A. TOKOH PENGEMBANG
ERIC BERNE (1910-1970) kelahiran Montreal, Canada, adalah pelopor Analisis Transaksional (AT). Dia mulai mengembangkan AT ini sebagai terapi, bermula ketika dia bertugas dalam Dinas Militer Amerika Serikat diminta membuka program terapi kelompok bagi para serdadu yang mendapat gangguan emosional sebagai akibat Perang Dunia ke-2.
Berne, pada mulanya seorang pengikut Freud dan melakukan praktik Psikoanalisis dalam terapi. Sebab, saat itu psikoanalisis tengah mendapat perhatian yang luar biasa. Bahkan Berne sendiri pernah mendapat kuliah psikoanlisis di Yale Psychiatric Clinic (1936-1938) dan New York Psichoanalitical Institute (1941-1943).
Setelah Berne berhenti bekerja pada Dinas Militer itu, dia mulai melakukan eksperimen yang sungguh-sungguh. Akhirnya pada pertengahan tahun 50-an baru dia memperkenalkan teorinya, Analisis Transaksional. Diluar dugaan, teori ini mendapat sambutan baik dari kalangan ahli terapi kelompok, dalam pertemuan Regional Perhimpunan Terapi Kelompok Amerika di Los Angeles tahun 1957 teori ini diangkat sebagai salah satu tema yang dibahas. Tentu saja AT mulai mengundang ingin tahu banyak orang, dan setelah menerapkannya banyak orang berdecak-kagum atas hasilnya, sehinga dalam waktu singkat AT dapat diterima sebagai salah satu model dalam kasanah konseling.
Oleh Jhon Dusay & K. Dusay dalam Current Psychotherapies (Corsini. Ed. 1984) membagi fase perkembangan AT; Pertama, adalah awal dari perkembangan AT (1956-1962), ditandai masa dimana Berne menjajaki dan menemukan Ego State sebagai suatu sistem berfikir, berperasaan, dan bertingkah laku. Fase kedua (1962-1966) adalah masa perhatian Berne tertuju kepada Transaksi, dimana Ego State orang menjadi stimulus bagi Ego State orang lain dalam berkomunikasi. Dia mulai mengembangkan teorinya dalam rangka transakasi antar ego state sebagai suatu bentuk terapi.
Sejak kematian Berne, 1970, pengikutnya selalu berupaya mengembangkan AT ini. AT yang pada mulanya dipergunakan Berne untuk terapi kelompok, sekarang telah meluas pula untuk terapi Individual. Pengikut Berne juga berhasil mendirikan perhimpunan Analisis Transaksional Internasional yang bernama ITAA (International Transaktional Analysis Association), anggotanya tersebar luas baik di Amerika Serikat maupun di Amerika Selatan, Eropa, India atau Jepang. Melalui jurnal AT, yang diterbitkan sejak tahun 1971, telah memberikan hadiah atau penghargaan kepada orang-orang yang berjasa mengembangkan AT ini. Diantara orang yang mendapat penghargaan atas jasanya dalam mengembangkan AT adalah Claude Stainer yang mengembangakan Skript Matrix, Stephen Karpman dalam Drama Triangle, Jhon Dusay dalam Egogram, serta Taibi Kahler dalam Miniscript.
B. KONDISI YANG MELATAR BELAKANGI LAHIRNYA ANALISIS TRANSAKSIONAL (AT)
Sebelum Berne menggelar AT sebagai model terapi, telah terkondisi beberapa hal yang mendorong kelahiran AT Kondisi tersebut berbentuk penemuan-penemuan tentang apa yang akhirnya menjadi landaasan teori Berne. seperti ego state, games dan transaksi serta skript (script).
Orang yang pertama yang mempercayai, bahwa adanya perbedaaan ego manusia adalah Wilder Penfield. dan menyatakan bahwa status ego secara utuh menyimpan reaksi yang permanen.
Games dan Transaksional dikembangkan oleh Berne bersamaan dengan gencarnya usaha penerapan teori komunikasi terhadap isu psikologi yang dipelopori oleh George Bateson & Jurgen Kuesch. Teori Berne tentang Skript banyak diilhami oleh Joseph Campbell, seorang ahli mitologi yang mengatakan bahwa manusia mengikuti bentuk-bentuk mitologi yang diperolehnya. Sedangkan sebelumnya Jung juga pernah mengunakan istilah persona. Skript yang digunakan oleh Berne ini mirip dengnan persona dari Jung ini.
Semua kondisi ini bukanlah berarti mengecilkan penemuan Berne, tapi merupakan cikal bakal saja yang wujudnya lahir di tangan Berne. Penemuan yang terpisah kemudian dapat dirangkai Berne dalam suatu teori adalah jauh lebih besar dan lebih berarti dari segalanya. Di tangan Bernelah, praktik AT ini pertama lahir dan membuahkan hasil yang menarik perhatian banyak orang, sehingga mengakui AT ini sebagai suatu model konseling.
C. PANDANGAN ANALISIS TRANSAKSIONAL (AT) TERHADAP MANUSIA
Manusia menurut AT selalu berubah dan bebas untuk menentukan pilihanya. Persoalan: Kenapa manusia berubah ? Menurut Thomas A. Harris, MD ada tiga perkara. Pertama, bahwa manusia (klien) adalah orang yang “telah cukup lama menderita”, karena itu mereka ingin bahagia dan mereka berusaha melakukan perubahan.
Faktor kedua, adanya kebosanan, kejenuhan atau putus asa.. Manusia tidak tidak puas dengan kehidupan yang monoton, kendatipun tidak menderita bahkan berkecukupan. Keadaan yang monoton akan melahirkan perasaan jenuh atau bosan, karena itu individu terdorong dan berupaya untuk melakukan perubahan.
Faktor ketiga, manusia bisa berubah karena adanya penemuan tiba-tiba. Ini merupakan hasil AT yang dapat diamati. Banyak orang yang pada mulanya tak-mau atau tak-tahu dengan perubahan, tapi dengan adanya informasi, cerita, atau pengetahuan baru yang membuka cakrawala barunya, timbullah semangatnya untuk menyelidiki terus dan berupaya melakukan perubahan.
AT punya pandangan yang optimis atas manusia. Manusia dapat berubah asal dia mau. Perubahan manusia itu adalah persoalan di sini dan sekarang (here and now). Berbeda dengan Psikoanalisis, yang cenderung deterministik, di mana sesuatu yang terjadi pada manusia sekarang di mengerti dari masa lalunya. Bagi AT, manusia sekarang punya kehendak, karena itu perilaku manusia sekarang adalah persoalan sekarang dan di sini. Kendatipun ada hubungannya dengan masa lalu, tapi bukan seluruhnya perilaku hari ini ditentukan oleh pengalaman masa lalunya.
Harris berkata, bahwa kita harus menjawab masalah ini bukan dengan menolak hubungan sebab akibat antara alam yak sadar dengan perilaku manusia, melainkan dengan mencari sebab itu, Sebab seseuatu perbuatan, justru berada pada masa sekarang bukan di masa lalu seseorang.
D. TEORI ANALISIS TRANSAKSIONAL (AT) TENTANG KEPRIBADIAN MANUSIA
Memahami konsep pokok AT tentang kepribadian manusia tersimpul dalam istilah yang digunakan dalam teori ini. Yaitu Ego State, Transaksional, Games, Stroke, Egogram, dan Skript .
1. Ego State (Keadaan Ego)
Ketika Berne menghadapi klien, ia menemukan bahwa kliennya kadang-kadang berfikir, berperasaan dan berperilaku seperti anak-anak, tapi di lain kesempatan terlihat seperti orang tua atau orang dewasa. Berdasarkan pengalamanya dengan klien itu, Berne berkesimpulan bahwa manusia memiliki berbagai bentuk kondisi ego, atau disebutnya dengan ego state. Status ego manusia itu ada tiga macam : Orang tua (Parent), Dewasa (Adult) dan Anak-anak (Child).
Orang tua (Parent = Exteropsyche)
Dewasa (Adult = Neopsyche)
Anak-anak (Child = Archaeopsyche)
Kondisi ego orang tua (O) atau aslinya disebut oleh Berne dengan Exteropsyche adalah prototype yang ditampilkan seseorang seperti layaknya bokap atau nyokap Yakni penampilan yang terikat kepada sistem nilai, moral dan serangkaian kepercayaan. Bentuk nyatanya berupa pengontrolan, membimbing, membantu mengarahkan, menasehati, menuntun atau dapat pula mengecam, mengkritik, mengumando, melarang, mencegah atau memerintah dsb. Kata-kata yang sering digunakan oleh status ego O ini adalah, Jangan………… seharusnya…………. tidak baik…………. bagus…………..…. semestinya …………..….hendaknya.
Keadaan ego Dewasa (D) adalah reaksi yang bersifat realistis dan logis. Status ego ini sering disebut komplek Karena bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan hasil pemerosesan informasi dari data dan fakta lapangan. Karena itu, Berne menyebut status ego ini dengan Neopsyche. Kata-kata yang sering dipergunakan adalah benar, salah, praktis, dsb.
Keadaan ego Anak-anak (A) atau archaeopsyche, merupakan keadaaan dan reaksi emosi yang kadang-kadang adaptif, intuitif, kreatif, dan emosional, tetapi kadang-kadang juga bertindak lepas, ingin terbebas dari pengaruh orang lain.. Kata-kata yang ssering digunakan dapat berupa “Wah !”, Tidak mau…………..Tidak bisa……..dsb.
Ketiga status ego dari Berne ini mempunyai perbedaaan nyatadengan konsep Freud mengenai Id, Ego dan Super Ego. Keunggulan konsep Berne mengenai status ego ini, karena ketiga macam status ini dapat diamati secara nyata, ketimbang konsep Freud yang abstrak.
Menurut Berne, ketiga macam statu ego ini, O, D, A, dapat dilihat secara terpisah pada setiap orang. Artinya, dalam keadaan atau waktu yang berbeda orang dapat menampilkan status ego yang berbeda pula. Orang normal (sehat) adalah orang yang dapat melahirkan status ego yang sesuai dengan keadaan lingkungannya.
Berne melukiskan adanya tiga macam bentuk ego yang berada dalam diri seseorang. Normal, Kontaminasi (Campuran) dan Eksklusi. Normal adalah bersifat terpisah, Kontaminasi adalah dua atau lebih status ego tercampur seperti tercampurnya status ego O dengan A. Sedangkan eksklusi yaitu salah satu ego yang menguasai seseorang dalam waktu yang lama sehingga menyingkirkan dua ego lainnya.
Struktur Kontaminasi Eksklusi Kepribadian Normal ( Delusion ) (Fixation)
2. Transaksi
Transaksi merupakan inti dari konsep AT. Istilah transaksi sebenarnya adalah istilah yang sering dipergunakan dalam lapangan komunikasi. Sesuai dengan teori ini, transaksi diatikan sebagai hubungan stimulus respons atau dua ego state. Transaksi akan terjadi bila seseorang (A) memberikan rangsangan (stimulus) kepada orang lain (B), B memberi respons dan pada gilirannya respons B itu menjadi stimulus bagi A dan begitu seterusnya.
Menurut Berne, transaksi itu terjalin antar ego state. Kalau dua orang beraada pada suatu ruanngan, berarti pertemuannya 6 ego state. Dari sudut Ego state ini, Berne mengemukakan adanya 3 macam, yaitu transaksi yang bersifat Komplementer, Crossed (Silang) dan Ulterior (tersamar atau semu).
Transaksi Komplementer adalah transaksi antar dua ego state yang sama, seperti O dengan O, D dengan D, atau A dengan A Transaksi O-O lihatlah orang yang tengah bertengkar. Contoh D-D seperti seminar. Contoh A-A orang lagi pacaran.
Transaksi silang merupakan transaksi antar dua ego state yang berbeda. Ada tiga bentuk dengan contohnya: O–D (ujian skripsi), O–A (guru di kelas) D–A (dokter-pasien) .
Transaksi tersamar atau semu adalah transaksi antar dua ego namun diikuti terjadinya transaksi dua ego lain yang tidak kelihatan atau tertutup, namun dirasakan oleh orang yang melakukannya. Transaksi yang tak kelihatan itu mengandung kesan psikologis. Tapi transaksi itu
Bentuk ketiga transaksi tersebut adalah :
ERIC BERNE (1910-1970) kelahiran Montreal, Canada, adalah pelopor Analisis Transaksional (AT). Dia mulai mengembangkan AT ini sebagai terapi, bermula ketika dia bertugas dalam Dinas Militer Amerika Serikat diminta membuka program terapi kelompok bagi para serdadu yang mendapat gangguan emosional sebagai akibat Perang Dunia ke-2.
Berne, pada mulanya seorang pengikut Freud dan melakukan praktik Psikoanalisis dalam terapi. Sebab, saat itu psikoanalisis tengah mendapat perhatian yang luar biasa. Bahkan Berne sendiri pernah mendapat kuliah psikoanlisis di Yale Psychiatric Clinic (1936-1938) dan New York Psichoanalitical Institute (1941-1943).
Setelah Berne berhenti bekerja pada Dinas Militer itu, dia mulai melakukan eksperimen yang sungguh-sungguh. Akhirnya pada pertengahan tahun 50-an baru dia memperkenalkan teorinya, Analisis Transaksional. Diluar dugaan, teori ini mendapat sambutan baik dari kalangan ahli terapi kelompok, dalam pertemuan Regional Perhimpunan Terapi Kelompok Amerika di Los Angeles tahun 1957 teori ini diangkat sebagai salah satu tema yang dibahas. Tentu saja AT mulai mengundang ingin tahu banyak orang, dan setelah menerapkannya banyak orang berdecak-kagum atas hasilnya, sehinga dalam waktu singkat AT dapat diterima sebagai salah satu model dalam kasanah konseling.
Oleh Jhon Dusay & K. Dusay dalam Current Psychotherapies (Corsini. Ed. 1984) membagi fase perkembangan AT; Pertama, adalah awal dari perkembangan AT (1956-1962), ditandai masa dimana Berne menjajaki dan menemukan Ego State sebagai suatu sistem berfikir, berperasaan, dan bertingkah laku. Fase kedua (1962-1966) adalah masa perhatian Berne tertuju kepada Transaksi, dimana Ego State orang menjadi stimulus bagi Ego State orang lain dalam berkomunikasi. Dia mulai mengembangkan teorinya dalam rangka transakasi antar ego state sebagai suatu bentuk terapi.
Sejak kematian Berne, 1970, pengikutnya selalu berupaya mengembangkan AT ini. AT yang pada mulanya dipergunakan Berne untuk terapi kelompok, sekarang telah meluas pula untuk terapi Individual. Pengikut Berne juga berhasil mendirikan perhimpunan Analisis Transaksional Internasional yang bernama ITAA (International Transaktional Analysis Association), anggotanya tersebar luas baik di Amerika Serikat maupun di Amerika Selatan, Eropa, India atau Jepang. Melalui jurnal AT, yang diterbitkan sejak tahun 1971, telah memberikan hadiah atau penghargaan kepada orang-orang yang berjasa mengembangkan AT ini. Diantara orang yang mendapat penghargaan atas jasanya dalam mengembangkan AT adalah Claude Stainer yang mengembangakan Skript Matrix, Stephen Karpman dalam Drama Triangle, Jhon Dusay dalam Egogram, serta Taibi Kahler dalam Miniscript.
B. KONDISI YANG MELATAR BELAKANGI LAHIRNYA ANALISIS TRANSAKSIONAL (AT)
Sebelum Berne menggelar AT sebagai model terapi, telah terkondisi beberapa hal yang mendorong kelahiran AT Kondisi tersebut berbentuk penemuan-penemuan tentang apa yang akhirnya menjadi landaasan teori Berne. seperti ego state, games dan transaksi serta skript (script).
Orang yang pertama yang mempercayai, bahwa adanya perbedaaan ego manusia adalah Wilder Penfield. dan menyatakan bahwa status ego secara utuh menyimpan reaksi yang permanen.
Games dan Transaksional dikembangkan oleh Berne bersamaan dengan gencarnya usaha penerapan teori komunikasi terhadap isu psikologi yang dipelopori oleh George Bateson & Jurgen Kuesch. Teori Berne tentang Skript banyak diilhami oleh Joseph Campbell, seorang ahli mitologi yang mengatakan bahwa manusia mengikuti bentuk-bentuk mitologi yang diperolehnya. Sedangkan sebelumnya Jung juga pernah mengunakan istilah persona. Skript yang digunakan oleh Berne ini mirip dengnan persona dari Jung ini.
Semua kondisi ini bukanlah berarti mengecilkan penemuan Berne, tapi merupakan cikal bakal saja yang wujudnya lahir di tangan Berne. Penemuan yang terpisah kemudian dapat dirangkai Berne dalam suatu teori adalah jauh lebih besar dan lebih berarti dari segalanya. Di tangan Bernelah, praktik AT ini pertama lahir dan membuahkan hasil yang menarik perhatian banyak orang, sehingga mengakui AT ini sebagai suatu model konseling.
C. PANDANGAN ANALISIS TRANSAKSIONAL (AT) TERHADAP MANUSIA
Manusia menurut AT selalu berubah dan bebas untuk menentukan pilihanya. Persoalan: Kenapa manusia berubah ? Menurut Thomas A. Harris, MD ada tiga perkara. Pertama, bahwa manusia (klien) adalah orang yang “telah cukup lama menderita”, karena itu mereka ingin bahagia dan mereka berusaha melakukan perubahan.
Faktor kedua, adanya kebosanan, kejenuhan atau putus asa.. Manusia tidak tidak puas dengan kehidupan yang monoton, kendatipun tidak menderita bahkan berkecukupan. Keadaan yang monoton akan melahirkan perasaan jenuh atau bosan, karena itu individu terdorong dan berupaya untuk melakukan perubahan.
Faktor ketiga, manusia bisa berubah karena adanya penemuan tiba-tiba. Ini merupakan hasil AT yang dapat diamati. Banyak orang yang pada mulanya tak-mau atau tak-tahu dengan perubahan, tapi dengan adanya informasi, cerita, atau pengetahuan baru yang membuka cakrawala barunya, timbullah semangatnya untuk menyelidiki terus dan berupaya melakukan perubahan.
AT punya pandangan yang optimis atas manusia. Manusia dapat berubah asal dia mau. Perubahan manusia itu adalah persoalan di sini dan sekarang (here and now). Berbeda dengan Psikoanalisis, yang cenderung deterministik, di mana sesuatu yang terjadi pada manusia sekarang di mengerti dari masa lalunya. Bagi AT, manusia sekarang punya kehendak, karena itu perilaku manusia sekarang adalah persoalan sekarang dan di sini. Kendatipun ada hubungannya dengan masa lalu, tapi bukan seluruhnya perilaku hari ini ditentukan oleh pengalaman masa lalunya.
Harris berkata, bahwa kita harus menjawab masalah ini bukan dengan menolak hubungan sebab akibat antara alam yak sadar dengan perilaku manusia, melainkan dengan mencari sebab itu, Sebab seseuatu perbuatan, justru berada pada masa sekarang bukan di masa lalu seseorang.
D. TEORI ANALISIS TRANSAKSIONAL (AT) TENTANG KEPRIBADIAN MANUSIA
Memahami konsep pokok AT tentang kepribadian manusia tersimpul dalam istilah yang digunakan dalam teori ini. Yaitu Ego State, Transaksional, Games, Stroke, Egogram, dan Skript .
1. Ego State (Keadaan Ego)
Ketika Berne menghadapi klien, ia menemukan bahwa kliennya kadang-kadang berfikir, berperasaan dan berperilaku seperti anak-anak, tapi di lain kesempatan terlihat seperti orang tua atau orang dewasa. Berdasarkan pengalamanya dengan klien itu, Berne berkesimpulan bahwa manusia memiliki berbagai bentuk kondisi ego, atau disebutnya dengan ego state. Status ego manusia itu ada tiga macam : Orang tua (Parent), Dewasa (Adult) dan Anak-anak (Child).
Orang tua (Parent = Exteropsyche)
Dewasa (Adult = Neopsyche)
Anak-anak (Child = Archaeopsyche)
Kondisi ego orang tua (O) atau aslinya disebut oleh Berne dengan Exteropsyche adalah prototype yang ditampilkan seseorang seperti layaknya bokap atau nyokap Yakni penampilan yang terikat kepada sistem nilai, moral dan serangkaian kepercayaan. Bentuk nyatanya berupa pengontrolan, membimbing, membantu mengarahkan, menasehati, menuntun atau dapat pula mengecam, mengkritik, mengumando, melarang, mencegah atau memerintah dsb. Kata-kata yang sering digunakan oleh status ego O ini adalah, Jangan………… seharusnya…………. tidak baik…………. bagus…………..…. semestinya …………..….hendaknya.
Keadaan ego Dewasa (D) adalah reaksi yang bersifat realistis dan logis. Status ego ini sering disebut komplek Karena bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan hasil pemerosesan informasi dari data dan fakta lapangan. Karena itu, Berne menyebut status ego ini dengan Neopsyche. Kata-kata yang sering dipergunakan adalah benar, salah, praktis, dsb.
Keadaan ego Anak-anak (A) atau archaeopsyche, merupakan keadaaan dan reaksi emosi yang kadang-kadang adaptif, intuitif, kreatif, dan emosional, tetapi kadang-kadang juga bertindak lepas, ingin terbebas dari pengaruh orang lain.. Kata-kata yang ssering digunakan dapat berupa “Wah !”, Tidak mau…………..Tidak bisa……..dsb.
Ketiga status ego dari Berne ini mempunyai perbedaaan nyatadengan konsep Freud mengenai Id, Ego dan Super Ego. Keunggulan konsep Berne mengenai status ego ini, karena ketiga macam status ini dapat diamati secara nyata, ketimbang konsep Freud yang abstrak.
Menurut Berne, ketiga macam statu ego ini, O, D, A, dapat dilihat secara terpisah pada setiap orang. Artinya, dalam keadaan atau waktu yang berbeda orang dapat menampilkan status ego yang berbeda pula. Orang normal (sehat) adalah orang yang dapat melahirkan status ego yang sesuai dengan keadaan lingkungannya.
Berne melukiskan adanya tiga macam bentuk ego yang berada dalam diri seseorang. Normal, Kontaminasi (Campuran) dan Eksklusi. Normal adalah bersifat terpisah, Kontaminasi adalah dua atau lebih status ego tercampur seperti tercampurnya status ego O dengan A. Sedangkan eksklusi yaitu salah satu ego yang menguasai seseorang dalam waktu yang lama sehingga menyingkirkan dua ego lainnya.
Struktur Kontaminasi Eksklusi Kepribadian Normal ( Delusion ) (Fixation)
2. Transaksi
Transaksi merupakan inti dari konsep AT. Istilah transaksi sebenarnya adalah istilah yang sering dipergunakan dalam lapangan komunikasi. Sesuai dengan teori ini, transaksi diatikan sebagai hubungan stimulus respons atau dua ego state. Transaksi akan terjadi bila seseorang (A) memberikan rangsangan (stimulus) kepada orang lain (B), B memberi respons dan pada gilirannya respons B itu menjadi stimulus bagi A dan begitu seterusnya.
Menurut Berne, transaksi itu terjalin antar ego state. Kalau dua orang beraada pada suatu ruanngan, berarti pertemuannya 6 ego state. Dari sudut Ego state ini, Berne mengemukakan adanya 3 macam, yaitu transaksi yang bersifat Komplementer, Crossed (Silang) dan Ulterior (tersamar atau semu).
Transaksi Komplementer adalah transaksi antar dua ego state yang sama, seperti O dengan O, D dengan D, atau A dengan A Transaksi O-O lihatlah orang yang tengah bertengkar. Contoh D-D seperti seminar. Contoh A-A orang lagi pacaran.
Transaksi silang merupakan transaksi antar dua ego state yang berbeda. Ada tiga bentuk dengan contohnya: O–D (ujian skripsi), O–A (guru di kelas) D–A (dokter-pasien) .
Transaksi tersamar atau semu adalah transaksi antar dua ego namun diikuti terjadinya transaksi dua ego lain yang tidak kelihatan atau tertutup, namun dirasakan oleh orang yang melakukannya. Transaksi yang tak kelihatan itu mengandung kesan psikologis. Tapi transaksi itu
Bentuk ketiga transaksi tersebut adalah :
Komplementer Silang Tersamar
Dari ketiga macam transaksi tersebut diatas, maka transaksi yang baik adalah Transaksi antara ego state Dewasa dengan Dewasa, karena lebih bersifat realitis dan logis.
3. Permainan (Games)
Komunikasi antara dua manusia sebenarnya bagaikan sebuat permainan (games), ada yang kalah (korban) dan ada pula yang menang (penindas). Orang yang kalah atau menang dapat silih berganti. Kalau yang kalah berhasil mencari penyelamatan, dia akan bergerak menjadi penindas dan mengeser lawannya jadi korban, dan begitulah seterusnya..
Orang menjadi pemenang akan merasa puas. Penindas diinndikasikan bilamana ia berhasil menggunakan egostate O. Namun bila lawannya berhasil mencari penyelamatan dan kemudian menggunakan egostate O terhadapnya ia akan merasa terhina. Sehingga oleh Compos disebut Orang yang menang disebut pendulang kopon emas, dan yang kalah disebut pengumpul kopon cokelat.
Oleh karena itu perilaku seseorang dapat berubah dalam setiap transaksi dengan orang lain. Kadang-kadang dia bersifat penindas, dan kadang-kadang sebagai korban. Perubahan bentuk peranan ini dapat digambarkan dalam drama segi tiga (threangle) di bawah.
Penindas Penyelamat
Korban
4. Stroke (Dorongan atau Perhatian )
Interaksi antar manusia membutuhkan atroke atau berupa dorongan atau perhatian agar tercipta perubahan. Stroke ini dapat dibedakan atas stroke negatif dan positif, stroke bersyarat dan tanpa syarat.
Stroke positif adalah stroke yang mengakibatkan seseorang merasa dihargai dan diperhatikan sehinga menimbulkan motivasi yang kuat baginya untuk melakukan perubahan. Stroke negatif adalah yang mengakibatkan seseorang merasa kecewa atau penyesalan. "Saya tidak jadi berimu hadiah, karena kamu telat" Stroke bersyarat adalah dorongan atau perhatian yang diberikan bila dia berhasil melakukan suatu prasyaratnya terlebih dahulu. “Kamu akan saya sayangi bila kamu patuh”. Sedangkan stroke tanpa syarat seperti “ Ibu menyayangimu nak“
5. Skript (Script)
Istilah skript bagi Berne dipergunakan untuk menunjukan pola kehidupan yang dapat berwujud cara bertingkah laku yang diyakini, sebagai cara, nasib, atau modus bagi dirinya. Tidak jarang pula skript boleh menjadi batas atau standar sukses yang ditanamkan orang tuanya. Skript ini bisa mempengaruhi interksi seseorang dengan orang lain. Kendatipun hal ini tidak disadarinya. Skript ini bisa mempengaruhi sehat tidaknya (OK tidak OK) seseorang dalam memandang diri dan lingkungannya.
Skript ini menurut AT dapat dirubah dengan memahami kembali atau mendefinisikannya kembali melalui interaksi seseorang dengan terapist.
6. Egogram ( Takaran Energi Ego )
Istilah Egogram dikembangkan oleh Dusay yang dipakai untuk menunjukan fungsi dan besarnya kekuatan energi yang terdapat pada masing-masing ego state, terutama yang berhubungan dengan aspek emosional. Kendatipun Berne membagi ego state atas O, D dan A, Dusay membagi Egogram manusia atas 5 macam yang dikembangkan dari Ego state tersebut.
Status Ego Egogram
Parent : Orang tua (O) Critical Parent : Kritikan O (KO)
Nurturing Parent : Pemeliharaan O (PO)
Adult : Dewasa (D) Adult : (D)
Child : Anak-anak (A) Free Child : Kebebasan Anak (KA)
Adapted Child : Adaptasi Anak (AA)
Kelima macam Egogram ini mempunyai energi yang berbeda untuk setiap orang. Perbedaan energi egogram inilah yang menyebabkan perbedaan kepribadian seseorang.
Orang yang rendah energi KO, bersifat mudah tergoda, rendah NO kesepian atau depresi, rendah D kesulitan konsentrasi atau memecahkan masalah, rendah KA kehilangan kreativitas, intuitif dan semangat hidup, sedangkan rendah AA bersikap tidak kompromi atau konfrontasi.
Seseorang yang baik jadi Konselor adalah punya D sangat tinggi, PO lebih tinggi dari KO, AA lebih rendah dari KA serta sangat rendah KA.
Gambar "STATUS EGO"
Kepribadian Konselor
6. Sikap Dasar Manusia
Sejak kecil manusia selalu berhubungan dengan dirinya dan orang lain. Bagaimana seseorang menerima diri dan orang lain itu akan membentuk sikap dasarnya. Sikap dasar ini menenmtukan keberhasilannya dalam hidup ini, termasuk menentukan bermasalah tidaknya seseorang.
Sehubungan dengan penilain seseorang terhadap dirinya (I) dan orang lain (you), Thomas Harris (1985 : 50) mengklasifikasikan adanya 4 macam sikap dasar sesuai dengan perkembangan manusia.
Saya tidak Oke - Kamu Oke
Saya tidak Oke - Kamu tidak Oke
Saya Oke - Kamu tidak Oke
Saya Oke - Kamu Oke
Sikap dasar pertama, saya tidak Oke – Kamu Oke, adalah sikap yang paling awal diperoleh manusia, yakni sikap seorang bayi. Dia menganggap dirinya jelek atau tidak mampu dan menganggap orang lain baik dan penuh perhatian padanya. Karena itu ia sering kali mengunakan ego state anak-anak
Sikap dasar kedua, saya tidak Oke – Kamu tidak Oke, adalah sikap dasar yang memandang jelek baik atas dirinya maupun kepada orang lain. Kondisi seperti ini menandakan seseorang bermasalah atau depresi. Namun dalam kadar yang kecil terlihat pada perilaku di masa remaja yang tidak peduli dengan diri dan berontak terhadap aturan bahkan orang tua sendiri..
Sikap dasar ketiga, Saya Oke – Kamu tidak Oke, adalah sikap yang memandang jelek terhadap orang lain. Mereka suka mengkritik, atau menyalahkan orang lain. Ego state yang sering digunakannya dalam bertransaksi adalah O.
Sedangkan sikap dasar keempat, Saya dan Kamu Oke, adalah sikap hidup yang baik, atau posisi kepribadian yang sehat, dia bisa memandang realistis sebagai mana adanya dirinya dan orang lain. Ini terlihat bagi orang yang suka menggunakan ego state D.
F. PROSES KONSELING
AT bertujuan membantu Klien mengembangkan status egonya sehingga dapat berfungsi lebih baik dengan cara menganalisa transaksi yang dilakukannya. Proses Konseling dalam AT ini dilakukan bahwa setiap transaksi dianalisis, Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab diarahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya. Sehingga Klien dapat menyeimbangkan Egogramnya, mendefinisikan kembali skiptnya, serta melakukan instrospeksi terhadap games yang dijalaninya..
Menurut Harris, proses konseling AT pada bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama Klien ( Shertzer & Stone, 1980 : 209).
Kontrak bagi Dusay (Cosini, 1984 : 419 ) adalah berbentuk pernyataan klien – terapis untuk bekerja sama mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertangung jawab, karena terapist bukanlah pula orang yang menanti mukjizat terapist. Kontrak dalam AT menurut Dusay mencakup 4 (empat) Komponen:
1. Saling menyetujui, yakni terjadinya persetujuan dalam keadaaan ego state dewasa antara Klien – terapist untuk melakukan perubahan yang spesifik.
2. Kompetensi, yakni kesediaan terapist untuk memberikan layanan yang menggunakan kompetensi yang dimilikinya, yakni merobah dan mengatasi persepsi klien yang salah atas diri dan lingkungannya. Kontrak untuk hidup sehat dan panjang umur berada diluar jangkauan kompetisi terapist
3. Tujuan yang legal, adalah menyangkut materi dan tujuan dari kontrak yang bersifat legal.
4. Konpensasi, yakni menyangkut imbalan bagi terapist yang telah mengorbankan waktu dan kemampuannya.
Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian terapist bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan konseling.
G. TEKNIK KONSELING
Dalam AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, terapist memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis skript, dan analisis mainan.
1. Analisis Struktur
Analisis struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien. Analis hendaknya bisa mengenal 1) apakah klien menggunakan ego state tertentu, 2) apakah ego state klien, normal, terkontaminasi atau eksklusif, dan 3) bagaimanakah energi egogram klien tersebut.
Dengan mengetahui struktur ego state klien, akan diketahui masalah yang dihadapi klien. Bila klien dominan menggunakan ego state A masalah yang dihadapinya kurngnya rasa pecaya diri atau dipandang rendah o rang lain. Bila O yang domninan maka klien tengah ditakuti, dijauhi, disishkan atau diasingkan orang lain.
2. Analisis transaksional
Transaksi antara konselor – klien pada hakekatnya adalah tranasksi antar status ego keduanya. Konselor menganalisa status ego yang terlihat dari respons atau stimulus klien. Dengan orang lain Baik dari kata-kata yang diungkapkan klien, maupun dengan bahasa non verbal. Data atau informasi yang diperoleh dari transaksi dijadikan konselor untuk bahan analisis atau problem yang dihadapi klien..
3. Analisis Mainan
Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan Lingkungannya. Mungkin Klien dalam transaksinya sering mengumpulkan “kupon emas atau kupon Coklat” (perasaan menang atau perasaan kalah). Bila klien dalam games sering berperan sebagai pemenang, maka ada kemungkinan ia menjadi amat takut sewaktu-waktu akan menerima kopon cokelat yang banyak..
4. Analisis Skript
Analisis Skript ini merupakan usaha terapist yang terakhir, dan diperlukan mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak masa kecil dan standar sukses yang telah ditanamkan orang tuanya.
Disamping keempat macam teknik yang digunakan di atas, treatment dari AT sering pula menggunakan teknik khusus, seperti: Interogasi, Spesifikasi, Konfrontasi, Eksplanasi, Ilustrasi, Konformasi, Interpretasi, Kristalisasi
G. SIKAP DAN PERANAN KONSELOR
Inti pokok dari AT terletak pada usaha konselor (terapist) menganalisis transaksi klien dengan teknik-teknik yang telah disebutkan diatas. Dengan demikian telihat sikap dan peranan konselor di sini :
1. Berusaha meletakkan tanggung jawab pada klien
Karena pada hakekatnya setiap hendaknya bertanggung jawab atas kehidupannya, maka bagi AT juga mengarahkan agar pada diri klien tumbuh rasa tanggung jawab dan kemampuan untuk mengambil tanggung jawab atas kehidupannya.
2. Menyediakan lingkungan yang menunjang
Untuk mencapai perubahan klien atau keseimbangan ego state klien, konselor berusaha sebagai penyedia fasilitas yang mendorong terjadinya perubahan ego state klien.
3. Memisahkan mite dengan realitas
Karena pengaruh skript, banyak klien dipengaruhi oleh mitologi yang telah diadapsinya sejak lama. Dalam rangka memperbaiki kembali (memahami kembali) skript kehidupan klien itu, konselor AT mempunyai peranan untuk memisahkan mite yang berpengaruh dalam skript klien dengan realitas kehidupan yang sebenarnya.
4. Melakukan Konfrontasi atas keanehan yang tampak
Keanehan atau keadaan ego state klien yang tidak seimbang dapat diperbaiki terapist dengan melakukan konfrontasi.Terapist hendaknya bisa membentuk dan merekonstruksi menjadi seimbang.
Jadi, dengan melihat peranan dan sikap konselor di atas, memperlihatkan bahwa konselor dalam AT bersifat aktif. Dia lebih banyak menentukan jalanya konseling.
H. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
Dari uraian di atas, kiranya telah dapat dipahami sosok tubuh AT. Walaupun uraian teori ini lebih mengarah pada analisis transaksinya dari pada kaitannya dengan peran, proses, treatment. Namun dapat dibandingkan dengan pendekatan lain. AT merupakan salah satu pendekatan yang berbeda dengan beberapa pendekatan yang telah berkembang sebelumnya.
Bila kita lihat, bandingkan, atau nilai dari berbagai pendekatan lain, ternyata AT juga punya kelemahan disamping kebaikanya, seperti layaknya pendekatan lain. Adanya keunggulan hendaknya bisa kita manfaatkan, dan adanya kelemahan justru membuka peluang dan menantang, mencari dan menemukan pendekatan lain. Paling kurang terbukanya kesempatan untuk memperbaiki kelemahannya.Diantara keunggulan dan kelemahan AT itu antara lain:
1. Keunggulan AT
Dengan melihat Konsepsi, penekanan, pelaksanaan serta penerimaan pada klien, maka ada beberapa kebaikan dari AT:
a. Punya Pandangan Optimis dan Realistis tentang Manusia
Seperti telah disebutkan pada bab terdahulu, AT memandang manusia dapat berubah bila dia mau. Manusia punya kehendak dan kemauan. Kemauan inilah yang memungkinkan manusia berubah, tidak statis. Sehingga manusia bermasalah sekalipun dapat berubah lebih baik, bila kemauannya dapat tumbuh. Karena itu AT lebih Optimis dan realistis memandang manusia.
Bila kita bandingkan dengan Psikoanalisa, Freud, AT nampak selangkah lebih maju. Psikoanalisis memandang manusia deterministik. Perilaku manusia bagaikan suatu rotasi dari pengalaman masa kecil, kendatipun pengalaman masa kecil itu tak diingatnya lagi (Unconscious). AT tidak menolak adanya pengaruh masa kecil ini. Konsepnya tentang skript kehidupan mengakui adanya kontribusi pengalaman masa kecil atas kehidupan sekarang. Tapi karena manusia punya kehendak dan kemauan untuk bebas, “pengalaman itu dapat dirubah “ (Shertzer & Stone, 1982, 237).
Skript kehidupan manusia diakui AT bersisi dua, ada yang negatif dan ada yang positif. Sesuai dengan nilai-nilai yang diterimanya dari orang tuanya atau interaksinya dengan lingkungan. Karena skrip itu mempengaruhi seseorang untuk mengambil kesimpulan, maka keputusan orang itu dapat Oke atau Tidak Oke terhadap diri dan lingkungannya.
Hal ini juga lebih realitis dari konsep Rogers yang memandang manusia baik, rasional dapat dipercaya, dapat mengubah dirinya lebih baik atau dapat merealisasikan dirinya menjadi makhluk Insanul Kamil.
b. Penekanan Waktu Sekarang dan Di sini
Tujuan pokok terapi AT adalah mengatasi masalah klien agar dia punya kemampuan dan memiliki rasa bebas untuk menentukan pilihannya. Untuk mengatasi masalah klien itu, AT berusaha membangkitkan kemauan dan kemampuan orang dengan melakukan analisis interaksinya dengan orang lain. Hal ini dimulai dengan mennganalisis interaksinya dengan terapist. Analisis seperti di atas, analisis interaksi klien dengan terapist atau orang lain, adalah persoalan interaksi sekarang. Kini dan di sini (here and now).
Metoda analisis struktur, status ego dengan egogram, analisis permainan semuanya merupakan analisis terhadap perilaku yang di tampilkan klien pada saat ini, di sini di hadapan konselor. Kalau analisis itu (struktur, ego state, dan mainan) tidak mencapai hasil baru AT menggunakan analisis skrip, yang orientasinya pada masa lalu. Alternatif ini dipergunakan AT sebagai cara terakhir, bila analisis sebelumnya gagal merenggut hasil.
c. Mudah Diobservasi
Banyak teori yang lahir dibelakang labor ilmiah, tak terkecuali untuk teori-teori Psikologi. Pada umumnya teori yang muncul dari laboratorium itu sulit diamati karena itu terlihat abstrak, sehingga kadang-kadang tak jarang pula yang hanya merupakan konstruk pikiran manusia penemunya.
Berbeda dengan AT, ajaran Berne tentang status ego ( O, D dan A) adalah konsep yang dapat diamati secara nyata dalam setiap interaksi atau komunikasi manusia.Status ego Berne jauh lebih observable dari teori Freud mengenai Id, Ego dan Super Ego, yang hanya dapat dijadikan konstruk pikiran kita atas perilaku seseorang. Lain dengan Ego Orang tua, Dewasa dan Anak, dia dapat diamati secara jelas tanpa menggunakan laboratorium.
Begitu juga dengan sikap dasar manusia yang memilah manusia atas 4 posisi (saya tidak oke-kamu yang oke, saya dan kamu tidak oke, saya oke-kamu tidak oke, dan saya dan kamu oke) yang dikembangkan Harris, jauh lebih maju dari konsep karen Horney yang hanya mengemukakan 3 disposisi manusia. Helpless (minta pertolongan), hostility (menyerang) dan issolation (mengasingkan diri) (Bischof, 1970, 212).
Horney membagi 3 disposisi ini dari sudut orang lain. Helpless, punya arah gerak kepada orang lain (Moving toward people). Menyerang merupakan arah menentang orang lain (moving againts people), sedangkan isolasi punya arah melarikan diri dari orang lain (moving away from people).
Sedangkan Harris membagi sikap dasar manusia itu atas dasar pandangan terhadap diri sendiri dan orang lain. Karena itu, konsep ini lebih maju dari Horney yang hanya melihat dari orang lain saja, pandangan terhadap diri sendiri juga mempengaruhi hubungan dengan orang lain.
d. Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Fokus AT terpusat pada cara bagaimana klien berinteraksi, maka treatment juga mengacu pada interaksi, cara bebicara, kata-kata yang dipergunakannya dalam berkomunikasi. Analisis terhadap interaksi klien pada ruangan konseling, memberi kesempatan kepada klien untuk memperbaiki cara interaksinya dan komunikasinya baik di dalam ruangan Konseling. Karena itu, AT tidak hanya berusaha memperbaiki sikap, persepsi, atau pemahamannya tentang dirinya tetapi sekaligus mempunyai sumbangan positif terhadap keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Hal semacam ini tidak dimilliki oleh pendekatan lainnya.
2. Kelemahan AT
Disamping decak kagum orang atas ajaran Berne ini, yang telah berhasil merekrut teori-teori komunikasi kelapangan psikologi, bukanlah berarti teori ini tidak punya kelemahan, banyak kritik dilontarkan pada AT, diantaranya :
a. Kurang Efisien terhadap Kontrak Treatment
AT mengharapkan, kontrak treatment antara konselor-klien harus terjadi antara status ego Dewasa-dewasa. Artinya menghendaki bahwa klien mengikat kontrak secara realistis, sebagai orang yang membutuhkan pertolongan.
Tetapi dalam kenyataannya, cukup banyak ditemui bahwa banyak klien yang punya anggapan jelek terhadap dirinya, atau tidak realistis. Karena itu, sulit tercapainya kontrak, karena ia tidak dapat mengungkapkan tujuan apa yang sebenarnya diinginkannya. Sehingga memerlukan beberapa kali pertemuan. Hal semacam ini dianggap tidak efisien dalam pelaksanaannya.
b. Subyektif dalam Menafsirkan Status Ego
Apakah ungkapan klien termasuk status Ego Orang tua, Dewasa, atau Anak-anak merupakan penilaian yang subyektif. Mungkin dalam hal yang ekstrim tidak ada perbedaan dalam menafsirkannya. Tapi bila pernyataan itu mendekati dua macam status ego akan sulit ditafsirkan, dan mungkin berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Kesalahan atau perbedaan dalam menafsirkan status ego ini telah dibuktikan oleh Thomson dalam Dusay (Corsini, 1984) yang telah merekam suatu wawancara konseling, kemudian kepada konselor dan calon konselor AT disuruh menganalisis wawancara itu dari 3 macam status ego. Hasilnya memperlihatkan adanya perbedaan penafsiran diantara konselor dan calon konselor tadi.
Di pihak lain error dari pihak klien mungkin pula muncul kepermukaan. Secepat ia memasuki ruangan konseling secepat itu pula terjad perubahan pola komunikasinya. Interaksinya diluar ruangan konseling tidak sama dengan didalam ruangan konseling. Bisa diluar lebih baik dengan menampilkan status ego dewasa, tapi di dalam ruangan konseling lebih banyak menampilakn status ego Anak-anak.
Latar belakang kebudayaan serta bahasa sangat mempengaruhi pemahaman mengenai status ego ini. Karena itu analisis terhadap status ego ini bila antara konselor dengan klien punya latar belakang kebudayaan dan bahasa yang sama. Dan adalah sangat sulit terciptanya penafsiran yang sama pada masyarakat yang punya strata sosial berbeda, paternalis dsb. Perbedaan dalam memahami status ego ini, menyebabkan sulitnya kesamaan dalam menakar egogram klien.
c. Kurang Petunjuk Mengenai Tingkah laku Konselor
Bagi orang yang ingin mempraktikkan AT ini perlu petunjuk bagaimana menganalisis transaksi itu secara tepat dan hemat. Termasuk persoalan bentuk-bentuk responsnya, dan konten dari ungkapan klien. Mungkin di atas telah disebutkan adanya analisis struktur, permainan, Skrip dengan penggunaan beberapa teknik, namun teknik mana yang dipakai dalam menganalisis itu tidak / belum dikembangkan secara khusus dalam teori AT ini. Karena belum adanya petunjuk khusus ini, orang menganggap AT kurang terinci, karena tidak ada petunjukanya
I KEMUNGKINAN PENERAPANNYA PADA SEKOLAH
Banyak laporan, terutama dari praktioner (penganut) AT, bahwa AT berhasil dengan memuaskan. Banyak klien yang telah disembuhkan dengan cara ini, serta “decak kagum “ pun dialamatkan pada temuan Berne ini. Terbentuknya perhimpunan AT, ITAA, dan terbitnya jurnal AT membuktikan bahwa AT sebagai suatu pendekatan yang sudah besar dan berkembang luas dikalangan ahli terapi.
Persoalan sekarang, apakah keberhasilan AT ini dapat pula diterapkan disekolah, terutama di sekolah kita Indonesia yang berlandaskan filsafat Pancasila? Persoalan ini tidaklah sederhana. Keterampilan AT pada klinik Psikologi boleh jadi cocok atau boleh jadi tidak. Penerapan yang tepat meminta uji coba yang cukup matang.
Secara rasional, keberhasilan AT di klinik-klinik Psikoterapi mungkin sekali kita rekrut ke sekolah. Malah kita lebih optimis lagi, karena dapat mengamati langsung perubahan klien di luar ruangan konseling. Betapa tidak, titik sentral dari analisisnya terletak pada transaksi. Selama klien masih berada di sekolah, selama itu pula kita dapat menganalisis transaksinya baik dengan temannya atau gurunya.
Lebih optimis lagi, bahwa AT dapat berhasil bila digunakan sebagai penyuluh kelompok. Karena orang yang sehat kreteria AT adalah yang punya perasaan bebas untuk menentukan pilihannya. Transaksi yang digunakan adalah terciptanya transaksi antar status ego Dewasa. Kemungkinan tumbuh dan berkembang transaksi antar ego Dewasa ini lebih besar dengan teman sebaya. Jadi kondisi ini memungkinkan konselor menerapkan AT sebagai penyuluh kelompok di sekolah.
Kondisi sekolah yang menunjang penerapan AT sebagai pendekatan penyuluhan kelompok ini, justru sebaliknya bagi penyuluh individual. Harapan agar komunikasi atau transaksi antara konselor – klien dapat terbentuk transaksi antara ego state dewasa-dewasa, justru sulit terbina. Karena adanya jarak antara Konselor dengan Klien. Jarak itu adalah faktor usia. Konselor lebih cenderung jauh lebih tua dari klien yang siswa ( 12 – 15 untuk SMTP, 15 – 19 tahun untuk SMTA). Karena itu transaksi yang mungkin sering muncul adalah antara ego state Dewasa (Konselor) – Anak-anak (Pada siswa).
Kondisi ini ditopang oleh faktor budaya kita. Indonesia sebagai bangsa yang berlandaskan pada Pancasila bukanlah negara yang berfaham Liberal. Adat dan sopan santun ketimuran selalu melengket pada masyarakat Indonesia. Cara berbicara dengan orang yang sama besar atau lebih kecil tidak sama dengan cara berbicara dengan orang yang dihormati dan atau lebih besar. Pada beberapa daerah, bahasa yang digunakanpun juga berbeda, lebih halus dan lembut. Karena itu, keberhasilan AT pada masyarakat Amerika yang egaliter belim tentu bisa sama dengan masyarakat kita.
Buku-Buku Karya ERIC BERNE, antara lain:
Kepribadian Konselor
6. Sikap Dasar Manusia
Sejak kecil manusia selalu berhubungan dengan dirinya dan orang lain. Bagaimana seseorang menerima diri dan orang lain itu akan membentuk sikap dasarnya. Sikap dasar ini menenmtukan keberhasilannya dalam hidup ini, termasuk menentukan bermasalah tidaknya seseorang.
Sehubungan dengan penilain seseorang terhadap dirinya (I) dan orang lain (you), Thomas Harris (1985 : 50) mengklasifikasikan adanya 4 macam sikap dasar sesuai dengan perkembangan manusia.
Saya tidak Oke - Kamu Oke
Saya tidak Oke - Kamu tidak Oke
Saya Oke - Kamu tidak Oke
Saya Oke - Kamu Oke
Sikap dasar pertama, saya tidak Oke – Kamu Oke, adalah sikap yang paling awal diperoleh manusia, yakni sikap seorang bayi. Dia menganggap dirinya jelek atau tidak mampu dan menganggap orang lain baik dan penuh perhatian padanya. Karena itu ia sering kali mengunakan ego state anak-anak
Sikap dasar kedua, saya tidak Oke – Kamu tidak Oke, adalah sikap dasar yang memandang jelek baik atas dirinya maupun kepada orang lain. Kondisi seperti ini menandakan seseorang bermasalah atau depresi. Namun dalam kadar yang kecil terlihat pada perilaku di masa remaja yang tidak peduli dengan diri dan berontak terhadap aturan bahkan orang tua sendiri..
Sikap dasar ketiga, Saya Oke – Kamu tidak Oke, adalah sikap yang memandang jelek terhadap orang lain. Mereka suka mengkritik, atau menyalahkan orang lain. Ego state yang sering digunakannya dalam bertransaksi adalah O.
Sedangkan sikap dasar keempat, Saya dan Kamu Oke, adalah sikap hidup yang baik, atau posisi kepribadian yang sehat, dia bisa memandang realistis sebagai mana adanya dirinya dan orang lain. Ini terlihat bagi orang yang suka menggunakan ego state D.
F. PROSES KONSELING
AT bertujuan membantu Klien mengembangkan status egonya sehingga dapat berfungsi lebih baik dengan cara menganalisa transaksi yang dilakukannya. Proses Konseling dalam AT ini dilakukan bahwa setiap transaksi dianalisis, Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab diarahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya. Sehingga Klien dapat menyeimbangkan Egogramnya, mendefinisikan kembali skiptnya, serta melakukan instrospeksi terhadap games yang dijalaninya..
Menurut Harris, proses konseling AT pada bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama Klien ( Shertzer & Stone, 1980 : 209).
Kontrak bagi Dusay (Cosini, 1984 : 419 ) adalah berbentuk pernyataan klien – terapis untuk bekerja sama mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertangung jawab, karena terapist bukanlah pula orang yang menanti mukjizat terapist. Kontrak dalam AT menurut Dusay mencakup 4 (empat) Komponen:
1. Saling menyetujui, yakni terjadinya persetujuan dalam keadaaan ego state dewasa antara Klien – terapist untuk melakukan perubahan yang spesifik.
2. Kompetensi, yakni kesediaan terapist untuk memberikan layanan yang menggunakan kompetensi yang dimilikinya, yakni merobah dan mengatasi persepsi klien yang salah atas diri dan lingkungannya. Kontrak untuk hidup sehat dan panjang umur berada diluar jangkauan kompetisi terapist
3. Tujuan yang legal, adalah menyangkut materi dan tujuan dari kontrak yang bersifat legal.
4. Konpensasi, yakni menyangkut imbalan bagi terapist yang telah mengorbankan waktu dan kemampuannya.
Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian terapist bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan konseling.
G. TEKNIK KONSELING
Dalam AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, terapist memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis skript, dan analisis mainan.
1. Analisis Struktur
Analisis struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien. Analis hendaknya bisa mengenal 1) apakah klien menggunakan ego state tertentu, 2) apakah ego state klien, normal, terkontaminasi atau eksklusif, dan 3) bagaimanakah energi egogram klien tersebut.
Dengan mengetahui struktur ego state klien, akan diketahui masalah yang dihadapi klien. Bila klien dominan menggunakan ego state A masalah yang dihadapinya kurngnya rasa pecaya diri atau dipandang rendah o rang lain. Bila O yang domninan maka klien tengah ditakuti, dijauhi, disishkan atau diasingkan orang lain.
2. Analisis transaksional
Transaksi antara konselor – klien pada hakekatnya adalah tranasksi antar status ego keduanya. Konselor menganalisa status ego yang terlihat dari respons atau stimulus klien. Dengan orang lain Baik dari kata-kata yang diungkapkan klien, maupun dengan bahasa non verbal. Data atau informasi yang diperoleh dari transaksi dijadikan konselor untuk bahan analisis atau problem yang dihadapi klien..
3. Analisis Mainan
Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan Lingkungannya. Mungkin Klien dalam transaksinya sering mengumpulkan “kupon emas atau kupon Coklat” (perasaan menang atau perasaan kalah). Bila klien dalam games sering berperan sebagai pemenang, maka ada kemungkinan ia menjadi amat takut sewaktu-waktu akan menerima kopon cokelat yang banyak..
4. Analisis Skript
Analisis Skript ini merupakan usaha terapist yang terakhir, dan diperlukan mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak masa kecil dan standar sukses yang telah ditanamkan orang tuanya.
Disamping keempat macam teknik yang digunakan di atas, treatment dari AT sering pula menggunakan teknik khusus, seperti: Interogasi, Spesifikasi, Konfrontasi, Eksplanasi, Ilustrasi, Konformasi, Interpretasi, Kristalisasi
G. SIKAP DAN PERANAN KONSELOR
Inti pokok dari AT terletak pada usaha konselor (terapist) menganalisis transaksi klien dengan teknik-teknik yang telah disebutkan diatas. Dengan demikian telihat sikap dan peranan konselor di sini :
1. Berusaha meletakkan tanggung jawab pada klien
Karena pada hakekatnya setiap hendaknya bertanggung jawab atas kehidupannya, maka bagi AT juga mengarahkan agar pada diri klien tumbuh rasa tanggung jawab dan kemampuan untuk mengambil tanggung jawab atas kehidupannya.
2. Menyediakan lingkungan yang menunjang
Untuk mencapai perubahan klien atau keseimbangan ego state klien, konselor berusaha sebagai penyedia fasilitas yang mendorong terjadinya perubahan ego state klien.
3. Memisahkan mite dengan realitas
Karena pengaruh skript, banyak klien dipengaruhi oleh mitologi yang telah diadapsinya sejak lama. Dalam rangka memperbaiki kembali (memahami kembali) skript kehidupan klien itu, konselor AT mempunyai peranan untuk memisahkan mite yang berpengaruh dalam skript klien dengan realitas kehidupan yang sebenarnya.
4. Melakukan Konfrontasi atas keanehan yang tampak
Keanehan atau keadaan ego state klien yang tidak seimbang dapat diperbaiki terapist dengan melakukan konfrontasi.Terapist hendaknya bisa membentuk dan merekonstruksi menjadi seimbang.
Jadi, dengan melihat peranan dan sikap konselor di atas, memperlihatkan bahwa konselor dalam AT bersifat aktif. Dia lebih banyak menentukan jalanya konseling.
H. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
Dari uraian di atas, kiranya telah dapat dipahami sosok tubuh AT. Walaupun uraian teori ini lebih mengarah pada analisis transaksinya dari pada kaitannya dengan peran, proses, treatment. Namun dapat dibandingkan dengan pendekatan lain. AT merupakan salah satu pendekatan yang berbeda dengan beberapa pendekatan yang telah berkembang sebelumnya.
Bila kita lihat, bandingkan, atau nilai dari berbagai pendekatan lain, ternyata AT juga punya kelemahan disamping kebaikanya, seperti layaknya pendekatan lain. Adanya keunggulan hendaknya bisa kita manfaatkan, dan adanya kelemahan justru membuka peluang dan menantang, mencari dan menemukan pendekatan lain. Paling kurang terbukanya kesempatan untuk memperbaiki kelemahannya.Diantara keunggulan dan kelemahan AT itu antara lain:
1. Keunggulan AT
Dengan melihat Konsepsi, penekanan, pelaksanaan serta penerimaan pada klien, maka ada beberapa kebaikan dari AT:
a. Punya Pandangan Optimis dan Realistis tentang Manusia
Seperti telah disebutkan pada bab terdahulu, AT memandang manusia dapat berubah bila dia mau. Manusia punya kehendak dan kemauan. Kemauan inilah yang memungkinkan manusia berubah, tidak statis. Sehingga manusia bermasalah sekalipun dapat berubah lebih baik, bila kemauannya dapat tumbuh. Karena itu AT lebih Optimis dan realistis memandang manusia.
Bila kita bandingkan dengan Psikoanalisa, Freud, AT nampak selangkah lebih maju. Psikoanalisis memandang manusia deterministik. Perilaku manusia bagaikan suatu rotasi dari pengalaman masa kecil, kendatipun pengalaman masa kecil itu tak diingatnya lagi (Unconscious). AT tidak menolak adanya pengaruh masa kecil ini. Konsepnya tentang skript kehidupan mengakui adanya kontribusi pengalaman masa kecil atas kehidupan sekarang. Tapi karena manusia punya kehendak dan kemauan untuk bebas, “pengalaman itu dapat dirubah “ (Shertzer & Stone, 1982, 237).
Skript kehidupan manusia diakui AT bersisi dua, ada yang negatif dan ada yang positif. Sesuai dengan nilai-nilai yang diterimanya dari orang tuanya atau interaksinya dengan lingkungan. Karena skrip itu mempengaruhi seseorang untuk mengambil kesimpulan, maka keputusan orang itu dapat Oke atau Tidak Oke terhadap diri dan lingkungannya.
Hal ini juga lebih realitis dari konsep Rogers yang memandang manusia baik, rasional dapat dipercaya, dapat mengubah dirinya lebih baik atau dapat merealisasikan dirinya menjadi makhluk Insanul Kamil.
b. Penekanan Waktu Sekarang dan Di sini
Tujuan pokok terapi AT adalah mengatasi masalah klien agar dia punya kemampuan dan memiliki rasa bebas untuk menentukan pilihannya. Untuk mengatasi masalah klien itu, AT berusaha membangkitkan kemauan dan kemampuan orang dengan melakukan analisis interaksinya dengan orang lain. Hal ini dimulai dengan mennganalisis interaksinya dengan terapist. Analisis seperti di atas, analisis interaksi klien dengan terapist atau orang lain, adalah persoalan interaksi sekarang. Kini dan di sini (here and now).
Metoda analisis struktur, status ego dengan egogram, analisis permainan semuanya merupakan analisis terhadap perilaku yang di tampilkan klien pada saat ini, di sini di hadapan konselor. Kalau analisis itu (struktur, ego state, dan mainan) tidak mencapai hasil baru AT menggunakan analisis skrip, yang orientasinya pada masa lalu. Alternatif ini dipergunakan AT sebagai cara terakhir, bila analisis sebelumnya gagal merenggut hasil.
c. Mudah Diobservasi
Banyak teori yang lahir dibelakang labor ilmiah, tak terkecuali untuk teori-teori Psikologi. Pada umumnya teori yang muncul dari laboratorium itu sulit diamati karena itu terlihat abstrak, sehingga kadang-kadang tak jarang pula yang hanya merupakan konstruk pikiran manusia penemunya.
Berbeda dengan AT, ajaran Berne tentang status ego ( O, D dan A) adalah konsep yang dapat diamati secara nyata dalam setiap interaksi atau komunikasi manusia.Status ego Berne jauh lebih observable dari teori Freud mengenai Id, Ego dan Super Ego, yang hanya dapat dijadikan konstruk pikiran kita atas perilaku seseorang. Lain dengan Ego Orang tua, Dewasa dan Anak, dia dapat diamati secara jelas tanpa menggunakan laboratorium.
Begitu juga dengan sikap dasar manusia yang memilah manusia atas 4 posisi (saya tidak oke-kamu yang oke, saya dan kamu tidak oke, saya oke-kamu tidak oke, dan saya dan kamu oke) yang dikembangkan Harris, jauh lebih maju dari konsep karen Horney yang hanya mengemukakan 3 disposisi manusia. Helpless (minta pertolongan), hostility (menyerang) dan issolation (mengasingkan diri) (Bischof, 1970, 212).
Horney membagi 3 disposisi ini dari sudut orang lain. Helpless, punya arah gerak kepada orang lain (Moving toward people). Menyerang merupakan arah menentang orang lain (moving againts people), sedangkan isolasi punya arah melarikan diri dari orang lain (moving away from people).
Sedangkan Harris membagi sikap dasar manusia itu atas dasar pandangan terhadap diri sendiri dan orang lain. Karena itu, konsep ini lebih maju dari Horney yang hanya melihat dari orang lain saja, pandangan terhadap diri sendiri juga mempengaruhi hubungan dengan orang lain.
d. Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Fokus AT terpusat pada cara bagaimana klien berinteraksi, maka treatment juga mengacu pada interaksi, cara bebicara, kata-kata yang dipergunakannya dalam berkomunikasi. Analisis terhadap interaksi klien pada ruangan konseling, memberi kesempatan kepada klien untuk memperbaiki cara interaksinya dan komunikasinya baik di dalam ruangan Konseling. Karena itu, AT tidak hanya berusaha memperbaiki sikap, persepsi, atau pemahamannya tentang dirinya tetapi sekaligus mempunyai sumbangan positif terhadap keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Hal semacam ini tidak dimilliki oleh pendekatan lainnya.
2. Kelemahan AT
Disamping decak kagum orang atas ajaran Berne ini, yang telah berhasil merekrut teori-teori komunikasi kelapangan psikologi, bukanlah berarti teori ini tidak punya kelemahan, banyak kritik dilontarkan pada AT, diantaranya :
a. Kurang Efisien terhadap Kontrak Treatment
AT mengharapkan, kontrak treatment antara konselor-klien harus terjadi antara status ego Dewasa-dewasa. Artinya menghendaki bahwa klien mengikat kontrak secara realistis, sebagai orang yang membutuhkan pertolongan.
Tetapi dalam kenyataannya, cukup banyak ditemui bahwa banyak klien yang punya anggapan jelek terhadap dirinya, atau tidak realistis. Karena itu, sulit tercapainya kontrak, karena ia tidak dapat mengungkapkan tujuan apa yang sebenarnya diinginkannya. Sehingga memerlukan beberapa kali pertemuan. Hal semacam ini dianggap tidak efisien dalam pelaksanaannya.
b. Subyektif dalam Menafsirkan Status Ego
Apakah ungkapan klien termasuk status Ego Orang tua, Dewasa, atau Anak-anak merupakan penilaian yang subyektif. Mungkin dalam hal yang ekstrim tidak ada perbedaan dalam menafsirkannya. Tapi bila pernyataan itu mendekati dua macam status ego akan sulit ditafsirkan, dan mungkin berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Kesalahan atau perbedaan dalam menafsirkan status ego ini telah dibuktikan oleh Thomson dalam Dusay (Corsini, 1984) yang telah merekam suatu wawancara konseling, kemudian kepada konselor dan calon konselor AT disuruh menganalisis wawancara itu dari 3 macam status ego. Hasilnya memperlihatkan adanya perbedaan penafsiran diantara konselor dan calon konselor tadi.
Di pihak lain error dari pihak klien mungkin pula muncul kepermukaan. Secepat ia memasuki ruangan konseling secepat itu pula terjad perubahan pola komunikasinya. Interaksinya diluar ruangan konseling tidak sama dengan didalam ruangan konseling. Bisa diluar lebih baik dengan menampilkan status ego dewasa, tapi di dalam ruangan konseling lebih banyak menampilakn status ego Anak-anak.
Latar belakang kebudayaan serta bahasa sangat mempengaruhi pemahaman mengenai status ego ini. Karena itu analisis terhadap status ego ini bila antara konselor dengan klien punya latar belakang kebudayaan dan bahasa yang sama. Dan adalah sangat sulit terciptanya penafsiran yang sama pada masyarakat yang punya strata sosial berbeda, paternalis dsb. Perbedaan dalam memahami status ego ini, menyebabkan sulitnya kesamaan dalam menakar egogram klien.
c. Kurang Petunjuk Mengenai Tingkah laku Konselor
Bagi orang yang ingin mempraktikkan AT ini perlu petunjuk bagaimana menganalisis transaksi itu secara tepat dan hemat. Termasuk persoalan bentuk-bentuk responsnya, dan konten dari ungkapan klien. Mungkin di atas telah disebutkan adanya analisis struktur, permainan, Skrip dengan penggunaan beberapa teknik, namun teknik mana yang dipakai dalam menganalisis itu tidak / belum dikembangkan secara khusus dalam teori AT ini. Karena belum adanya petunjuk khusus ini, orang menganggap AT kurang terinci, karena tidak ada petunjukanya
I KEMUNGKINAN PENERAPANNYA PADA SEKOLAH
Banyak laporan, terutama dari praktioner (penganut) AT, bahwa AT berhasil dengan memuaskan. Banyak klien yang telah disembuhkan dengan cara ini, serta “decak kagum “ pun dialamatkan pada temuan Berne ini. Terbentuknya perhimpunan AT, ITAA, dan terbitnya jurnal AT membuktikan bahwa AT sebagai suatu pendekatan yang sudah besar dan berkembang luas dikalangan ahli terapi.
Persoalan sekarang, apakah keberhasilan AT ini dapat pula diterapkan disekolah, terutama di sekolah kita Indonesia yang berlandaskan filsafat Pancasila? Persoalan ini tidaklah sederhana. Keterampilan AT pada klinik Psikologi boleh jadi cocok atau boleh jadi tidak. Penerapan yang tepat meminta uji coba yang cukup matang.
Secara rasional, keberhasilan AT di klinik-klinik Psikoterapi mungkin sekali kita rekrut ke sekolah. Malah kita lebih optimis lagi, karena dapat mengamati langsung perubahan klien di luar ruangan konseling. Betapa tidak, titik sentral dari analisisnya terletak pada transaksi. Selama klien masih berada di sekolah, selama itu pula kita dapat menganalisis transaksinya baik dengan temannya atau gurunya.
Lebih optimis lagi, bahwa AT dapat berhasil bila digunakan sebagai penyuluh kelompok. Karena orang yang sehat kreteria AT adalah yang punya perasaan bebas untuk menentukan pilihannya. Transaksi yang digunakan adalah terciptanya transaksi antar status ego Dewasa. Kemungkinan tumbuh dan berkembang transaksi antar ego Dewasa ini lebih besar dengan teman sebaya. Jadi kondisi ini memungkinkan konselor menerapkan AT sebagai penyuluh kelompok di sekolah.
Kondisi sekolah yang menunjang penerapan AT sebagai pendekatan penyuluhan kelompok ini, justru sebaliknya bagi penyuluh individual. Harapan agar komunikasi atau transaksi antara konselor – klien dapat terbentuk transaksi antara ego state dewasa-dewasa, justru sulit terbina. Karena adanya jarak antara Konselor dengan Klien. Jarak itu adalah faktor usia. Konselor lebih cenderung jauh lebih tua dari klien yang siswa ( 12 – 15 untuk SMTP, 15 – 19 tahun untuk SMTA). Karena itu transaksi yang mungkin sering muncul adalah antara ego state Dewasa (Konselor) – Anak-anak (Pada siswa).
Kondisi ini ditopang oleh faktor budaya kita. Indonesia sebagai bangsa yang berlandaskan pada Pancasila bukanlah negara yang berfaham Liberal. Adat dan sopan santun ketimuran selalu melengket pada masyarakat Indonesia. Cara berbicara dengan orang yang sama besar atau lebih kecil tidak sama dengan cara berbicara dengan orang yang dihormati dan atau lebih besar. Pada beberapa daerah, bahasa yang digunakanpun juga berbeda, lebih halus dan lembut. Karena itu, keberhasilan AT pada masyarakat Amerika yang egaliter belim tentu bisa sama dengan masyarakat kita.
Buku-Buku Karya ERIC BERNE, antara lain:
sumber : http://harunnihaya.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yang sopan