Oleh :
Husmy Yurmiati dan Yuli Astuti Hidayati
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung
ABSTRAK
Usaha peternakan kelinci selain sebagai penghasil daging, bulu (wol) dan kulit bulu (fur), juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah yaitu feses (kotoran) dan sisa-sisa pakan berupa konsentrat (pellet) dan hijauan, yang merupakan limbah organik dengan kandungan unsur-unsur nutrisi yang cukup tinggi. Limbah tersebut perlu dikelola dan ditangani dengan baik, karena berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, salah satunya pembuatan kompos yang sangat berguna dan mempunyai nilai ekonomis. Pengomposan adalah proses perombakan bahan-bahan organik dengan memanfaatkan peran atau aktivitas mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nisbah C/N bahan komposan pada proses pengomposan feses kelinci dengan serbuk gergaji (Albizzia falcata), terhadap produksi dan presentase penyusutan kompos, serta mencari nisbah C/N yang paling baik pada pembuatan kompos dari feses kelinci. Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tiga nisbah C/N ( PI = C/N 25, P2 = C/N 30 dan P3 = C/N 35) dan masing-masing diulang sebanyak enam kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nisbah C/N nyata (P<0,05) meningkatkan produksi kompos (P1 = 926,67g ; P2 = 1115,00g dan P3 = 1313,33g), dan nyata (P<0,05) menurunkan persentase penyusutan kompos (P1 = 51,23%, P2 = 44,25% dan P3 = 37,46%). Nisbah C/N paling baik sebesar 25, dengan produksi kompos sebesar 926,67g dan presentase penyusutan 51,23%.
Kata kunci : nisbah C/N, feses kelinci, serbuk gergaji, pengomposan.
PRODUCTION EVALUATION AND DECREASE COMPOST FROM RABBIT FECES AT RURAL FARM
ABSTRACT
Beside producing meat, wool, and fur, rabbit livestock business is also producing feces and ransom waste (pellet) and green. The waste should be managed well because it has negative effect to the environment. To make it compost is one of several ways. It is useful and has economic value. Composting is turning organic matter with assistance of microorganism into compost. To know the effect of ratio C/N of compost matter in rabbit feces composting process by sawdust (Albizzia falcate) toward production and percentage of compost shrink, also looking for better ration C/N in making compost from rabbit feces are output of this research.This research use experimental method with completely randomized design and as treatment of 3 ratio C/N ( PI = C/N 25, P2 = C/N 30 dan P3 = C/N 35) and each is repeated 6 times. The result showed ration C/N significantly effecting compost production growth (P1 = 926,67g ; P2 = 1115,00g and P3 = 1313,33g),and significantly to decrease percentage of compost shrink (P1 = 51,23%, P2 = 44,25% and P3 = 37,46%.) Best ration C/N is 25 with compost production 926,67g and shrink percentage 51,23%.
Keyword : Ration C/N, rabbit feces, sawdust, composting.
PENDAHULUAN
Usaha peternakan kelinci selain menghasilkan produk utama berupa daging, bulu (wool), dan kulit bulu (fur), juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah yaitu feses (kotoran) dan sisa-sisa pakan, limbah tersebut apabila tidak dikelola dan ditangani dengan baik berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, Feses kelinci dan sisa-sisa pakan berupa konsentrat (pellet) dan hijauan merupakan limbah organik yang masih banyak mengandung unsur-unsur nutrisi yang cukup tinggi. Limbah tersebut memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan atau diolah menjadi bahan yang lebih berguna dan mempunyai nilai ekonomis
Salah satu cara pengolahan limbah organik yang cukup sederhana yaitu dengan teknologi pengomposan (composting). Pengomposan adalah proses perombakan (dekomposisi) bahan-bahan organik dengan memanfaatkan peran atau aktivitas mikroorganisme. Melalui proses tersebut, bahan-bahan organik akan diubah menjadi pupuk kompos yang kaya dengan unsur-unsur hara baik makro ataupun mikro yang sangat diperlukan oleh tanaman.
Proses pengomposan pada umumnya dilakukan secara konvensional yaitu yang dilakukan secara alami tanpa bantuan aktivator sehingga prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu untuk mempersingkat waktu, maka proses pengomposan dilakukan dengan menambahkan aktivator kedalam bahan komposan. Aktivator merupakan bahan yang dapat mempercepat proses pengomposan atau perombakan bahan-bahan organik. Salah satu bahan aktivator yang sudah lama dikenal dan banyak beredar di pasaran yaitu EM4 (Effective Mikroorganisms4). EM4 adalah suatu bahan aktivator berupa larutan yang mengandung mikroorganisme fermentatif yang dapat bekerja secara efektif dalam merombak bahan-bahan organik. EM4 (Effective Mikroorganisms4) ialah suatu kultur campuran mikroorganisme bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi (yeast), dan Actinomycetes (APNAN, 1995), sedangkan menurut Wididana dan Higa (1993), EM4 merupakan suatu kultur campuran dalam medium cair berwarna coklat kekuning-kuningan, berbau asam, dan terdiri atas bakteri asam laktat, bakteri fotosintetik, Actinomycetes, khamir (ragi), dan jamur yang semuanya menguntungkan.
Feses kelinci maupun sisa-sisa pakan berupa konsentrat (pellet) merupakan limbah organik yang banyak mengandung unsur nitrogen (N), sedangkan untuk mencapai nisbah C/N yang ideal dalam proses pengomposan diperlukan campuran bahan organik lainnya yang mengandung sumber karbon (C). Salah satu bahan organik yang mengandung sumber karbon yang cukup tinggi yaitu serbuk gergaji albasia. Serbuk gergaji albasia adalah limbah organik yang berasal dari hasil penggergajian kayu albasia (Albizzia falcata). Nisbah C/N merupakan perbandingan unsur karbon dan nitrogen yang terdapat dalam suatu bahan organik. Kedua unsur tersebut digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan bahan sintesis sel-sel baru. Nisbah C/N sangat penting untuk diperhatikan karena berpengaruh langsung terhadap kehidupan mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan. Nisbah C/N dalam bahan komposan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat laju pertumbuhan mikroorganisme, akibatnya proses pengomposan menjadi terganggu dan berjalan lambat sehingga akan berpengaruh terhadap produksi dan penyusutan bahan komposan.
Di dalam pengomposan akan terjadi perubahan yang dilakukan oleh mikroorganisme, yaitu berupa penguraian selulosa, hemiselulosa, lemak, serta bahan lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, maka bobot dan isi bahan dasar kompos akan menjadi berkurang antara 40 – 60 %, tergantung bahan dasar kompos dan proses pengomposannya (Musnamar, 2007), sedangkan menurut Yuwono (2005), pengomposan secara aerobik akan mengurangi bahan komposan sebesar 50 % dari bobot awalnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses biologis dalam pengomposan adalah nisbah C/N, kadar air, ketersediaan oksigen, mikroorganisme, temperatur, dan pH, namun dari faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan tersebut yang terpenting adalah rasio unsur C dan N dalam bahan komposan (Merkel, 1981). Menurut Yuwono (2005), Kisaran perbandingan unsur C dan N dalam bahan komposan yang optimum untuk proses pengomposan ialah antara 25 – 30 merupakan nilai perbandingan unsur C dan N yang terbaik sehingga bakteri dapat bekerja sangat cepat. Sedangkan menurut Djuarnani, dkk. (2005) proses pengomposan yang baik rasio C/N antara 20 – 40, namun rasio C/N yang ideal bagi kehidupan mikroorganisme dalam proses pengomposan ialah sebesar 30 (Kadar air (kelembaban) yang ideal untuk proses pengomposan adalah sebesar 50 – 60 %, dengan pH optimum antara 6 – 8.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian evaluasi produksi dan penyusutan kompos dari feses kelinci pada peternakan rakyat berdasarkan variasi nisbah C/N.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah feses kelinci yang berasal dari peternakan rakyat , serbuk gergaji albasia (Albizzia falcata), Inokulan EM4 dan air bersih.
Dalam pembuatan kompos diguanakan bak plastik sebanyak 18 buah dengan ukuran (px l x t = 30 x 25 x 20 cm). Terpal plastik untuk menutup komposan sebanyak 18 lembar, berukuran (p x l = 30 x 25 cm), Timbangan kapasitas 10 kg, termometer Saringan dari ram kawat dan hamparan plastik untuk mengangin-anginkan komposan.
Sebelum menghitung besarnya massa bahan komposan yang diperlukan dalam proses pengomposan, terlebih dahulu bahan komposan tersebut dianalisis kadar C, N dan kadar airnya. Analisis kadar C, N, dan kadar air pada bahan komposan dilakukan di Laboratorium Penguji Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Cikole Lembang.
Hasil analisis kadar C dan N serta kadar air pada feses kelinci dan serbuk gergaji albasia (Albizzia falcata), Hasil Analisis Kadar C dan N serta Kadar Air pada Feses Kelinci (Kadar C = 27,14 %, N = 1,75 %, kadar air = 30,67 % dengan Nisbah C/N = 15,5 ) dan Serbuk Gergaji Albasia (Albizzia falcata )mengandung kadar C = 28,62 %, kadar N = 0,26 %, kadar air 32,28 % dan Nisbah C/N = 110 (Hasil Analisa Laboratorium BALITSA Lembang, Januari 2008). selanjutnya untuk menghitung massa bahan komposan tiap-tiap perlakuan menggunakan rumus Richard dan Trautmann (2005), yaitu :
Keterangan : R = nisbah C/N bahan komposan
Q1 = massa feses kelinci (kg) Q2 = massa serbuk gergaji albasia (kg)
C1 = kadar C feses kelinci (%) C2 = kadar C serbuk gergaji albasia (%)
N1 = kadar N feses kelinci (%) N2 = kadar N serbuk gergaji albasia (%)
M1= kadar air feses kelinci (%) M2 = kadar air serbuk gergaji albasia (%)
Prosedur Penelitian :
- Bahan komposan (feses kelinci dan serbuk gergaji albasia) ditimbang sesuai perlakuan
- Bahan komposan yang telah ditimbang dimasukkan kedalam bak plastik dan diaduk sampai homogen, kemudian ditambahkan air dan inokulan EM4 lalu diaduk kembali, hingga merata.
- Setiap bak pengomposan diberi identitas sesuai dengan perlakuan yang diberikan.
- Selama proses berlangsung dilakukan :
- Pengukuran suhu komposan setiap hari ,
- Pengadukan komposan pada masing-masing bak setiap tiga hari sekali, sebanyak tiga kali.
- Setelah selesai pengomposan, dilakukan:
- Penimbangan untuk mengetahui produksi komposan,
- Menghitung penyusutan bahan komposan.
Peubah yang Diamati :
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah
(1) Produksi komposan dengan cara menimbang jumlah hasil pengomposan (Kg)
(2) Besarnya penyusutan bahan komposan, dihitung dengan cara menghitung berat awal komposan dikurangi berat akhir komposan dikalikan 100 %
Metode Penelitian :
Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan tiga tingkat Nisbah C/N yaitu nisbah C/N 25, nisbah C/N 30,dan nisbah C/N 35 yang masing-masing perlakuan diulang enam kali. Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan sidik ragam dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Tukey.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Nisbah C/N terhadap Produksi Komposan.
Hasil penelitian rataan produksi kompos pada berbagai perlakuan nisbah C/N pada pengomposan feses kelinci dengan serbuk gergaji albasia (Albizzia falcata) dapat dilihat pada Tabel 1, tampak bahwa terdapat perbedaan rataan produksi kompos pada berbagai perlakuan nisbah C/N, rataan produksi kompos terendah dicapai pada perlakuan P1 (nisbah C/N 25) yaitu sebesar 925,67 gram dan rataan tertinggi dicapai pada perlakuan P3 (nisbah C/N 35) yaitu sebesar 1313,33 gram. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah C/N yang digunakan maka produksi komposan akan semakin besar, hal ini diduga nisbah C/N 25 merupakan nisbah C/N ideal bagi mikroorganisme yang ada dalam komposan tersebut.
Tabel 1. Hasil Uji Statistik Efek Perlakuan Terhadap Produksi Kompos dan Penyusutan
Peubah | Nisbah C/N |
25 30 35 | |
Produksi Kompos (g) PenyusutanBahan komposan(%) | 926,67 a 1115,00 b 1313,33 c 51,23 a 44,25 b 37,46 c |
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama ke arah barus tidak berbeda nyata.
Hasil produksi yang rendah merupakan indikator proses pengomposan berjalan dengan baik. Nisbah C/N yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan atau perkembangan mikroorganisme, akibatnya proses pengomposan dapat terganggu dan berjalan lambat sehingga akan berpengaruh terhadap produksi kompos yang dihasilkan, CSIRO (1979) mengemukakan bahwa nisbah C/N yang terlalu tinggi menyebabkan laju pengomposan berjalan lambat dan dapat menyebabkan suasana pengomposan terlalu asam, sedangkan bila terlalu rendah menyebabkan terjadinya kehilangan nitrogen dalam bentuk gas amonia, akibatnya dapat meracuni dan mematikan jenis mikroba yang diperlukan dalam proses pengomposan, selanjutnya dikemukakan pula oleh Merkel (1981) bahwa nisbah C/N kurang dari 26 menyebabkan terjadinya peningkatkan kehilangan nitrogen yang berubah menjadi amonia, sedangkan jika nisbah C/N lebih dari 35 menyebabkan proses pengomposan berlangsung lebih lama.
Berdasarkan hasil Uji Tukey (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan Nisbah C/N 25 memberikan produksi komposan yang nyata lebih rendah dibandingkan dengan produksi komposan pada perlakuan C/N 30 dan C/N 35, demikian pula produksi komposan yang dihasilkan dari perlakuan C/N 30 nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan C/N 35, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar C/N pada pengomposan, jumlah bahan pencampur albazia semakin tinggi jumlah yang digunakan, sehingga mikroba kurang mampu untuk mencerna bahan tersebut karena serbuk gergaji merupakan senyawa organik yang mengandung selulosa 40-44 %, hemiselulosa 20 – 32 % dan lignin 25 – 35 % (Haygreen dan Bowyer, 1996), ditunjang pula oleh pendapat Dalzell,dkk (1987) bahwa mekanisme pengomposan secara umum dimulai saat mikroorganisme mengambil air, oksigen dari udara dan makanan dari bahan organik, baha-bahan tersebut akan dikonversi menjadi produk metabolis biologis berupa CO2, H2O, humus dan energi, dan sebagian energi yang dihasilkan digunakan untuk aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme baru dan sisanya dibebaskan menjadi panas.
Pengaruh Nisbah C/N terhadap Penyusutan Komposan
Hasil penelitian terhadap rataan penyusutan bahan komposan pada berbagai perlakuan nisbah C/N pengomposan feses kelinci dengan serbuk gergaji albasia (Albizzia falcata) terhadap penyusutan komposan (Tabel 1), dapat dilihat bahwa rataan penyusutan terendah komposan pada berbagai perlakuan nisbah C/N terjadi pada perlakuan nisbah C/N 35 ( 37.46 %) , dan rataan penyusutan tertinggi dicapai pada perlakuan nisbah C/N 25 ( 51.23 %).
Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan terhadap penusutan komposan menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap penyusutan komposan. Uji lanjut menggunakan uji Tukey menunjukkan bahwa perlakuan nisbah C/N 25 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan nisbah C/N 30 dan perlakuan nisbah C/N 35. Hasil yang sama ditunjukka pula pada perlakuan nisbah C/N 30 terhadap perlakuan nisbah C/N 35. Perbedaan perlakuan nisbah C/N memberikan pengaruh yang nyata terhadap penyusutan bahan komposan, hal ini disebabkan proses pengomposan sangat dipengaruhi oleh kadar unsur C dan N yang tersedia dalam bahan komposan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas mikoorganisme yang memerlukan unsur karbon dan nitrogen dalam jumlah yang seimbang untuk melakukan perombakan bahan komposan, karena pada kondisi ideal dimana kadar C dan N terpenuhi, maka aktivitas perombakan bahan organik atau penyusutan bahan komposan akan berjalan dengan baik. Ditunjang oleh pendapat Musnamar (2007), bahwa di dalam proses pengomposan akan terjadi perubahan struktur bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme, yaitu berupa penguraian selulosa, hemiselulosa, lemak, lilin, serta yang lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, maka bobot dan isi bahan dasar kompos akan menjadi berkurang antara 40 – 60 % dan tergantung bahan dasar kompos dan proses pengomposannya, selanjutnya Yuwono (2005) mengemukakan bahwa pengomposan yang dilakukan secara aerobik akan mengurangi bahan pengomposan sebesar 50 % dari bobot awalnya. Sedangkan hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa persentase penyusutan bahan komposan yang terjadi berkisar antara 37.46 % - 51.23 %. Hal ini menunjukkan bahwa proses aerobik yang terjadi dalam pengomposan berjalan dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis statistik dan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan bahwa nisbah C/N nyata (P <0,05) meningkatkan produksi kompos (P1 = 926,67 g ; P2 = 1115,00 g dan P3 = 1313,33 g) dan nyata(P <0,05) menurunkan persentase penyusutan kompos (P1 = 51,23%, P2 = 44,25% dan P3 = 37,46%). Nisbah C/N paling baik sebesar 25, dengan produksi kompos sebesar 926,67g dan presentase penyusutan 51,23%.
Saran
Dalam melakukan pengomposan feses kelinci dan serbuk gergaji albasia (Albizzia falcata) dengan menggunakan aktivator EM4, sebaiknya menggunakan nisbah C/N sebesar 25.
DAFTAR PUSTAKA
APNAN. 1995. EM4 Application Manual for APNAN Countries. 1st ed. Asia Pacific Natural Agriculture Network.
Bewick, M.W.M. 1980. Handbook of Organic Waste Conversion. Van Nostrand Reinhold. New York .
CSIRO Division of Soils. 1979. Composting Making Soil Improver From Rubbish. Discovering Soils. No.3.
Dalzell,H.W., A.J. Biddlestone, K.R. Gray and K. Thurairajan. 1987. Soil Management: Compost Production and Use in Tropical and Substropical Environment. Food and Agricultrure of The United Nation. Rome .
Diaz, 1993. Composting and Recyling Solid Waste.London. Hal 127-128.
Djuarnani, N., Kristian, dan Budi Susilo Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Cetakan Pertama. AgroMedia Pustaka. Jakarta .
Gaspersz, Vincent. 1994. Metode Perancangan Percobaan, Untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik, dan Biologi. CV. Armico. Bandung . 33 – 92
Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Terjemahan Hadikusumo. S.A. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta .
Musnamar, E.I. 2007. Pupuk Organik (Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi). Penebar Swadaya. Jakarta.
Merkel, J.A. 1981. Managing Livestock Wastes. AVI Publishing Company. Inc. Westport. Connecticut.
Richard,T. And N. Trautmann. 2005. C/N Ratio. Cornell Waste Management Institute. Dalam : http://www.compost, css.cornell.edu/calc/cn ratio.html.
Wididana,T.N. dan T. Higa. 1993. Penuntun Bercocok Tanam Padi Dengan EM4. PT. Songgolangit Persanda. Jakarta.
LAMPIRAN :
Hasil uji statistik terhadap produksi kompos melalui sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05). Uji lanjut menggunakan uji Tukey menunjukkan bahwa produksi kompos tertinggi (1313,33 g) pada perlakuan nisbah C/N 35, diikuti dengan nisbah C/N 30 (1115,00 g), dan nisbah C/N 25 (926,67 g) satu sama lain berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 1. Rataan Produksi Kompos dan hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan Terhadap Penyusutan Bahan Komposan.
Ulangan | Perlakuan | ||
P1 | P2 | P3 | |
| ……………………… gram ……………………… | ||
1 | 920 | 1130 | 1300 |
2 | 930 | 1110 | 1320 |
3 | 920 | 1130 | 1330 |
4 | 910 | 1100 | 1300 |
5 | 940 | 1100 | 1320 |
6 | 940 | 1120 | 1310 |
Jumlah | 5560 | 6690 | 7880 |
Rataan | 926.67 (a) | 1115.00 (b) | 1313.33 (c) |
Lampiran 2. Rataan Penyusutan Bahan Komposan dan Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan Terhadap Penyusutan Bahan Komposan pada Berbagai Nisbah C/N
Ulangan | Perlakuan | ||
P1 | P2 | P3 | |
| ….……………………… % ………………………… | ||
1 | 51.58 | 43.50 | 38.10 |
2 | 51.05 | 44.50 | 37.14 |
3 | 51.58 | 43.50 | 36.67 |
4 | 52.11 | 45.00 | 38.10 |
5 | 50.53 | 45.00 | 37.14 |
6 | 50.53 | 44.00 | 37.62 |
Jumlah | 307.38 | 265.50 | 224.77 |
Rataan | 51.23 (a) | 44.25 (b) | 37.46 (c) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yang sopan