Usaha

 photo cooltext934587768.png
Home » » HUKUM DZIKIR BERSAMA SETELAH SHALAT

HUKUM DZIKIR BERSAMA SETELAH SHALAT



A. Definisi Dzikir Bersama
v  Secara Etimologi
Adz dzikrul jama'ie atau dzikrul jamaah (dzikir bersama) terangkai dari dua kata:
Pertama, Dzikir secara bahasa berasal dari kata : ( Dzakaro–yadzkuru–dzikron ) Artinya : Menyebut,mengucapkan mengagungkan,mengingat-ingat.[1]
Adz dzikru berarti sesuatu yang mengalir melalui lisan.[2] Terkadang diartikan dengan menyimpan sesuatu. Dzikir secara bahasa berarti mengingat.[3] Dzikrullah berarti mengingat dengan memuji Allah. Al qur'an juga disebut dzikir, karena ia menjadi jalan mengingat Allah. Shalat juga disebut dzikir kaena ia media mengingat Allah.

Ar Raaghib dalam al mufradat menjelaskan: "Terkadang dzikir diartikan sebagai kondisi jiwa yang memungkinkanya menghafal pengetahuan yang didapatkanya."[4]
Oleh sebab itu, ada dua jenis ma'na dzikir. Dzikir yang berarti ingat sesudah lupa, dan dzikir yang berarti ingat tanpa berkaitan dengan lupa, tapi karena lekatnya hafalan.[5]
Kedua, Ma'na jama'ie ya'ni apa yang diucapkan oleh orang-orang yang berkumpul dengan satu suar saat melantunkan dzikir, apa yang diucapkan sebagian, sama dengan apa yang diucapkan sebagian yang lain (serempak).[6]
v  Secara Terminologi
Dzikir menurut syari'at adalah setiap ucapan yang dirangkai untuk tujuan memuji dan berdo'a. Ya'ni lafal yang digunakan untuk beribadah kepada Allah, berkaitan dengan pengagungan terhadap Nya dan pujn terhadap Nya dengan menyebut nama-nama atau sifat Nya, dengan memuliakan dan mentauhitkan Nya, dengan bersukur dan mengagungkan dzat-Nya, dengan membac al kitab Nya, dengan memohon kepada Nya atau berdo'a kepada Nya.[7]
Sayyid Syabiq berkata:" Dzikir ialah apa yang dilakukan oleh hati dan lisan berupa tasbih atau mensucikan Allah Y,memuji dan menyanjung-Nya,menyebut-nyebut sifat-sifat dan kebesaran, keagunggan-Nya,serta sifat sifat indah yang dimiliki-Nya". [8]

Dzikir adalah mengucapkan lafadz-lafadz yang dianjurkan untuk banyak memuji Allah seperti سبحان الله و الحمد لله . Dzikir juga berarti menjalankan apa yang perintahkan oleh Allah atau dianjurkan oleh Rasululllah seperti membaca al qur'an, mendalami hadits, mempelajari ilmu dan menjalankan shalat sunnat serta menyebut Allah dengan hati, lesan dan perbuatan.[9]
Adapun pembahasan disini adalah bahwa dzikir jama'ie atau dzikir bersama yang biasa dilakukan oleh sebagian kaum muslimin. Seperti dzikir bersama sesudash shalat-shalat wajib atau waktu dan kondisi lain yang mana berkumpul untuk bersama –sama melantunkan dzikir, do'a dan wirid dibawah komando satu orang maipun tanpa dikomando. Yang jelas mereka melantunkan dzikir tersebut secara serempak.Inilah fokus pembicaraan ini.

B.Sejarah Munculnya Dzikir Bersama
Awal mula munculnya tradisi bersama adalah pada zaman shahabat lalu para shahabat mencegah bid'ah tersebut diawal kemunculannya, maka semakin surutlah penyebaran tradisi tersebut hingga akhirnya lenyap berkat upaya pencegahan yang dilakukan para ulama salaf terhadapnya.[10]
            Di zaman pemerintahan Al Makmun, ia justru memerintahkan untuk menyebarkan tradisi tesebut. Ia menulis surat kepada Ishaq bin Ibrahim, Gubernur Baghdad kala itu, yang berisi perintah agar dia menyuruh masyarakat muslim melakukan takbir (berjamaah) setiap selesai menjalankan shalat wajib lima waktu. Imam Ath Thabari meceritakan dalam tarikhnya berkaitan dengan beberapa peristiwa yang terjadi ditahun 216 H.
            Pada itu Al Makmun menulis surat kepada Ishaq bin Ibrahim, memerintahkanya agar menyiapkan barisan tentara mengawasi kaum meslimin bertakbir sesidah shalat. Mereka memulanya dimasjid Al Madinah dan Ar Rasafah pada hari jumat, selama 14 malam terakhir bulan ramadhan, pada tahun itu juga.[11]
            Sementara dalam tarikh Ibnu Katsir disebutkan, Pada tahun itu juga Al Makmun menulis surat kepada Ishaq bin Ibrahim Gubernur baghdad kala itu,memerintahkannya agar menyuruh kaum muslimin untuk bertakbir setiap usai shalat lima waktu.[12]
            Tradisi itu terus berkembang dikalamgan kaum syi'ah rafudhah dan kalangan sufi serta golongan-golongan yang terpengaruh oleh ajaran mereka.[13]
            Pencipta pertama bid'ah takbir jama'i adalah Muadhad bin Yazid Al 'Ajili dan teman-temannya di Kufah. Lalu Ibnu Mas'ud melarang mereka dan melempar mereka dengan kerikil. Yang demikian itu terjadi sebelum wafatnya Ibnu Mas'ud tahun 33 H. Dan sungguh mereka telah menghentikan perbuatan tersebut, sampai perbuatan itu kemudian dimunculkan lagi oleh kaun shufi atau orang-orang tasawuf pada masa Ma'mun (198 H-218 H/813-833 M) Dan setelahnya, sedang masa itu ada orang tasyayyu' (syiah mengkultuskan Ali), dialah yang menciptakan bid'ah baru, bertakbir jama'i setelah shalat dimasjid-masjid.[14]

C.Anjuran untuk berdzikir
           
a.       Dari Al-Qur'an : Allah  berfirman :
þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ

"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan jangan ingkar terhadap nikmat-nikmat-Ku".[15] 
ä.øŒ$#ur š­/§ Îû šÅ¡øÿtR %YæŽ|Øn@ ZpxÿÅzur tbrߊur ̍ôgyfø9$# z`ÏB ÉAöqs)ø9$# Íirßäóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur Ÿwur `ä3s? z`ÏiB tû,Î#Ïÿ»tóø9$# ÇËÉÎÈ
                                                                                   
"Dan sebutlah nama Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksa-Nya) tidak mengeraskan suara dipagi dan di sore hari, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.[16] 
 b. Dari As Sunnah :

Pertama, "Perumpamaan orang-orang yang menyebut nama Rabb-nya dengan orang yang tidak menyebut nama-Nya ,laksana orang hidup dan orang mati."[17]

Kedua, "Sesungguhnya seorang lelaki berkata :"Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari'at-syari'at Islam telah banyak aku ketahui, maka khabarkanlah kepadaku sesuatu yang jadikan pegangan !  Beliau bersabda :"Tidak hentinya lidahmu basah dari dzikir kepada Allah" .[18]

D. Cara Berdzikir Dan Macam-macamnya
            Karena dzikir merupakan ibadah, maka tidak akan diterima Allah kecuali dengan dua syarat:
Pertama, Ikhlas karena Allah
Kedua, Sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah Saw.
            Allah ta'ala telah menetapkan cara berdzikir seperti yang terungkap dalam surat Al a'raaf: 205 dan Ali imran :191 bahwa dzikir itu dilakukan dengan khusu' dan suasana lirih serta dalam kondisi duduk, berdiri dan tiduran. Dalam banyak kondisi disebutkan cara-cara dzikir Rasulullah Saw tapi tak satupun yang menunjukkan dzikir bersama beramai-ramai dikomandoi oleh seorang komando.
ä.øŒ$#ur š­/§ Îû šÅ¡øÿtR %YæŽ|Øn@ ZpxÿÅzur tbrߊur ̍ôgyfø9$# z`ÏB ÉAöqs)ø9$# Íirßäóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur Ÿwur `ä3s? z`ÏiB tû,Î#Ïÿ»tóø9$# ÇËÉÎÈ
Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Namun ada hadits umum yang bisa dipahami seperti do'a bersama secara keras seperti riwayat Ibnu Abbas,
Ibnu Abbas berkata: "Sungguh mengeraskan suara dalam dzikir ketika orang-orang (shahabat) selesai dari shalat adalah pernah terjadi dimasa Nabi. Kemudian ia (Ibnu Abbas) berkata: "Aku mengetahui dzikir dengan keras setelah mereka selesai shalat dan aku mendengarnya".[19]
            Imam Nawawi kedudukan hadits ini sebagai berikut: Imam Syafi'i menyebutkan tentang hadits ini bahwa dzikir secara keras itu hanya sebentar untuk mengajarkan cara berdzikir, tidak terus menerus mengeraskannya. Pendapat yang paling kuat bahwa iaman dan makmum agar berdzikir sesudah shalat dengan tidak mengeraskan suara kecuali untuk mengajari orang.[20]
            Hal itu dikuatkan oleh seorang tabi'in yang melihat para shahabat yang bernama Qais bin Abbad bahwa shahabat-shahabat Rasulullah itu membenci mengeraskan suara saat berdzikir dalam tiga hal: saat mengantarkan jenazah, saat berdzikir dan saat perang.[21]
ý  Menurut ulama ahli dzikir bahwa dzikir itu ada tujuh macam cara:
            1. Dzikir mata dengan banyak menangis karena Allah.
            2. Dzikir telinga dengan mendengaerkan sesuatu yang diridhai Allah.
            3. Dzikir lisan banyak menyebut dan memuji Allah.
            4. Dzikir tangan dengan memperbanyak sedekah karena Allah.
            5. Dzikir badan dengan menggunakan,menjalankan dan membela agama Allah
            6. Dzikir hati dengan menumbuhkan rasa cinta, takut dan harap kepada Allah.
            7. Dzikir ruh dengan bertawakkal dan pasrah kepada Allah.
ý  Sedangkan Ibnul Qayyiim menyebutkan dzikir dalam tiga hal:
            1. Dzikrullah dengan kemantapan hati.
            2. Dzikrullah dengan melalui ucapan lisan.
            3. Dzikrullah dengan mendalami hukum–hukum Allah.

E. Argumen Mereka Yang Membolehkan Dzikir Bersama.
Mereka berargumen sebagai berikut:
Pertama, Nash-nash syariat ynag menyebutkan tentang pujian bagi orang-orang yang suka berdzikir menggunakan lafal jama' (lebih dari dua orang), sehingga mengindikasikan adanya anjuran untuk berdzikir kepada Allah secara berjama'ah. Misalnya riwayat dalam shahih Al Bukhari dan Muslim dari Abu Huraurah, dari Nabi, bahwa beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah memiliki para Malaikat yang sdelalu berjalan untuk mencari majlis-majlis dzikir. Ketika mendapatkan majlis yang didalamnya ada dzikir, mereka akan duduk bersama orang-orang disitu. Mereka akan saling menaungi diantara mereka dengan sayapnya sehingga memenuhi ruang antara mereka dengan langit dunia.Saat majlis bubar, merekapun terbang dan naik keatas langit. "Perawi melanjutlkan: "Kemudian merelka ditanya oleh Allah. Padahal Allah lebih mengetahui daripada mereka ..: "Dari mana saja kalian ?" Mereka menjawab: "Kami datang dari suatu tempat disisi para hamba Mu dimuka bumi. Mereka bertasbih kepada Mu, bertakbir, bertahlil dan bertahmid serta memohon kepada Mu. Diakhir hadits disebutkan bahwa Allah berfirman: "..Mereka telah diampuni dan Aku akan memberikan apa yang mereka mohon, Akupun akan memberikan perlindungan kepada mereka seperti yang mereka minta".[22]
            Mereka yang memperbolehkan dzikir bersama berpandangan bahwa hadits ini menunjukkan keutamaan berdzikir secara berjamaah .dan dengan suara keras,dilakukan oleh seluruh orang-orang yang ikut berdzikir.
Kedua, Banyak hadits-hadits lain yang diriwayatkan berkaitan dengan keutamaan majlis dzikir, diantaranya adalah:
Diriwayatkan dalam shahih Bukhori dan Muslim dari hadits Abu Hurairah berkata: Rasululah bersabda: Allah ta'ala berfirman:
"Aku tergantung persangkaan hamba Ku. Dan Aku selalu bersama hamba Ku, selagi ia berdzikir kepada Ku. Jika ia berdzikir sendirian, maka akupun mengingatnya sendirian. Kalau ia berdzikir kepada Ku ditengah keramaian, maka Aku pun akan mengingatnya ditengah keramaian yang  lebih baik lagi".[23]
            Sisi pengambilan dalil dalam riwayat tersebut adalah ucapan: "… Kalau ia berdzikir kepada Ku ditengah keramaian, menunjukkan diperbolehkannya dzikir berjamaah.[24]

F Argumen Mereka Yang Melarang Dzikir Bersama
Argumen mereka adalah, sebagai berikut:
Pertama, Dzikir bersama tidak pernah diperintahkan oleh Nabi dan tidak pula beliau anjurkan kepada kaum muslimin. Sekiranya beliau memerintahkan atau setidaknya menganjurkannya, tentu akan diriwayatkan dari beliau. Tapi ternyata tidak ada riwayat dari beliau tentang do'a berjamaah usai shalat bersama para shahabat beliau.
            Asy Syathiby mengatakan: "Do'a bersama yang dilakukan secara rutin tidak pernah dilakukan oleh Rasululaah".[25]
            Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Tidak pernah seorang perawipun yang meriwayatkan Nabi shalat mengimami kaum muslimin, beliau berdo'a seusai shalat bersama makmum semua. Baik ketika shalat shubuh, Ashar atau shalat lainya. Bahkan diriwayatkan dengan shahih dari beliau bahwa beliau biasa menghadap kearah para shahabat seusai shalat, lalu berdzikir kepada Allah dan mengajarkan kepada mereka cara berdzikir kepada Allah usai shalat".[26]

Kedua, Berdasarkan apa yang dilakukan oleh kaum salaf dari kalangan shahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Mereka menegur orang yang melakukan bid'ah semacam itu.

Ketiga, Nash-nash umum yang berisi larangan berbuat bid'ah dalam agama, seperti hadits Aisyah secara marfu':
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو ردّ.
"Barangsiapa yang mengada–adakan suatu amalan dalam ajaran agama kita yang tidak ada syari'atnya, maka amalan tersebut tertolak".[27]

Keempat, Pendapat yang mengatakan dianjurkan dzikir bersama berarti sengaja meralat syari'at Nabi. Karena para pelaku bid'ah itu membuat hukum baru yangn tidak ditetapkan sebagai syari'at oleh Nabi. Padahal Allah telah berfirman:
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk merekaagama yang tidak diizinkan Allah".[28]

Kelima, Diantara dalil para ulama yang melarangnya melihat bahwa dzikir bersama itu menyerupai kebiasaan kaum nasrani yang biasa yang berkumpul digereja-gereja untuk melakukan kebaktian, menyanyikan lagu keagamaan secara bersamaan.Padahal banyak sekali dalil dalam al Qur'an dan hadits yang secara tegas melarang meniru ahli kitab, bahkan memerintahkan kita membedakan diri dari mereka.

Keenam, Diantar dalil orang –orang yang melarang dzikir bersama adalah bahwa dzikir bersama bisa menimbulkan banyakm kerusakan yang bisa terhindar ketika amalan itu dilarang. Apalagi amalan tersebut dianggap mengembangbiakkan berbagai manfaat sebagaimana yang diklaim oleh pihak yang memperbolehkannya.

G. Hukum Dzikir Bersama
Para ulama salaf menganggap dzikir bersama adalah perbuatan bid'ah dalam agama yang belum dilakukan oleh Nabi maupun para shahabat baliau yang lain. Demikian pula halnya dengan do'a berjama'ah, baik usai shalat wajib atau diwaktu yang lain. Mereka menganggapnya bid'ah, kecuali yang ada dalilnya.

v  Pendapat para ulama mengenai dzikir bersama:
1.      Imam Alaa-uddin Al Kaasaani Al Hanafi dalam bukunya Bada I'ush shanaa-ie fii tartiebsy syaraa-ie[29] dari Abu Hanifah berkata:"Mengeraskan suara takbir pada asalnya adalah bid'ah, karena takbir adalah dzikir. Sunnahnya dzikir diucapkan dengan suara lembut. Allah berfirman:
(#qãã÷Š$# öNä3­/u %YæŽ|Øn@ ºpuŠøÿäzur 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä šúïÏtF÷èßJø9$# ÇÎÎÈ
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [30]
Nabi bersabda:
"Do'a yang terbaik adalah yang diucapkan dengan suara lembut".[31]
2.      Al Alamah Al Mubarrakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzy[32] berkomentar: "Ketahuilah bahwa pengikut madzhab Hanafi pada masa ini selalu menekuni berdo'a sambil mengangkat kedua tangan setip usai shalat wajib. Seolah-olah mereka menganggapnya sebagai kewajiban. Oleh karena itu mereka mengingkari setiap orang yang selesai mengerjakan shalat wajib langsung mengucapkan:
اللهم أنت السلام ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام.
"Allahumma antas salam wa minkas salam tabarakta ya dzal jalaali wal ikram" (Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan dan darimulah keselamatan, Maha suci Engkau. Wahai Raab Yang Maha Agung lagi maha mulia "Kemudian langsung berdiri tanpa berdo'a dan mengangkat kedua tangannya. Padahal perbuatan mereka itu menyelisihi pendapat imam mereka Al Imam Abu Hanifah, juga menyelisihi apa yanag terdapat dalam kitab pegangan mereka".
3.      Sikap madzhab Imam Malik terhadap dzikir bersama, disebutkan dalam kitab Ad durrats tsamin karya asy Syaikh Muhammad bin Ahmad Miyarah.Imam Malik beserta ulama membenci kebiasaan para imam yang memimpin para jamaah masjid untuk berdo'a bersama dengan suara keras disetiap selesai shalat wajib.[33]
4.      Al Imam Asy Sathiby telah menukil dalam kitabnya Al I'tishaam tentang kisah seorang laki-laki dari kalangan pembesar kerajaan yang terhormat,terkenal dengan sifat keras dan kasar. Laki-laki itu singgah disebuah rumah tetangga Ibnu Mujahid. Sementara Ibnu Mujahid tidak pernah berdo'a setiap selesai melakukan shalat wajib lantaran ia berpegang pada madzhab Imam Malik yang mengatakan makruh.[34]
5.      Sikap madzhab Asy Syafi'i, beliau telah berkomentar dalam kitabnya "Al Umm", "Pendapat yang aku pilih perihal imam dan makmum, hendaknya keduanya berdzikir kepada Allah setiap usai shalat wajib tanpa mengeraskan dzikir, kecuali bagi seorang imam yang berkewajiban untuk mengajarkan kepada paramakmumnya. Hingga ketika imam melihat bahwa mereka telah mampu, diapun kembali berdzikir dengan suara pelan.[35] Karena Allah telah berfirman:
Ÿwur öygøgrB y7Ï?Ÿx|ÁÎ/ Ÿwur ôMÏù$sƒéB $pkÍ5
"….dan jangan kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya".[36]
6.      Al Imam An Nawawi dalam Al Majmuu' berkata: "Imam Syafi;I beserta para pengikutnya sepakat atas disunnahkannya berdzikir setiap selesai shalat. Hal ini disunnahkan bagi seorang imam, makmum, sendirian, laki-laki, perempuan, orang musafir dan lainnya. Adapun kebisaan orang-orang atau kebabyakan mereka yangnmengkhususkan do'a seorang imam dalam dua waktu shalat, yakni shubuh dan ashar tidak ada dalilnya.[37]
   Imam An Nawawi sendiri dalamm kitab Tahqiq dimana beliau berkata: "Disunnahkan berdzikir dan berdo'a dengan suara rendah setiap selesai shalat. Dan jika seorang imam ingin mengajari para makmum, boleh baginya mengeraskan dzikirnya, dan apabila mereka sudah mengerti, imam itu kembali merendahkan suara dzikirnya.[38]
7.      Sikap madzhab hanabilah, Imam Ibnu Qudamah telah berkata Al Mughni: "Disunnahkan berdzikir dan berdo'a disetiap selesai shalat. Hal itu disunnahkan sesuai dengan apa yang telah diriwayatkan dalam hadits. Beliau menyebutkan sejumlah hadits mangenai dzikir yang pernah diucapkan oleh Rasulullah setiap usai shalat wajib.[39]
   Saikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang do'a setelah shalat. Beliau menyebutkan sebagian hadits dari Rasulullah tentang dzikir-dzikir setelah shalat. Kemudian beliau berkata: "Tak seorangpun ulama hadits yang telah meriwayatkan hadits Nabi tentang imam dan makmum berdo'a bersama selesai shalat.[40] Allah ta'ala telah berfirman:
#sŒÎ*sù |Møîtsù ó=|ÁR$$sù ÇÐÈ 4n<Î)ur y7În/u =xîö$$sù ÇÑÈ
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap[41]
Telah diriwayatkan beberapa pendapat mengenai dua ayat tersebut. Dalam satu riwayat: "Maka apabila kamum selesai shalat, berdo'alah kepada Raabmu dan mohonlah kepada Nya segala keperluanmu. Pendapat ini dinukil dari Ibnu jarir Ath Thabary[42] dalam tafsirnya, Ibnu Abi Hatim[43], Asy Syam'any[44], Al Qurthuby[45], Ibnul Jauzi[46], Ibnu Katsir[47], Asy Syaukany[48], Ast Sya'di, dan Ahli tafsir yang lainnya.
8.      Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Berkumpul untuk membaca al qur'an, berdzikir dan berdo'a adalah perbuatan baik dan disunnahkan, selama hal itu tidak dijadikan sebagai kebiasaan rutin seperti halnya cara-cara berkumpul yang disyariatkan dan selagi tidak dicampuri dengan bid'ah yang munkar".[49]

H. Sisi buruk dzikir bersama
  1. Menyelisihi petunjuk Nabi dan para shahabatnya. Karena sesungguhnya tidak ada satu haditspun yang telah dinukil dari mereka mengenai hal itu.
  2. Menghilangkan sikap sopan dan beradab. Karena dzikir bersama itu seringkali menyebabkan tubuh seseorang bergoyang, bahkan terkadang menari dan melakukan hal sejenis itu.
  3. Mengganggu orang yang senang shalat dan yang membaca al Qur’an. Hal itu terjadi apabila dzikir bersama dilakukan didalam masjid.
  4. Seringkali orang-orang yang melakukan dzikir tersebut memenggal ayat al qur’an tidak pada tenpatnya
  5. Membiasakan dzikir bersama seringkali menggiring sebagian orang jahil dan awam untuk meninggalkan dzikir kepada Allah ketika belum mendapatkan teman untuk dzikir.
  6. Sesungguhnya memberikan peluang dzikir bersama, terkadang menggiring masing-masing golongan  untuk mengikuti dzikir seorang syaikh tertentu dan menirukan apa yang diucapkannya.
  7. Menjatuhkan wibawa dan karisma yang seharusnya dijaga oleh seorang muslim.

I.Kesimpulan

            Bahwa dzikir secara bersama-sama setelah melaksanakan sholat adalah perkara yang bid'ah, tetapi bila tujuannya untuk mengajari orang lain sesekali saja maka hal itu diperbolehkan, tetapi tidak dilakukan setiap hari.

Wallahu A'lam Bisshawab


[1] Almunjid :236
[2] Muhammad bin Abdurrahman bin Al Khumais.Dzikir bersama bid'ah atau sunnah?,Hal:26 yang dinukul dari Al Qaamuusul Muhieth (507) dan lisanul 'Arab oleh Ibnu Manzhur Jilid 5,Hal:48.
[3] Ibrahim Musthafa,Majmu Fatawa,Hal:313
[4]Muhammad bin Abdurrahman bin Al Khumais.Dzikir bersama bid'ah atau sunnah?,Hal:26.
[5]Muhammad bin Abdurrahman bin Al Khumais.Dzikir bersama bid'ah atau sunnah?,Hal:27.Yang dinukil dari mufradaat oleh Ar Raaghib,Hal:328.
[6] Lihat Al Mausuuath Al Fiqhiyah 21/252.
[7] Lihat Al Mausuu'ah Al Fiqhiyah 21/220,juga Al Fatuhat Ar Rabbaniyah I/18.
[8] Fiqh Sunnah 4/213
[9] Syaikh Ibnu Hajar Al Asqalany.Fathul Majid, (II/212).
[10]Muhammad bin Abdurrahman bin Al Khumais, Dzikir bersama bid'ah atau sunnah?, Hal: 29.
[11] Tarikh Umam wal Muluuk: 10/281.
[12] Al Bidayah wan Nihayah: 10/282.
[13] Dirasat fil Ahwan, hal: 282.
[14] Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan paham sesat diindonesia, hal: 272, yang dinukil dari Al Bidayah Wan Nihayah 10/270.
[15]  Al Baqoroh :153

[16] Al  A'raaf :205
[17] HR. Bukhori dalam kitab Fathul Bari, hal:11/208
[18] HR  At Tirmudzi 5/458,Ibnu majah 2/317
[19] Diriwayatkan oleh Bukhori dalam fathul Bari II/378-379 dan Muslim dalam syarh Nawawi 5/236-237 dan begitu juga Abu Dawud
[20] Starh Nawawi 5/237
[21] HR.Baihaqi 4/74.
[22] Diriwayatkan oleh Bukhori (6408) dan Muslim (2689) dari Abu Hurairah ra.
[23] .Diriwayatkan dalam shahih Bukhori (7405) dan Muslim (2657) dari hadits Abu Hurairah
[24] Maa Jaa Fiil Bidaa'ie Hal:18 no,25.
[25]Al I'thisam jilid:I,Hal:219.
[26] Al Fataawa AL Kubra II/467.
[27] Dikeluarkan oleh Bukhari (2697) dan Muslim (1718) dari Aisyah.
[28] Asy Syura: 21.
[29] Bada I'ush shanaa-ie fii tartiebsy syaraa-ie II/196.
[30] QS.Al A'raaf:55.
[31] Dikeluarkan oleh Ahmad dalam musnad nya III:44 Abu Ya'la dalam musnadnya II/81 dan 731,Ibnu Hibban dalam shahihnya III/91 dan 809 dan dikelurkan oleh Al Haitsami dalam majma' Az Zawaaid 10/81.Ia berkata:Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Ya'la,dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Abdurrahman bin Labib,ia dianggap sebagai perawi yang dapat dipercaya oleh Ibnu Hibban,namun dianggap lemah oleh Ibnu Ma'in.Sisa perawinya adalah para perawi ash shahih.
[32] Tuhfatul Ahwadzy
[33] Kitab Ad durrats tsaminwal maurodul mu'ayyan,karya Asy Syaikh Muhammad bin Ahmad Miyarah,Hal:173,212.
[34] Al I'tishaam karya Asy syathiby II/275 dengan perubahan.
[35] Al Umm, karya Imam Asy Syafi'i, (I/11).
[36] Al Israa': 110.
[37] Al Majmuu', karya Imam An Nawawi (III/465-469).
[38] Kitab At Tahqiq Karya Imam An  Nawawi Hal: 219.
[39] Al Mughny,Karya Ibnu Qudamah II/251.
[40] Majmu' Fatawa,Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 22/515.
[41] QS.Alaam Nasrah: 7-8.
[42]Dzikir bersama bidah atau sunnah? Karangan Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais, hal:97. dinukil dari kitab Tafsir ath thabary, (12/628-629).
[43]Ibid, dinukil dari kitab Tafsir Ibnu Abi Hatim (10/344)
[44]Ibid, dinukil dari kitab Tafsir Asy Syam'any (6/252) terbitan Dar al wathon.
[45]Ibid, dinukil dari kitab Tafsir Al Qurthuby (20/74) terbitan darul kutubal ilmiyah
[46]Ibid, dinukil dari kitab Tafsir Ibnul Jauzi (9/166) terbitan al maktab al islami.
[47]Ibid, dinukil dari kitab Tafsir Ibnu Katsir (/497) terbitan darul kutub al ilmiyah
[48] Dzikir bersama bidah atau sunnah? Karangan Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais, hal:97. dinukil dari kitab Tafsir Asy Syaukany (5/462) terbitan darul wafa’
[49] Al Iqtidhaa':III/304.
Share this games :

2 komentar:

  1. Begitu jelasnya uraian diatas,lengkap dgn hujjah naqli dan aqlinya, namun tidak semua orang muslim bisa mengikutinya karena pertimbangan tradisi dan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang dan guru-guru yg dikultuskan.
    Subhanallah.....sesungguhnya Dikau pemberi hidayah bagi hamba yang dikehendaki sehingga bisa melakukan perintah/sunnah Rasul Mu lebih utama dari perintah tradisi/kebiasaan nenek-nenek moyang dan hawa nafsu manusia.

    BalasHapus
  2. Setuju dengan uraian-uraian di atas namun sedikit yang pas menurut saya, mestinya kalau memang ngga ada dasar dzikir bersama jangan ada pengecualian meski hanya untuk mengajarkan pada jamaah,kalau mau belajar mestinya di majelis ta'lim bukan ketika selesai sholat kalau memang hal bid'ah,sebagaimana khomar sedikitnya pun tetap haram.trims

    BalasHapus

Komentar yang sopan