimnya
pengetahuan warga sumber agung dalam hal muamalah secara islami. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Neni Indriyani adalah untuk meneliti tentang
jual beli dua harga dalam perspektif ekonomi islam apakah di perbolehkan oleh
islam atau tidak.
Dari uraian
diatas yang menjelaskan berbagai tujuan dalam penelitian yang lalu, maka
penulis ingin melakukan penelitian tentang “Peningkatan volume penjualan
melalui agen pada perusahaan jati ukir Evi Jaya Meubel rawa pitu tulang bawang”. Penelitian ini akan mendeskripsikan
bagaimana perusahaan jati ukir evi jaya meubel dalam memasarkan produknya yaitu
melalui agen atau perantara.
Dengan
demikian dapat ditegaskan bahwa karya ilmiah penelitian dengan judul : Peningkatan
volume penjualan melalui agen pada perusahaan jati ukir Evi Jaya Meubel rawa
pitu tulang bawang, Belum pernah diteliti sebelumnya khususnya di lembaga STAIN
Jurai Siwo Metro.
[2] http://isa.wordpress.com/2010/07/19
[3] H. Malayu S.P Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, Bumi Aksara,
Jakarta, h. 40
[4] http://republika.co.id/11/04/28
[5] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema
Insani, Jakarta, h. 101
[6] Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan edisi dua, PT Raja Grafindo Mandiri, Solo, h.47
[7] Departemen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, PT
Tiga Serangkai Mandiri, Solo, h. 47.
[8] Hasil wawancara dengan Bpk. Sunaryo selaku
ketua BMT pada 12 Mei 2011 di kantor BMT Al Ihsan Kota Metro.
[10]
Hasil wawancara dengan Bpk. Sunaryo selaku ketua BMT pada Tanggal 12 Mei 2011 di kantor BMT Al Ihsan
Kota vMetro.
[11] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, PT Tiga Serangkai Mandiri, Solo, h.47
[12] H. Veithzal Rivai dan Andria Permata
Veithzal, Islamic Financial Management,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, h. 207
[13] Fatwa Dewan Syariah Nasional, No.
47/DSN-MUI/II/2005, Penyelesaian Piutang
Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu
Membayar.
[14]
Hasil wawancara dengan Bpk. Sunaryo selaku ketua BMT pada Tanggal 12 Mei 2011 di kantor BMT Al Ihsan
Kota Metro.
[15]Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah edisi revisi, STAIN Jurai Siwo Metro,
2010, h. 27
BAB II
KERANGKA TEORI
A.
BAITUL MAL Wa At-TAMWIL (BMT)
1.
Pengertian Baitul Mal Wa At-Tamwil
Baitul mal Wa at-Tamwil
(BMT) adalah lembaga swadaya masyarakat, dalam artinya, didirikan dan
dikembangkan oleh masyarakat. Terutama sekali pada awal pendiriannya, biasanya
dilakukan dengan mengunakan sumber daya, termasuk dana atau modal, dari
masyarakat setempat itu sendiri.[1] Sedangkan menurut Nurul Huda dan Mohammad
Haykal dalam Bukunya Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, yang
dimaksud dengan BMT adalah lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil
dengan berlandasan Islam. Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk
memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan Bank Islam
dan BPR Islam. Baitul Mal wa at-Tamwil (BMT)
merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah yaitu:
a.
14
|
Sebagai Bait
al-Mal, beberapa bagian dari kegiatan BMT dijalankan tanpa orientasi
mencari keuntungan. BMT berfungsi sebagai pengemban amanah, serupa dengan amil
zakat, menyalurkan bantuan dana secara langsung kepada pihak yang berhak dan
membutuhkan. Sumber dana kebanyakan berasal dari zakat, infak dan shadaqoh.
Adapun bentuk penyaluran dana atau bantuan yang diberikan cukup beragam. Ada
yang murni bersifat hibah, dan adapula yang merupakan pinjaman tanpa dibebani
biaya dalam pengembalianya.
Sebagai Bait at Tamwil, BMT terutama berrfungsi
sebagai suatu lembaga keuangan syariah yang melakukan upaya penghimpunan dana
penyaluran dana prinsip syariah. Prinsip syariah yang paling mendasar dan
sering digunakan adalah sistem bagi hasil yang adil, baik dalam hal
penghimpunan maupun penyaluran dana.[3]
2.
Fungsi Baitul Mal Wa At-Tamwil (BMT)
Dalam
rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi sebagai berikut;
a. Mengidentifikasi,
memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi serta
kemampuan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat (pokusma) dan
daerah kerjanya.
b. Meningkatkan kualitas
SDM anggota dan pokusma menjadi lebih profesional dan islamin sehingga semakin
utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan modal.
c. Menggalang dan
memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
anggota.
d. Menjadi perantara
keuangan (financial intermediary) antara
agninya sebagai shohibul maal dengan du’afa sebagai mudhorib, terutama untuk
dana-dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah, dll.
e.
Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara pemilik dana (shohibul maal), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan
pengguna dana (mudhorib) untuk
pengembangan usaha produktif.[4]
B. PEMBIAYAAN
1.
Pengertian Pembiayaan
Sebagaimana
Veitzal Rivai dan Adrian Permata Veitzal mengatakan bahwa:
Istilah
pembiayaan pada intinya berarti I
believe, I trust “saya percaya” atau saya menaruh kepercayaan. Perkataan
pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust),
berarti lembaga pembiayaan selaku shohibul maalmenaruh kepercayaan kepada
seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan.[5]
Sedangkan kredit tidak jauh berbeda dengan
pembiayaan, perkataan kredit berasal dari bahasa latin Credo yang berarti “ saya
percaya” yang merupakan kombinasi dari bahasa sangsekerta Cred yang artinya
“ kepercayaan” dan bahasa latin “do” yang berarti “ saya tempatkan”. Atas dasar
kepercayaan kepada seseorang yang memerlukannya maka diberikan uang, barang atau
jasa dengan syarat membayar kembali atau memberi penggantinya dalam waktu yang
telah dieperjanjikan.[6]
Pengertian kredit menurut UU 10/2008
tentang perbankan pasal 1 angka 11 adalah: penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.[7]
Menurut
Kasmir dalam bukunya Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya pembiayaan adalah;
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayaai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil, dengan kata lain pembiayaan yaitu penyediaan uang yang telah
diperjanjikan atau disepakati antara kedua belah pihak dan mengembalikan dengan
imbalan ataupun bagi hasil.”[8]
Melihat dari berbagai
pengertian diatas bahwasannya pembiayaan dan kredit memilki kesamaan yaitu
suatu kepercayaan yang diberikan oleh Shohibul
maal atau pemilik dana untuk memberikan dana, barang atau jasa dan mengembalikan uang atau tagihan setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan yang telah diperjanjikan atau disepakati
antara kedua belah pihak dan mengembalikan dengan imbalan bunga ataupun bagi
hasil.
2.
Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
Tujuan dari pembiayaan merupakan bagian dari tujuan
bank sebagai perusahaan, yaitu memperoleh keuntungan bagi kesejahteraan
nasabahanya.[9] Menurut
Muhammad tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua yaitu secara makro dan mikro,
secara makro pembiayaan bertujuan untuk;
a.
Peningkatan
ekonomi umat,
b.
Tersedianya
dana bagi peningkatan usaha,
c.
Meningkatkan
produktifitas,
d.
Membuka
lapangan keja baru,
e.
Terjadinya
distribusi pendapatan.
Adapun secara mikro, pembiayaan
diberikan bertujuan untuk;
a.
Upaya
memaksimalkan laba,
b.
Upaya
meminimalkan resiko,
c.
Pendayagunaan
sumber ekonomi,
d.
Penyaluran
kelebihan dana.[10]
Adapun fungsi dari pembiayaan
diantaranya;
a.
Meningkatkan
daya guna uang,
b.
Meningkatkan
daya guna barang,
c.
Meningkatkan
peredaran uang,
d.
Menimbulkan
gairah berusaha,
e.
Stabilitas
ekonomi,
f.
Sebagai
jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.[11]
3. Unsur-unsur
dan Manfaat Pembiayaan
Adapun
unsur-unsur pembiayaan menurut Kasmir sebagai berikut;
a. Kepercayaan
Yaitu suatu
keyakinan pemberi pembiayaan bahwa pembiayaan yang diberikan akan benar-benar
diterima kembali dimasa tertentu dimasa mendatang.
b. Kesepakatan
Kesepakatan
ini dituangkan didalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak
menandatangani hak dan kewajibannya. Sepakat penyaluran pembiayaan dituangkan
dalam akad pembiayaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu BMT
(koperasi) dan anggotanya.
c. Jangka Waktu
Setiap
pembiayaan yang diberikan mempunyai jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan. Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah
disepakati. Hamper dapat dipastikan bahwa tidak ada pembiayaan yang tidak
memiliki jangka waktu.
d. Resiko
Dalam
memberikan pembiayaan kepada pengusaha tidak selamanya bank mengalami
keuntungan, bank juga bias mengalami suatu resiko kerugian. Resiko ini muncul
karena ada tenggang waktu pengembalian (jangka waktu). Semakin panjang waktu
suatu pembiayaan maka semakin besar resiko tidak tertagih, demikian pula
sebaliknya.
e. Balas jasa
Merupakan
keuntungan atas pemberian suatu pembiayaan atau jasa tersebut yang kita kenal
dengan margin (bagi hasil).[12]
Berdasarkan
unsur tersebut diatas membuktikan bahwa pada dasarnya pembiayaan merupakan
pemberian kepercayaan dan berarti pula prestasi yang diberikan benar-benar
diyakini dapat dikembalikan pleh penerima pembiayaan sesuai dengan jangka waktu
dan syarat yang telah disepakati oleh semua pihak.
Manfaat yang diperoleh dari pembiayaan yang diberikan
oleh BMT antara lain;
a.
Manfaat pembiayaan ditinjau dari
sudut kepentingan debitur.
Dengan adanya pembiayaan dari BMT akan terpenuhi kebutuhan dana dan modal
dalam melaksanakan suatu usaha.
b.
Manfaat pembiayaan ditinjau dari
kepentingan masyarakat luas.
Pembiayaan dari BMT dapat meningkatkan pendapatan dan pemerataan
pendapatan masyarakat. Selain itu dengan menyimpan dana di BMT masyarakat
berharap dana yang disimpan kembali utuh dan aman. Masyarakat akan sangat
diuntungkan karena membantu memperoleh factor-faktor produksi dengan mudah dan
cepat.[13]
4. Jenis-jenis
dan Kolektibilitas Pembiayaan
Sesuai dengan akad pengembangan produk, maka bank
syariah memiliki banyak jenis pembiayaan. Jenis pembiayaan pada dasarnya dapat dikelompokan menurut beberapa
aspek yaitu;
1.
Pembiayaan Modal Kerja
a.
Pembiayaan Modal Kerja Syariah
Secara umum, yang dimaksud dengan Pembiayaan Modal Kerja (PMK) Syariah adalah
pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai
kebutuhan modal usahanya berdasarkan prinsip syariah.[14]
b.
Pembiayaan Investasi
Yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan investasi atau
pengadaan barang konsumtif.[15]
2.
Pembiayaan Menurut Jangka Waktu
dibedakan menjadi;
a.
Pembiayaan jangka waktu pendek,
pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai 1 tahun
b.
Pembiayaan jangka waktu menengah,
pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai 3 tahun.
Secara umum kolektibilitas
pembiayaan dikategorikan menjadi lima macam, yaitu;
1.
Lancar atau kolektibilitas 1
2.
Kurang lancar atau kolektibilitas 2
3.
Diragukan atau kolektibilitas 3
4.
Perhatian khusus atau kolektibilitas 4
5.
Macet atau kolektibilitas 5[17]
Adapun penjelasan dari kolektibilitas tersebut;
a. Lancar
Pembiayaan digolongkan
lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut;
· Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok
· Terdapat tunggakan angsuran pokok tetapi tidak melampaui satu
bulan.
b. Kurang lancar
Pembiayaan digolongkan
kurang lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut;
· Terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampauisatu bulan
tetapi belum melampaui dua bulan.
· Terdapat tunggakan
bagi hasil/ profit margin.
c. Diragukan
Pembiayaan digolongkan
diragukan apabila pembiayaan yang bersangkutan tidak memenuhi kriteria lancar
dan kurang lancar, seperti tersebut pada kriteria lancar dan kurang lancar.
Akan tetapi pembiayaan masih dapat diselamatkan dan agunannya
sekurang-kurangnya 75% dari total pembiayaan.
d. Macet
Pembiayaan digolongkan macet apabila :
· Tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar dan
diragukan atau
· Memenuhi kriteria
diragukan tersebut tetapi jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan
belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan.[18]
5. Pembiayaan
Bermasalah
Pengertian
pembiayaan bermasalah adalah debitur mengingkari janji mereka membayar bunga (margin) atau pokok angsuran yang telah
jatuh tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak
ada pembayaran.[19] Pembiayaan bermasalah ialah pembiayaan
yang tergolong pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan dan pembiayaan
macet.[20]
Dalam dunia perbankan Internasional, pembiayaan atau kredit dapat dikategorikan
dalam pembiayaan atau kredit bermasalah bila mana;
a.
Terjadinya keterlambatan pembayaran
bunga (margin) atau pokok angsuran lebih dari 90 hari sejak tanggal jatuh
temponya,
b.
Tidak dilunasi sama sekali, atau;
c.
Diperlukan negosiasi kembali atas
syarat pembayaran kembali pembiayaan atau kredit dan margin yang tercantum
dalam perjanjian pembiayaan.[21]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
bermasalah yaitu suatu keadaan dimana nasabah tidak sanggup membayar sebagian
atau keseluruhan kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan
dalam perjanjian pembiayaan dan
masuk di dalam kolektibilitas pembiayaan.
Dalam
perbankan ataupun pada setiap lembaga keuangan pembiayaan bermasalah harus
segera diselesaikan guna tidak mengganggu liquiditas
dari suatu bank ataupun lembaga keuangan lainnya. Adapun berbagai cara yang di
tempuh untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah diantaraanya ;
Menurut
Muhammad, untuk mengantisipasi hal tersebut maka bank syariah harus mampu
menganalisis penyebab permasalahannya.
1.
Analisa sebab
kemacetan
-
Faktor
internal
a.
Peminjam
kurang cakap dalam usaha tersebut,
b.
Manajemen
tidak baik atau kurang rapih,
c.
Laporan
keuangan tidak lengkap,
d.
Penggunaan
dana yang tidak sesuai dengan perencanaan,
e.
Perencanaan
kurang matang,
-
Faktor
external
a.
Aspek pasar
kurang mendukung,
b.
Kemampuan
daya beli masyarakat rendah,
c.
Kenakalan
peminjam
d.
Pengaruh lain
diluar usaha,
2. Menggali potensi peminjam
Anggota yang mengalami
kemacetan dalam memenuhi kewajiban harus dimotivasi untuk memulai kembali atau
membenahi dan mengantisipasi kemacetan usaha atau angsuran, untuk itu perlu
digali potensi yang ada pada peminjam agar dana yang telah digunakan lebih
efektif digunakan.
3. Melakukan perbaikan akad (remedial)
4. Memberikan peminjaman ulang, dalam bentuk
pembiayaan Qardul Hasan
5. Penundaan pembayaran
6. Memperkecil angsuran dengan memperpanjang waktu
akad dan margin baru (rescheduling)
7. Memperkecil margin
keuntungan/bagi hasil.[22]
Menurut Yusak Laksamana menangani pembiayaan
bermasalah dengan melakukan restrukturisasi
pembiayaan.
Restrukturisasi pembiayaan
adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat
menyelesaikan kewajibannya, diantaranya:
·
Penjadwalan
kembali (rescheduling), yaitu
perubahan jadwal pembayaran kewaajiban nasabah atau jangka waktunya.
·
Persyaratan
kembali (reconditioning), yaitu
perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan
jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan atau pemberian potongan
sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada
bank.
·
Penataan kembali
(restructuring), yaitu perubahan
persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling
atau reconditioning.[23]
Menurut H.
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Dalam perbankan memiliki kebijakan
yang mengatur tata cara penyelesaian pembiayaan bermasalah minimal mencakup;
Apabila jumlah seluruh
pembiayaan yang kualitasnya tergolong bermasalah dan telah berusaha mencapai
persentase tertentu dari pembiayaan secara keseluruhan, maka wajib:
a.
Membuat
laporan pembiayaan bermasalah secara tertulis
b.
Membuat
satuan kerja/kelompok/tim kerja penyelesaian pembiayaan bermasalah
c.
Menyusun
program penyelesaian pembiayaan bermasalah
d.
Mengevaluasi
efektivitas program penyelesaian pembiayaan bermasalah.[24]
Sedangkan
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi
Nasabah tidak Mampu Membayar, maka Lembaga Keuangan Syariah boleh melakukan
penyelesaian dengan ketentuan :
a.
Obyek
murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS
dengan harga pasar yang di sepakati;
b.
Nasabah
melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan;
c.
Apabila
penjualan melebihi sisa hutang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah;
d.
Apabila
nasabah tidak mampu membayar sisa hutangnya, maka LKS dapat membebaskanya;
e.
Jika salah
satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.[25]
C. PRODUK MURABAHAH
1. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli
atas suatu barang, dengan harga yang disepakati antara penjual dan pembeli,
setelah sebelumnya penjual menyebutkan dengan sebenarnya harga perolehan atas
barang tersebut dan besarnya keuntungan yang diperoleh.[26]
Menurut Muhammad Murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah
yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin/keuntungan
yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.[27]
Sedangkan menurut Adiwarman Karim secara singkat murabahah adalah akad jual
beli barang dengan menyatakan harga perolehahan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.[28]
Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah yaitu
penyediaan dana dari suatu transaksi jual beli barang antara dua belah pihak
yaitu bank syariah dan nasabah, dimana bank syariah membeli barang dan
menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga perolehan dan ditambah dengan
keuntungan/margin yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
2. Dasar Hukum Produk
Murabahah
a.
Al-Qur’an Surah Al Baqarah [2]:
275
3...
¨@ymr&ur
ª!$#
yìøt7ø9$#
tP§ymur
(#4qt/Ìh9$#
...4
Artinya ;
… “Padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba” …(Qs. Al baqarah [2} : 275)[29]
b.
Al Qur’an Surah Al Anisa’ [4]: 29
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4
wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4
¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Artinya,
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Qs. Al Anisa’ [4]:29)[30]
Berdasarkan
firman Allah diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Allah telah menghalalkan
jula beli dan mengharamkan riba dan berlaku suka sama-suka, seperti pengertian
dari murabahah yaitu suatu akad jual bel yang dilakukan oleh bank dan nasabah
dengan memberikan harga perolehan dan keuntungan/margin yang telah disepakati
bersama.
3. Syarat dan Rukun
Murabahah
Adapun rukun
Murabahah yaitu;
a. Ba’iu (penjual)
b. Musytari (pembeli)
c. Mabi’ (barang yang
diperjual belikan)
d. Tsaman (harga barang)
e. Ijab qabul (pernyataan
serah terima)
Adapun syarat
Murabahah yaitu;
a.
Syarat yang berakad (ba’iu dan musytari) cakap hokum dan
tidak dalam keadaan terpaksa.
b.
Barang yang diperjual belikan (mabi’) tidak termasuk barang yang haram
dan jenis maupun jumlahnya jelas.
c.
Harga barang (tsaman) harus dinyatakan
secara transparan (harga pokok dan komponen keuntungan) dan cara pembayarannya
disebutkan dengan jelas.
d.
Pernyataan serah terima (ijab qabul) harus jelas dengan
menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang berakad.[31]
4. Manfaat Murabahah
Sesuai
dengan sifat bisnis (tijaroh),
transaksi Murabahah. Memiliki berbagai manfaat.
Murabahah
memberi banyak manfaat kepada Bank Syariah salah satunya adalah adanya
keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual
kepada nasabah. Selain itu, sistem murabahah juga sangat sederhana. Hal
tersebut memudahkan penanganan administrasinya di Bank Syariah[32]
Secara umum aplikasi perbankan
dari murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut.
Gambar : 1 Skema Murabahah Aplikasi Perbankan
3.a. Akad murabahah
|
Bank Syariah
|
Nasabah
|
1.Negosiasi& persyaratan
|
4.Bayar kewajiban
|
3.b. serah terimaBarang
|
Suplier Penjual
|
Keterangan ;
- Negosiasi antara nasabah dan Bank Syariah
- Beli barang tunai bank kepada suplier
- a. Akad Murabahah antara bank dan nasabah
b. Serah terima barang dari bank ke nasabah
c. Kirim barang dari suplier ke nasabah
4. Bayar kewajiban nasabah ke bank.[33]
[1]
Euis Amalia, Keadilan Distributif Dalam
Ekonomi Islam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009 h. 82
[2] Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis, PT Kencana, Jakarta, 2010, h.363
[3] Euis Amalia, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam, h. 86
[4] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, UII Press, Yogyakarta, 2004, h.
131
[5] H. Veitzal Rivai dan Andria Permata
Veitzal, Islamic Financial Management,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, h. 3
[6] Iswi haryani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, PT Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2010, h. 9
[7] Ibid,
[8]
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya, PT Raja Grafindo Persada, 2002.h. 92
[9]
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank
Syariah, edisi revisi, Azkia
Publisher, Jakarta, 2008.h.245
[11]Ibid,
[12]
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. h.94
[13]Emi Nurhayati, Pelaksanaan Pengawasan Murabahah sebagai Upaya Meminimalkan Pembiayaan
Bermasalah di BMT Syariah Pare Kediri, Skripsi Fakultas Ekonomi, Malang,
2010, h. 23
[14]
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh
dan Keuangan, Edisi ke 2, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004. h.222
[15]
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. h.22
[18]Ibid,
[19]
Siswanto Sutojo, Menangani Kredit
Bermasalah, PT. Damar Mulia Pustaka. Jakarta.2008.h.13
[20] Iswi Haryani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, h. 35
[22] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, h. 311
[23] Yusak Laksamana, Panduan Praktis Account Officer Bank Syariah: Memahami Praktik Proses
Pembiayaan di Bank Syariah, PT Elex Media Komputindo, Jakarta 2009, h. 256
[24] H. Veithzal Rivai dan Andria Permata
Veithzal, Islamic Financial Management,
h. 207
[25] Fatwa Dewan Syariah Nasional, No.
47/DSN-MUI/II/2005, Penyelesaian Piutang
Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu
Membayar.
[26]
H. Verizha Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Managemen. h. 145
[28]
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih
dan Keuangan, edisi dua, PT Raja Grafindo Mandiri, Solo, h. 47
[29] Departemen agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemah, PT Tiga Serangkai Mandiri, Solo, h. 47
[30] Ibid,
83
[31]
H. veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management.
h. 147
[32]Muhammad Safi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema
Insani, Jakarta, 2001, h. 106
[33]Ascara, Akad & Produk Bank Syariah, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2008, h.
83
|
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Sifat
Penelitian
Jenis
dari penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field research). Penelitian lapangan adalah penelitian yang
bertujuan mempelajari secara intensif latar belakang dan keadaan sekarang dan
interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial.[1]
Sesuai
dengan judul dan fokus permasalahan yang diambil maka sifat penelitian ini
adalah deskriptif. Karena penelitian ini berupaya mengumpulkan fakta yang ada,
penelitian ini terfokus pada usaha
mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagai mana adanya, yang diteliti dan
dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
|
Maksudnya
dalam penelitian ini penulis memaparkan data-data hasil penelitian di lapangan
yakni tentang Proses penyelesaian
pembiayaan Bermasalah Produk Murabahah di BMT Al Ihsan Kota Metro.
B. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian
adalah subyek dari mana data diperoleh.[4]Data
merupakan hasil pencatatan baik berupa fakta dan angka yang dijadikan bahan
untuk menyusun informasi.
Berdasarkan pengertian diatas, subyek penelitian dimana
subyek tersebut akan diambil datanya dan selanjutnya akan diambil
kesimpulannya, atau sejumlah subyek yang akan diteliti dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa
sumber data, baik itu sumber data primer dan sekunder.Sumber
data primer “adalah data yang langsung dan
segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidik untuk tujuan khusus itu”.[5]Artinya
data yang diperoleh dari sumber datanya yaitu pengurus BMT Al Ihsan Kota Metro.
Sumber data sekunder adalah data yang lebih dahulu
dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang dari luar penyelidik sendiri.[6]
Yaitu data yang diperoleh dari pihak lain tidak berkaitan secara langsung
dengan penelitian ini, seperti data yang diperoleh dari perpustakaan dan
sumber-sumber lain yang tentunya sangat membantu hingga terkumpulnya data yang
berguna untuk penelitian ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan
standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara
metode mengumpulan data dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan masalah
memberi arah dan mempengaruhi metode pengumpul data.[7]
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap pertanyaan penelitian.[8]
Untuk memudahkan pembahasan yang dirumuskan dalam
skripsi ini dibutuhkan suatu metode penelitian, dalam rangka memenuhi kebutuhan
tersebut penulis mengunakan metode pengumpul data sebagai berikut;
- Metode Interview atau Wawancara
Yang dimaksud dengan wawancara adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil
bertatap muka antara sipewawancara dengan responden dengan mengunakan alat yang
dinamakan interview guide (panduan wawancara).[9]
Sedangkan menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady
Akbar wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung, sehingga mendapatkan data yang diperlukan.[10]
Dalam hal ini metode interview yang penulis gunakan
adalah metode interview tersetruktur, yaitu pedoman wawancara yang semuanya
telah dirumuskan dengan cermat sehingga dalam wawancara menjadi lancer dan
tidak kaku,[11] adapun
yang menjadi sasaran dalam metode interview ini adalah Bapak Sunaryo sebagai pengurus,Wiwik Andhayani dan Anwar Syah sebagai karyawan BMT Al Ihsan
Kota Metro. Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui dan menggali informasi
sehingga diperoleh tentang proses penyelesaian pembiayaan bermasalah produk
Murabahah.
- Metode dokumentasi
Metode dokumntasi merupakan salah satu metode
pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian social.Metode
dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.[12]
Menurut Suharsimi Arikunto, metode dokumentasi yaitu,
mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat dan sebagainya.[13]
Metode ini penulis gunakan dengan memanfaatkan
sumber-sumber berupa data dan catatan yang mempunyai relevansi dengan proses
penyelesaian pembiayaan bermasalah produk murabahah.
- Teknik Analisa Data
Analisa data adalah proses penyederhanaan dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan.[14]
Dengan demikian dalam analisa data kualitatif pengolaaan data tidak mengunakan
teknik statistika sehingga hasil analisis jawaban responden terdapat pernyataan
yang diajukan tidak terikat dengan skor, akan tetapi dideskripsikan dalam suatu
penjelasan dalam bentuk kalimat.
Setelah memperoleh data, maka langkah selanjutnya
adalah mengolah data-data tersebut. Berkenaan
dengan pengolaan data ini Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa mengolah data
berarti meyaring dan mengatur data atau informasi yang sudah masuk.[15]Kemudian
peneliti mengunakan teknik untuk menganalisis dengan cara berfikir induktif.
Cara berfikir induktif adalah pada prosedur induktif
proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakahir pada suatu kesimpulan
(pengetahuan baru) berupa azaz umum.[16]
Cara berfikir ini digunakan untuk membahas proses
penyelesaian pembiayaan bermasalah produk murabahah. Dalam menggunakan analisis
ini, penulis mengamati bagaimana proses penyelesaian pembiayaan bermasalah
produk murabahah. Dalam hal ini penulis mengambil kesimpulan dimulai dari
peryataan atau faktor-faktor
khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat umum.
[1]
Edi Kusnadi, Metodologi Penelitian, Ramayana
Press dan STAIN Metro, Jakarta Timur, 2008, h.17.
[2]Husein
Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan
Tesis Bisnis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, h.22.
[3] Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi
Revisi, STAIN Jurai Siwo Metro, 2010, h.20.
[4]
Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta Cet Ke X (edisi revisi III). h129
[5]
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian
Ilmiah dasar Metode Teknik, Tarsito, Bandung,
1985.h. 163
[6]Ibid,
[7]Moh.
Nasir, Metode Penelitian ,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, h.174
[8] W. Gulo,
Metode Penelitian, Grasindo, Jakarta, 2005, h.110-111
[9]Moh.
Nasir, Metode Penelitian, h. 193-194
[10]
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode
Penelitian Sosial, Bumi Aksara, Jakarta, 2003 h. 57
[11]
S. Nasution, Metode Research, Bumi
Aksara, Jakarta,
2003, h. 117
[12]Husaini
Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode
Penelitian Sosial h. 73
[14]
Masri singarimbun dan Sofya Efendi, Metode
Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta,
1989, h. 264
[15]Sutrisno
Hadi, Metodologi Reseacrch 1, yayasan
Penerbitan Psikologi UGM, Yogyakarta, 1984 h.
78
[16]
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Op.Cit,
h.10
BAB
IV
LAPORAN
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi BMT Al Ihsan Kota Metro
1. Sejarah KJKS BMT Al-Ihsan Kota Metro
Sejarah berdirinya BMT Al Ihsan
Kota Metro berawal dari rapat yang diselenggarakan oleh pengurus Masjid Al
Jihad 15 B Barat Kota Metro pada tanggal 24 Oktober 1994, salah satu keputusan
rapat adalah mendirikan suatu badan yang bergerak dibidang ekonomi yang
dijalankan sesuai dengan syariah Islam untuk membantu perekonomian masyarakat
kecil menengah kebawah, yang selanjutnya badan ini dinamakan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Al Ihsan
Kota Metro. Dengan harapan nantinya akan mampu menyerap dana-dana umat maupun
lembaga Islam di wilayah Metro, yang kemudian disalurkan sebagai dana produktif
kepada sebagian besar masyarakat yang membutuhkan, khususnya masyarakat Islam
Kota Metro.[1]
|
Dari usaha yang dilakukan tim
tersebut, akhirnya pada tanggal 22 Maret 1999 turunlah Surat Keputusan dari
Dinas Koperasi Lampung Tengah dengan Nomor : 35/BH/KDK/7.2/III/1999 yang isinya
menyetujui izin usaha pendirian BMT Al Ihsan Kota Metro.
BMT Al Ihsan kini hadir sebagai
bukti akan kepeduliannya terhadap perekonomian masyarakat terutama kalangan
masyarakat bawah yang dilanda kemiskinan. Sebagai sebuah lembaga yang tumbuh
dan berkembang dari kecil hingga sekarang ini, BMT Al Ihsan memiliki peran yang
cukup besar dalam membantu kepentingan masyarakat walaupun belum dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat di lingkungan Kota Metro secara maksimal karena belum
sebandingnya antara kemampuan lembaga dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Namun paling tidak kehadiran BMT Al Ihsan telah ikut andil dan beperan serta
dalam mengaktifkan roda perekonomian bangsa ini.
2.
Struktur
Organisasi BMT Al Ihsan Kota Metro
Dalam suatu perusahaan untuk
mencapai tujuannya dibutuhkan kerja sama yang baik. Hal ini dapat dilakukan
dengan membuat struktur organisasi yang tersusun secara baik dan rapi. Struktur
organisasi yang baik memungkinkan suatu karyawan dalam perusahaan mampu
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik pula, sehingga diharapkan tidak ada
pelimpahan tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan lainya.
Struktur organisasi baik perusahaan
kecil maupun perusahaan besar, mempunyai peran yang sangat penting didalam
menjalankan kegiatan usahanya. Dengan adanya struktur organisasi berarti telah
terdapat pembagian tugas atau wewenang dan tangung jawab yang tegas. Pimpinan
perusahaan beserta karyawannya bertanggung jawab penuh kepada pemilik
perusahaan atas kepercayaan yang telah diberikan kepada mereka untuk
menjalankan gerak perusahaan.
Struktur organisasi ini adalah
ketegasan dalam pemberian tanggung jawab dan disiplin kerja akan menjadi lebih
terjamin. Struktur organisasi BMT Al Ihsan Kota Metro dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar : 2 Struktur Organisasi KJKS BMT Al-Ihsan
3. Standar Operasional Kerja (SOP) BMT Al
Ihsan Kota Metro
1. Badan
Pengawas
a. Melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijaksaan dan pengelolaan koperasi.
b. Meneliti catatan dan pembukuan yang ada
pada buku besar
c. Mendapat segala keterangan yang
diperlukan
d. Memberikan koreksi, saran, teguran dan
peringatan kepada pengurus
e. Merahasiakan hasil pengawasannya
terhadap pihak ketiga
f. Membuat laporan tertulis tentang hasil
pelaksanaan tugas pengawasan
kepada rapat anggota.
2. Ketua
bertugas melakukan controlling (pengawasan) terhadap keseluruhan kinerja
lembaga dalam menjaga dan mengembangkan kekayaan BMT, dan kemudian memberikan
arahan-arahan serta dorongan demi meningkatkan kualitas SDM serta lembaga.
3. Sekretaris
bertugas sebagai pengelola administrsai meliputi segala hal yang menyangkut
aktivitas badan pengurus, dan salah satunya adalah membuat catatan tertulis
untuk kegiatan sehari-hari.
4. Bendahara
bertugas melakukan manajemen terhadap sirkulasi keuangan BMT secara menyeluruh,
efektif dan efisien, dengan tanpa mengalihkan proporsionalitas kebutuhan di
setiap bagian-bagian.
5. Marketing
bertugas melakukan pengenalan serta pemasaran terhadap produk-produk BMT kepada
masyarakat serta melayani dalam hal pengajuan pembiayaan yang kemudian
dilanjutkan dengan survey lapangan (meneliti dan menilai kelayakan usaha) yakni
menganalisa layak atau tidakkah usaha tersebut.
6. Teller
bertugas merencanakan dan melaksankan segala aktivitas transaksi yang bersifat
tunai.
7. Collector
bertugas mengumpulan atau menghimpun dana nasabah/ anggota yang menyetorkan
dana angsuran dan dana tabungan anggota.
8. Pembukuan
bertugas untuk mengelola administasi keuangan hingga menjadi laporan keuangan
dalam bentuk buku besar.
4. Program BMT Al Ihsan Kota Metro
Dalam
suatu perusahaan untuk mencapai suatu keberhasilan untuk mencapai tujuan maka
dibutuhkan berbagai program untuk pengembangan suatu kegiatan yang dilakukan,
BMT Al Ihsan memiliki program dalam melakukan kegiaran usahanya diantaranya:
Program
jangka pendek
a. Mencari nasabah untuk menabung
b. Meningkatkan kesejahteraan anggota
Program
jangka menengah
Menghidupkan
baitul maal
Program
jangka panjang
a. Menambah cabang BMT
b. Membuat kelompok haji dan umrah bagi
anggota BMT[2]
B.
Interpretasi Data
1.
Prosedur Pembiayaan Murabahah pada BMT Al Ihsan Kota
Metro
BMT Al Ihsan memberikan definisi,
bahwa murabahah adalah pembiayaan dengan sistem jual beli, di mana BMT dapat
membantu anggota dengan pembelian barang yang dibutuhkan oleh anggota atau
calon anggota tersebut kemudian oleh BMT di jual dengan harga sesuai kesepakatan
dengan anggota.
Seperti yang kita ketahui bersama
bahwa pembiayaan yang diajukan tidak dapat langsung dicairkan begitu saja,
maksudnya bahwa setiap pembiayaan yang diajukan oleh debitur harus melalui
tahap-tahap atau proses yang telah ditetapkan oleh BMT dan dijadikan sebagai
pedoman dalam memberikan pembiayaan. Adapun prosedur pemberian pembiayaan pada
BMT Al Ihsan Kota Metro sebagai berikut:
a.
Mengikuti penyuluhan tentang produk dan sistem
pembiayaan yang dilakukan BMT. Hal ini penting dilakukan agar calon debitur
mengerti maksud dan tujuan BMT serta perbedaannya dengan rentenir/sistem bunga.
b.
Sebagai bukti permohonan pembiayaan debitur harus
mengisi formulir aplikasi permohonan pembiayaan yang disediakan oleh Costumer Service BMT, menandatanganinya
dan melengkapi semua persyaratan adminstratif yang harus dilampirkan pada saat
inilah selain mendapat informasi seluk beluk pembiayaan murabahah, calon
nasabah juga diberitahukan syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara lain:
seberapa besar uang tunai sebagai uang angsuran pendahuluan yang harus ia
sediakan, besarnya margin keuntungan yang akan diambil BMT, jumlah angsuran
tiap bulan dan lamanya masa angsuran. Pada tahap ini calon nasabah belum ada
ikatan apa-apa dengan pihak BMT. Ia masih bebas menentukan pilihan menerima
atau mengajukan tawaran atas harga jual yang diajukan oleh BMT. Apabila ia
mengajukan penawaran terhadapan berbagai hal yang ditentukan oleh pihak BMT,
maka pihak BMT akan mempertimbangkan lebih lanjut. Tahap ini sebenarnya adalah
tahap tawar-menawar antara calon nasabah dengan pihak BMT, sebelum keduanya
mengikat diri dalam suatu akad. Dengan ditandatangani form aplikasi oleh calon nasabah, sebenarnya secara formal ia telah
menyetujui semua persyaratan yang di sodorkan BMT.
-
Calon nasabah harus membuka rekening di BMT
bersangkutan.
-
Telah melunasi biaya-biaya untuk pencairan (biaya
administrasi)
-
Adanya barang yang dijaminkan.
-
Menandatangani akad murabahah sebagai tanda
persetujuan terhadap surat tersebut, nasabah harus menandatanganinya bersama
dengan isteri/suami apabila sudah menikah.
c.
Setelah terpenuhinya semua persyaratan pembiayaan
termasuk biaya administrasi, kemudian BMT dan calon nasabah membuat dan
menandatangani akad murabahah dan akad pengikat jaminan.
d.
Tahap selanjutnya yaitu penyerahan objek murabahah
dari pihak BMT kepada nasabah. Namun begitu dalam praktek, yang
mengantarkan/menyerahkan barang tersebut kepada nasabah adalah supplier/BMT sendiri/wakalah kepada
nasabah itu sendiri.
e.
Selanjutnya adalah kewajiban nasabah memenuhi
kewajibannya mengangsur pembiayaan secara teratur kepada BMT sesuai dengan
ketentuan yang disepakati di dalam akad sampai lunas.[3]
Gambar
: 3 Skema Pengajuan Pembiayaan Murabahah
2.
Proses Peembiayaan Murabahah pada BMT Al Ihsan Kota
Metro
Proses pembiayaan merupakan
pelaksanaan dari apa yang ada pada prosedur pembiayaan, proses pembiayaan
meliputi aplikasi, analisis permohonan pembiayaan, penyusunan struktur
pembiayaan, dan penyiapan dokumen pembiayaan, realisasi pembiayaan, pembinaan
dan pengawasan serta penyelesaian pembiayaan.
Aplikasi berupa berkas-berkas calon
nasabah yang ingin melakukan pembiayaan murabahah pada BMT Al Ihsan Kota Metro,
setelah berkas ataupun syarat semua lengkap maka selanjutnya pihak BMT
melakukan analisis permohonan pembiayaan dengan melakukan evaluasi masing-masing
permohonan, evaluasi kesesuaian kebijakan. Hal ini dilakukan oleh staf Marketing dan Bisnis Officer dan mendapatkan persetujuan oleh Manager, setelah itu semua kemudian
membentuk struktur pembiayaan dan penyiapan dokumen pembiayaan agar segera
diproses pembiayaan tersebut, setelah semua penyiapan dokumen lengkap maka
realisasi pembiayaan atau penyerahan uang tunai ataupun barang yang diinginkan
nasabah, tahap selanjutnya yang dilakukan BMT terhadap pembiayaan yaitu dengan
memberikan pengawasan terhadapan pembiayaan guna tidak terjadinya wanprestasi terhadap pembiayaan
tersebut, apabila terjadi wanprestasi
maka BMT melakukan penyelesaian pembiayaan dengan memecahkan masalah pembiayaan
tersebut.
|
Sumber: data diolah peneliti
3.
Pembiayaan Murabahah Bermasalah pada BMT Al Ihsan
Kota Metro
Pembiayaan murabahah yang
disalurkan oleh BMT Al Ihsan Kota Metro, saat ini pada April Tahun 2011 telah
mencapai 218 nasabah dan dana yang terserap pada pembiayaan tersebut sebanyak
Rp. 259.095.700.00,- dalam pembiayaan murabahah BMT Al Ihsan mengalami atau
terdapat pembiayaan bermasalah pada produk tersebut saat ini jumlah nasabah
bermasalah telah mencapai 37% atau 81 nasabah yang mengalami pembiayaan
bermasalah.[4]
C.
Analisis Terhadap Data Temuan Penelitian
1.
Analisis proses pembiayaan Murabahah pada BMT Al
Ihsan Kota Metro
Murabahah adalah pembiayaan dengan
sistem jual beli, di mana BMT dapat membantu nasabah dengan pembelian barang
yang dibutuhkan oleh nasabah atau calon nasabah tersebut kemudian oleh BMT di
jual dengan harga sesuai kesepakan dengan nasabah.
Tak lain halnya dengan BMT Al Ihsan yang
juga memiliki produk tersebut, di mana seseorang nasabah yang menginginkan
sesuatu barang namun pula BMT Al Ihsan tidak begitu saja memberikan dana BMT
memiliki cara atau proses dalam melakukan pembiayaan murabahah yaitu dengan
melakukan pengajuan permohonan pembiayaan, melengkapi syarat dan aplikasi
pembiayaan, melakukan survai terhadap calon nasabah dan sebagainya.
Hasil wawancara dengan Bisnis Officer Bapak Anwar Syah tanggal
25 Juli 2011.
Proses pembiayaan pada BMT Al Ihsan
tidak sulit, apabila menginginkan pembiayaan murabahah maka datang ke BMT
ataupun bisa melewati Bisnis Officer
untuk mengajukan permohonan pembiayaan serta melengkapi segala syarat daan
aplikasi pembiayaan yang terdapat pada BMT, setelah itu pihak BMT melakukan
survai kepada nasabah dan hasil survai tersebut akan diberitahukan kepada nasabah
melalui surat ataupun telepon.[5]
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu
Wiwik Adhayani, S.Pd selaku marketing
pada tanggal 25 Juli 2011.
Proses pembiayaan pada BMT Al Ihsan
sangat mudah nasabah hanya perlu datang dan mengaajukan permohonan pembiayaan
serta melengkapi berbagai syarat dan aplikasi pada BMT, kemudian BMT melakukan
survai kepada nasabah dan hasil survai akan diberitahukan kepada nasabah
melalui surat ataupun telepon, apabila permohonan tersebut disetujui maka
nasabah datang kembali dan melakukan akad murabahah setelah akad sudah terjadi
selanjutnya BMT menyerahkan barang yang diinginkan oleh nasabah, dan kemudian
nasabah memenuhi kewajibannya untuk membayar secara mengangsur setiap bulan,
triwulan, ataupun harian kepada BMT.[6]
Dari data yang penulis peroleh dari
hasil wawancara dengan Bapak Anwar Syah dan Ibu Wiwik Adhayani, S.Pd, penulis
melihat bahwasannya dalam melakukan proses pembiayaan murabahah pada BMT Al
Ihsan cukup baik dan dapat mempermudah nasabah yang ingin melakukan pembiayaan,
walaupun terlihat cukup baik proses pembiayaan di BMT Al Ihsan, namun BMT harus
lebih selektif dalam memilih nasabah yang ingin melakukan pembiayaan, hal ini
untuk meminimalisirkan pembiayaan bermasalah, sehingga dalam proses pembiayaan
ini harus melibatkan antara manager,
marketing, bisnis officer bahkan nasabah itu sendiri untuk saling bekerja
sama.
2.
Analisis Pengawasan Pembiayaan Murabahah pada BMT Al
Ihsan Kota Metro
Setelah adanya realisasi pembiayaan
bukan berarti tugas BMT selesai begitu saja. Salah satu faktor penting yang
harus dilakukan adalah dengan mengadakan fungsi pengawasan. Pelaksanaan
pengawasan pembiayaan pada BMT Al Ihsan secara kontinue dilakukan guna menjamin
pembiayaan serta menghindari tunggakan pembiayaan.
Pemberian pembiayaan oleh BMT mengandung
resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh
terhadap kesehatan BMT. Oleh karena itu dalam pelaksanaan BMT harus
memperhatikan asas-asas pembiayaan yang sehat. Mengingat bahwa pembiayaan
bersumber dari dana masyarakat yang disimpan di BMT, resiko yang dihadapi BMT
dapat berpengaruh pula pada kemana dana masyarakat tersebut.
Bapak Sunaryo menjelaskan bahwa “dalam
upaya menekan resiko pembiayaan bermasalah BMT Al Ihsan melakukan tindakan
pengawasan dengan cara: klasifikasi nasabah, pelaksanaan inspeksi/pemantauan,
pembinaan nasabah, pendampingan dan meningkatkan peran pengawas intern”.[7]
a.
Klasifikasi Nasabah
Klasifikasi
nasabah merupakan langkah dalam pelaksanaan pengawasan pembiayaan murabahah
pada BMT Al Ihsan Kota Metro, klasifikasi bertujuan untuk mengetahui karakter
dari nasabah.
b.
Pelaksanaan inspeksi/pemantauan secara rutin.
Pelaksanaan
inspeksi perlu dilakukan terutama bagi nasabah yang sedang mengalami permasalahan
sehingga BMT dapat segera membantu mencari jalan keluarnya.
c.
Peningkatan pembinaan nasabah
Pelaksanaan
pembinaan dapat dilakukan melalui pendekatan, bimbingan pelatihan singkat
dengan tujuan agar usaha nasabah maju dan berkembang.
d.
Pendampingan
Pendampingan
merupakan salah satu cara yang dilakukan BMT Al Ihsan untuk mengurangi resiko
yaitu jika nasabah tidak mampu mengembalikan kewajibannya pada BMT tetapi
nasabah tersebut mau berusaha melunasi.
e.
Peningkatan peran pengawas intern
Pengawas
intern di BMT yang awalnya hanya sebagai pelengkap saja sudah seharusnya
difungsikan sehingga tugas bisnis officer
yang mempunyai peran yang dominan dalam pelaksanaan pembiayaan mulai dari
wawancara awal, analisa pembiayaan dan evaluasi pembiayaan. Pemberian refrensi
keputusan tidak terangkap menjadi satu yang pada akhirnya sering terjadi
manipulasi data serta pembiayaan fiktif.
Dari data yang diperoleh mengenai
pelaksanaan pengawasan pembiayaan murabahah pada BMT Aal Ihsan Kota Metro,
dapat diketahui pada umumnya pelaksanaan pengawasan yang dilakukan masih
memiliki beberapa kelemahan-kelemahan dan perlu untuk dievaluasi lebih lanjut.
Dari itu penulis memberikan usulan
terhadap pengawasan:
a.
Costumer service
lebih teliti dalam mengklasifikasikan nasabah agar tidak salah dalam menentukan
nasabah yang tepat atau tidak.
b.
Pemantauan
dilakukan secara rutin dilakukan oleh bisnis
officer guna mengetahui perkembangan dari nasabah.
c.
Peran
pengawas intern lebih ditingkatkan guna
menekan pembiayaan bermasalah.
3.
Analisis Proses Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
Produk Murabahah pada BMT Al Ihsan Kota Metro.
Selanjutnya pada pembiayaan bermasalah
memerlukan penyelesaian demi kepentingan BMT Al Ihsan. Langkah pencegahan
pembiayaan bermasalah dapat dilakukan BMT antara lain:
b. Menaati prosedur dan persyaratan
pemberian pembiayaan
c. Tidak bersikap subyektif dalam pemprosesan
proposal pembiayaan
d. Tidak bertindak spekulatif dalam
pengambilan keputusan pembiayaan.
Apabila telah terjadi pembiayaan
bermasalah atau macet, maka pihak BMT Al Ihsan Kota Metro pada umumnya menempuh
langkah sebagai berikut:
1)
Meneruskan Hubungan Nasabah
Apabila hasil analisis yang dilakukan
BMT Al Ihsan menunjukan bahwa nasabah yang bersangkutan masih memiliki peluang
yang cukup besar untuk meneruskan usahanya dengan baik, BMT dapat
mempertimbangkan untuk meneruskan hubungan ini dengan baik, nasabah harus
mengembangkan rencana yang terarah, yang dapat menanggulangi penyebab timbulnya
kemacetan pada kredit yang disalurkan BMT. Dalam meneruskan hubungan ini bisnis officer harus mengusahakan agar
BMT berada dalam posisi yang lebih unggul.
BMT Al Ihsan akan melihat
permasalahannya terlebih dahulu agar bisa melakukan penanganan secara tepat,
cara lain menangani pembiayaan murabahah bermasalah yaitu dilakukan rescheduling dengan penjadwalan kembali
jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Jika nasabah tidak
tepat waktu dalam pembayaran kewajibannya pada BMT maka dilihat dulu apa
permasalahannya, kami bisa memberikan perpanjangan jangka waktu pengembalian
atau pengembalian pokoknya saja.[8]
2)
Peringatan I, II, III
Cara yang dilakukan BMT dalam menangani
resiko pembiayaan murabahah bermasalah dengan memberikan surat teguran atau
peringatan bertahap. Surat peringatan akan diberikan kepada nasabah yang
bermasalah sehingga mengakibatkan resiko pada BMT Al Ihsan. Surat peringatan
akan dikeluarkan bertahap, jika surat peringatan I tidak dihiraukan maka akan
keluar surat peringatan ke II dan jika tetap tidak dihiraukan maka akan keluar
surat peringatan ke III jarak masing-masing surat peringatan adalah 3 bulan.
Tindakan yang dilakukan BMT dalam menangani nasabah bermasalah adalah
memberikan peringatan I, jika tidak dihiraukan maka akan diberikan peringatan
ke II dan jika tidak dihiraukan lagi maka peringatan III dan terakhir nasabah
diminta menjual jaminan untuk melunasi hutangnya.[9]
3)
Penyitaan Barang Jaminan Pembiayaan
Jaminan yang dilakukan nasabah kepada
BMT Al Ihsan dapat dilakukan penyitaan. Kalaupun dengan terpaksa harus
dilakukan penyitaan, maka penyitaan dilakukan kepada nasabah memang nakal dan
tidak mengembalikan pembiayaan. Namun tetap dilakukan dengan cara-cara yang
diajarkan dalam Islam.
Sita jaminan dilakukan jika nasabah
sudah tidak bisa bekerja sama dalam menyelesaikan masalahnya. Sita jaminan akan
dilakukan setelah surat peringatan I, II, III keluar. Nasabah yang disita
barang jaminan dan tetap tidak bisa melunasi cicilan pembiayaan maka pihak BMT
Al Ihsan akan menawarkan barang jaminan tersebut untuk di jual sendiri oleh
nasabah atau di jualkan oleh pihak BMT untuk melunasi kewajibannya. Jika barang
jaminan tersebut di jualkan oleh pihak BMT untuk melunasi pembiayaan yang
dilakukan nasabah tersebut, jika masih terdapat sisa maka akan di kembalikan.
Jika jaminan disita dan nasabah tidak dapat melunasi maka kami akan menawarkan
jaminan tersebut di jual atau di jualkan.[10]
Adapun data yang menunjukan usaha dari
BMT Al Ihsan dalam melakukan penyelesaian pembiayaan bermasalah pada produk
murabahah, namun dalam melakukan penyelesaian BMT hanya baru dapat
menyelesaikan beberapa nasabah terlihat dari tabel berikut:
Tabel
2
Jumlah
Nasabah Bermasalah yang Berhasil dan Tidak/Belum Berhasil Terselesaikan.
No.
|
Nama
|
Keterangan
|
|
1.
|
RD
|
Belum/tidak
|
|
2.
|
LS
|
Belum/tidak
|
|
3.
|
MH
|
Belum/tidak
|
|
4.
|
DI
|
Belum/tidak
|
|
5.
|
YN
|
Belum/tidak
|
|
6.
|
WK
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
7.
|
LD
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
8.
|
WL
|
Belum/tidak
|
|
9.
|
YL
|
Belum/tidak
|
|
10.
|
YS
|
Belum/tidak
|
|
11.
|
LK
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
12.
|
JH
|
Belum/tidak
|
|
13.
|
NS
|
Berjalan
|
|
14.
|
ST
|
Belum/tidak
|
|
15.
|
IS
|
Belum/tidak
|
|
16.
|
AS
|
Belum/tidak
|
|
17.
|
LD
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
18.
|
MF
|
Belum/tidak
|
|
19.
|
AK
|
Belum/tidak
|
|
20.
|
MY
|
Belum/tidak
|
|
21.
|
SP
|
Belum/tidak
|
|
22.
|
MA
|
Belum/tidak
|
|
23.
|
DK
|
Belum/tidak
|
|
24.
|
RP
|
Belum/tidak
|
|
25.
|
GY
|
Belum/tidak
|
|
26.
|
RH
|
Belum/tidak
|
|
27.
|
SD
|
Berjalan
|
|
28.
|
RM
|
Berjalan
|
|
29.
|
SW
|
Belum/tidak
|
|
30.
|
YK
|
Belum/tidak
|
|
31.
|
MR
|
Belum/tidak
|
|
32.
|
MJ
|
Belum/tidak
|
|
33.
|
RN
|
Belum/tidak
|
|
34.
|
BT
|
Belum/tidak
|
|
35.
|
RS
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
36.
|
HY
|
Belum/tidak
|
|
37.
|
MT
|
Belum/tidak
|
|
38.
|
AS
|
Belum/tidak
|
|
39.
|
AN
|
Belum/tidak
|
|
40.
|
FT
|
Belum/tidak
|
|
41.
|
TW
|
Belum/tidak
|
|
42.
|
SK
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
43.
|
TM
|
Belum/tidak
|
|
44.
|
SN
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
45.
|
DS
|
Belum/tidak
|
|
46.
|
AP
|
Belum/tidak
|
|
47.
|
YP
|
Belum/tidak
|
|
48.
|
WN
|
Belum/tidak
|
|
49.
|
RK
|
Belum/tidak
|
|
50.
|
RA
|
Belum/tidak
|
|
51.
|
AG
|
Belum/tidak
|
|
52.
|
KH
|
Berjalan
|
|
53.
|
AF
|
Belum/tidak
|
|
54.
|
AY
|
Belum/tidak
|
|
55.
|
WS
|
Belum/tidak
|
|
56.
|
HT
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
57.
|
RS
|
Belum/tidak
|
|
58.
|
TR
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
59.
|
YY
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
60.
|
GN
|
Berjalan
|
|
61.
|
WN
|
Belum/tidak
|
|
62.
|
AR
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
63.
|
IM
|
Berjalan
|
|
64.
|
AS
|
berjalan
|
|
65.
|
AM
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
66.
|
OK
|
Belum/tidak
|
|
67.
|
FT
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
68.
|
NH
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
69.
|
PN
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
70.
|
JN
|
Belum/tidak
|
|
71.
|
RK
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
72.
|
DN
|
Belum/tidak
|
|
73.
|
NG
|
Belum/tidak
|
|
74.
|
MY
|
|
Berhasil/terselesaikan
|
75.
|
MH
|
Berjalan
|
|
76.
|
KR
|
Belum/tidak
|
|
77.
|
JR
|
Belum/tidak
|
|
78.
|
AK
|
Berjalan
|
|
79.
|
VK
|
Berjalan
|
|
80.
|
SA
|
Belum/tidak
|
|
81.
|
YS
|
Belum/tidak
|
|
Sumber
: Dokumentasi BMT Al Ihsan
Dari data di atas yang penulis peroleh
dari hasil wawancara dalam penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwasanya
proses penyelesaian pembiayaan bermasalah pada produk murabahah yang dilakukan
BMT Al Ihsan pada umumnya sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Namun belum
dilakukan secara optimal, sehingga masih terdapat pembiayaan yang bermasalah.
Hal ini dikarenakan BMT AL Ihsan :
a. Belum adanya Tim Khusus untuk penanganan
pembiayaan bermasalah.
b. Pemberian tugas kepada karyawan yang
kurang tepat.
c. Kurang tepatnya penyusunan program dalam
penyelesaian pembiayaan bermasalah.
d. Kurangnya evaluasi yang dilakukan BMT
terhadap hasil penyelesaian pembiayaan bermasalah.
[2] Bapak. Sunaryo, Ketua
BMT Al Ihsan Kota Metro, wawancara, tanggal
25 juli 2011
[3] Ibu wiwik adhayani,
Karyawan BMT Al Ihsan Kota Metro, wawancara,
tanggal 25 juli
[4] Hasil wawancara dengan
Bpk. Sunaryo selaku ketua BMT pada Tanggal 12 Mei 2011 di kantor BMT Al Ihsan
Kota Metro.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakkan penulis, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berukut:
Dalam pelaksanaan proses
penyelesaian pembiayaan bermasalah produk murabahah, BMT Al Ihsan mempunyai
cara yang cukup baik namun belum terlaksana secara optimal, dikarenakan dalam
proses penyelesaian pembiayaan bermasalah BMT Al Ihsan.
a. Belum adanya satuan kerja/tim khusus
untuk penanganan penyelesaian pembiayaan bermasalah, dan kurang tepatnya dalam penyusunan
program penyelesaian pembiayaan bermasalah. Tidak dibentuknya tim khusus karena
keterbatasan jumlah karyawan yang ada pada BMT.
b. Kualitas sumber daya manusia yang tidak
sesuai dengan pemberian tugas sehingga penyelesaian belum berjalan dengan baik.
c.
|
d. Kurangnya ketegasan petugas yang di
berikan tugas untuk melaksanakan pembiayaan bermasalah, terutama untuk
melakukan penyitaan jaminan bagi nasabah yang nakal.
B.
SARAN
Berdasarkan
kesimpulan di atas diketahui bahwa dari informasi yang di dapat oleh peneliti
dari para informan serta berbagai sumber, maka peneliti dapat mengamati
berbagai hal yang dianggap perlu mendapat perhatian khusus yaitu:
1.
Bentuk
satuan kerja untuk mnyelesaikan masalah pembiayaan bermasalah, serta dalam
penyusunan program penyelesaian pembiayaan bermasalah harus dibuat secara
matang sehingga program tersebut dapat berjalan dengan baik.
2.
Perlu
adanya evaluasi terhadap proses penyelesaian pembiayaan bermasalah guna
mengetahui perkembangan dari penyelesaian tersebut.
3.
Berikan
pelatihan terhadap karyawan yang di tugaskan khusus untuk menangani pembiayaan
bermasalah guna hasil yang dicapai akan lebih baik.
minta ya mas broooo
BalasHapusI LIKE YOUR BLOGG
terus berkarya
salam dari anak rokan
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusizin copy ya
BalasHapus