Usaha

 photo cooltext934587768.png
Home » » ANTARA BADR DAN UHUD

ANTARA BADR DAN UHUD


- Muslimin dan Yahudi - Qainuqa’ dikepung -
- Yahudi keluar dari Medinah - Quraisy bergerak - Ekspedisi Sawiq - Kabilah-kabilah bergerak lalu melarikan diri -
- Hancurnya Safwan b. Umayya -

PERISTIWA Badr itu telah menimbulkan kesan yang dalam sekali di Mekah, sebagaimana sudah kita lihat. Bila saja terdapat kesempatan, hasrat hendak membaias dendam terhadap Muhammad dan Muslimin itu besar sekali. Tetapi pengaruh yang timbul di Medinah ternyata lebih jelas dan lebih erat berhubungan dengan kehidupan Muhammad dan Muslimin bersama-sama. Sesudah peristiwa Badr, golongan Yahudi, orang-orang musyrik dan kaum munafik sudah merasakan sekali adanya kekuatan kaum Muslimin yang bertambah. Mereka melihat bahwa orang asing ini yang datang ke tempat mereka kurang dari dua tahun yang lalu pergi hijrah dari Mekah, kini tambah besar kewibawaannya dan tambah kuat pula kedudukannya, bahkan hampir menjadi orang yang menguasai seluruh penduduk Medinah, bukan hanya golongannya sendiri saja.

Seperti sudah kita lihat orang-orang Yahudi sejak sebelum Badr sudah mulai menggerutu dan mengadakan bentrokan-bentrokan dengan pihak Muslimin, sehingga banyak peristiwa-peristiwa yang kalau tidak sampai meletus, seolah hanya karena masih adanya perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak itu. Itu pula sebabnya, begitu kaum Muslimin kembali dari Badr membawa kemenangan, beberapa kelompok di sekitar Medinah mulai saling bermain mata dan berkomplot. Mereka mulai dihasut dan dibuatkan sajak-sajak yang sifatnya membangkitkan semangat mereka. Dengan demikian, gelanggang revolusi itu kini pindah dari Mekah ke Medinah, dan dari bidang agama ke bidang politik. Jadi yang diperangi sekarang bukan hanya dakwah Muhammad dalam bidang agama saja, melainkan kewibawaan dan pengaruhnya juga membuat hati mereka jadi kecut. Faktor ini yang menyebabkan mereka berkomplot dan membuat rencana hendak membunuhnya

Tetapi semua rahasia itu bukan tidak diketahui oleh Muhammad. Bahkan ia sudah mengetahui semua berita dan setiap rencana yang ditujukan kepadanya itu. Baik pada pihak Muslimin ataupun pihak Yahudi, dari hari ke hari, sedikit demi sedikit hati mereka sudah sarat oleh rasa kebencian. Satu sama lain tinggal lagi menunggu adanya bencana yang akan menimpa lawannya. Sampai pada waktu kaum Muslimin mendapat kemenangan di Badr, mereka masih merasa takut juga kepada penduduk Medinah. Mereka belum berani mengadakan serangan balasan apabila ada seorang Muslim yang diserang. Tatkala mereka sudah kembali membawa kemenangan itu seorang yang bernama Salim b. ‘Umair telah mengambil tindakan sendiri terhadap Abu ‘Afak (dari Banu ‘Amr b. ‘Auf), karena orang ini membuat sajak-sajak yang isinya menyerang Muhammad dan kaum Muslimin. Juga orang ini yang telah membakar semangat golongannya supaya memerangi Muslimin. Sampai pada waktu peristiwa Badr selesai ia masih terus menghasut orang.

Suatu malam ketika angin sedang bertiup kencang Salim mendatangi Abu ‘Afak. Ia sedang tidur di beranda rumahnya. Oleh Salim ditancapkannya pedangnya ke arah hatinya hingga menembus sampai ke pelaminan. Demikian juga ‘Ashma, bt. Marwan (dari Banu Umayya b. Zaid). Wanita ini selalu memaki Islam, menyakiti hati dan mengerahkan orang supaya melawannya. Hal ini dilakukannya terus sampai pada waktu sesudah selesainya perang Badr. Pada suatu malam buta ia didatangi oleh ‘Umair b. ‘Auf yang masuk sampai ke dalam rumahnya. Ia dikelilingi oleh anak-anaknya yang sedang tidur, ada pula yang sedang disusui. Sebenarnya penglihatan ‘Umair lemah sekali. Ia meraba-raba dengan tangannya dan terpegang olehnya bayi yang sedang disusui itu. Dihalaunya bayi itu dari sisi ibunya, kemudian dipusatkannya pedangnya ke dada wanita itu sampai menembus punggungnya.

Bila ‘Umair kemudian kembali dari tempat Nabi setelah menyampaikan berita itu, ia melihat anak-anaknya dan beberapa orang sedang menguburkan wanita tersebut. Mereka datang menemuinya seraya bertanya:

“Umair, kau yang membunuh wanita itu?”

“Ya,” jawabnya. “Jalankanlah tipu-muslihatmu itu terhadapku dan jangan lagi ditunda-tunda. Aku bersumpah demi Dia Yang memegang hidupku kalau kamu semua mengeluarkan kata-kata seperti wanita itu, akan kuhantam kamu dengan pedangku ini.
Aku yang mati, atau kamu semua kubunuh.”1

Sikap ‘Umair yang berani ini telah membawa akibat lahirnya Islam di tengah-tengah kabilah Banu Khatma itu. Suami Ashma’ adalah dari kabilah ini juga. Dari golongan ini yang tadinya masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi, sekarang sudah berani mereka berterang-terang dan menggabungkan dia kedalam barisan dan bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya.

Kiranya cukup kalau kita tambahkan atas dua macam peristiwa di atas ini dengan peristiwa matinya Ka’b b. Asyraf. Ketika mendengar matinya beberapa orang pemuka-pemuka Mekah, dialah orangnya yang mengatakan. “Mereka itu bangsawan-bangsawan Arab dan pemimpin-pemimpin. Sungguh, kalau Muhammad sampai mengalahkan mereka, maka lebih baik berkalang tanah daripada tinggal di atas bumi.” Dia pula orangnya yang telah berangkat ke Mekah - setelah mendapat kabar yang pasti -mengerahkan orang untuk melawan Muhammad, menyanyikan sajak-sajak dan menangisi mereka yang terkubur dalam perigi. Dia juga orangnya yang kemudian setelah kembali ke Medinah berusaha mencumbu wanita-wanita Islam. Orang tahu betapa watak dan perangai orang Arab dalam hal ini, betapa mereka menghargai arti kehormatan ini. Untuk itu semangat mereka bangkit. Kaum Muslimin begitu marah. Mereka sudah sepakat hendak membunuh Ka’b. Beberapa orang dari mereka sudah berkumpul. Salah seorang di antara mereka mendatanginya sambil memancingnya dengan memburuk-burukkan Muhammad.

“Kedatangan orang ini kemari membawa bencana,” kata salah seorang. “Membuat orang-orang Arab saling bermusuhan dan berpecah-belah. Hubungan kerabat kita terputus, sanak-keluarga hilang dan orang melakukan perjalanan jauh jadi sukar.”

Setelah saling beramah-tamah dengan Ka’b, maka ia dan teman-temannya minta uang kepada Ka’b dengan jalan menggadaikan baju besinya. Ka’bpun setuju asal nanti dibawa. Ketika ia sedang berada di rumahnya yang agak jauh dari Medinah, pada waktu menjelang malam terdengar Abu Na’ila [salah seorang yang berkomplot] memanggilnya. Ia keluar menghampirinya, sekalipun sudah diperingatkan oleh isterinya jangan keluar rumah pada waktu malam begitu. Kedua orang itu terus berjalan hingga bertemu dengan teman-teman Abu Na’ila. Ka’b tenteram saja tidak merasa takut. Mereka bersama-sama berjalan kaki hingga agak jauh dari tempat-tinggal Ka’b, sambil terus bercakap-cakap. Mereka bercerita tentang diri mereka sendiri dan betapa mereka itu mengalami kesukaran. Ka’b merasa makin tenang.

Sementara mereka sedang berjalan itu Abu Na’ila meletakkan tangannya di atas kepala Ka’b, dan tangannya itu kemudian diciumnya. “Belum pernah aku mengalami malam seharum ini,” katanya

Setelah dilihatnya Ka’b tidak menaruh curiga lagi kepada mereka, kembali lagi Abu Na’ila meletakkan tangannya di rambut Ka’b, kemudian digenggamnya kedua pelipis orang itu seraya berkata:

“Hantamlah musuh Tuhan ini!”

Mereka menghantamnya dengan pedang, dan saat itu ia menemui ajalnya.

Kejadian ini membuat pihak Yahudi bertambah cemas. Mereka semua merasa kuatir akan nasibnya sendiri. Tetapi sampai nyawa mereka melayangpun, mereka tidak juga mau berhenti mengecam Muhammad dan kaum Muslimin. Ada seorang wanita Arab datang ke pasar Yahudi Banu Qainuqa’ dengan membawa perhiasan. Ia sedang duduk menghadapi tukang emas. Mereka berusaha supaya ia memperlihatkan mukanya. Tapi wanita itu menolak. Tiba-tiba datang seorang Yahudi dengan diam-diam dari belakang. Disematkannya ujung baju wanita itu dengan sebatang penyemat ke punggungnya, dan bila wanita itu berdiri, maka tampaklah auratnya. Mereka ramai-ramai menertawakannya. Wanita itu menjerit-jerit. Waktu itu juga seorang laki-laki Muslim langsung menerkam tukang emas tersebut - seorang orang Yahudi, lalu dibunuhnya. Orang-orang Yahudi yang lain datang ramai-ramai mengikat laki-laki Muslim itu lalu mereka bunuh juga.

Sekarang keluarga Muslim ini minta bantuan kaum Muslimin dalam menghadapi pihak Yahudi, yang selanjutnya sampai timbul bencana besar antara mereka dengan pihak Yahudi Banu Qainuqa’.

Kemudian Muhammad minta kepada mereka ini supaya jangan lagi mengganggu kaum Muslimin dan supaya tetap memelihara perjanjian perdamaian dan ko-eksistensi yang sudah ada. Kalau tidak mereka akan mengalami nasib seperti Quraisy. Akan tetapi peringatan ini oleh mereka diremehkan. Malah mereka menjawab:

“Muhammad, jangan kau tertipu karena kau sudah berhadapan dengan suatu golongan yang tidak punya pengetahuan berperang sehingga engkau mendapat kesempatan mengalahkan mereka. Tetapi kalau sudah kami yang memerangi kau, niscaya akan kau ketahui, bahwa kami inilah orangnya.”

Jika sudah begitu, maka tak ada jalan lain kecuali harus memerangi mereka juga. Kalau tidak, kaum Muslimin dan kedudukan mereka di Medinah akan runtuh, dan selanjutnya akan menjadi bahan cerita pihak Quraisy, sesudah pihak Quraisy sebelum itu menjadi bahan cerita orang-orang Arab.

Kaum Muslimin sekarang bertindak dan mengepung orang-orang Yahudi Banu Qainuqa’ berturut-turut selama limabelas hari di tempat mereka sendiri. Tak ada orang yang dapat keluar dari mereka itu, juga tak ada orang yang dapat masuk membawakan makanan. Tak ada jalan lain lagi mereka sekarang harus tunduk kepada undang-undang Muhammad, menyerah kepada ketentuannya. Lalu mereka menyerah. Sesudah bermusyawarah dengan pemuka-pemuka Muslimin, Muhammad menetapkan akan membunuh mereka itu semua.

Akan tetapi lalu datang Abdullah b. Ubayy b. Salul - orang yang bersekutu baik dengan Yahudi maupun dengan Muslimin.

“Muhammad,” katanya. “Hendaklah berlaku baik terhadap pengikut-pengikutku.”

Nabi tidak segera menjawab. Lalu diulangnya lagi permintaannya. Tetapi Nabi menolak. Orang itu memasukkan tangannya ke saku baju besi Muhammad. Muhammad berubah air mukanya. Lalu katanya:

“Lepaskan!” Ia marah. Kemarahannya itu tampak terbayang di wajahnya. Kemudian diulanginya lagi dengan nada suara yang masih membayangkan kemarahan. “Lepaskan! Celaka kau!”

“Tidak akan kulepaskan sebelum kau bersikap baik terhadap pengikut-pengikutku. Empat ratus orang tanpa baju besi dan tiga ratus orang dengan baju besi telah merintangi aku melakukan perang habis-habisan, dan kau babat mereka dalam satu hari! Sungguh aku kuatir akan timbul bencana.”

Sampai pada waktu itu Abdullah adalah orang yang masih mempunyai kekuasaan atas orang-orang musyrik dari kalangan Aus dan Khazraj, meskipun kekuasaan ini, dengan adanya kekuatan kaum Muslimin telah menjadi lemah.

Melihat desakan orang itu yang demikian rupa, Nabi kembali menjadi tenang. Apalagi setelah ‘Ubada bin’sh-Shamit datang kepadanya bicara seperti pembicaraan Ibn Ubayy. Ketika itu ia berpendapat akan memberikan belas kasihannya kepada Abdullah b. Ubayy, dan kepada orang-orang musyrik pengikut-pengikut Yahudi supaya dengan budi kebaikannya dan rasa kasihannya itu mereka akan merasa berhutang budi kepadanya. Akan tetapi, sebagai akibat perbuatan mereka sendiri Banu Qainuqa’ harus mengosongkan kota Medinah.

Ibn Ubayy ingin bicara sekali lagi dengan Muhammad mengenai keadaan mereka yang masih ingin menetap disana itu. Tetapi salah seorang dari kalangan Islam berhasil mencegah adanya pertemuan Ibn Ubayy dengan Muhammad. Mereka lalu bertengkar sehingga kepala Abdullah kena pukul. Ketika itu Banu Qainuqa’ berkata: “Kami bersumpah tidak lagi akan tinggal di kota ini sesudah kepala Ibn Ubayy dipukul sedang kami tidak dapat membelanya.”

Dengan demikian, setelah mereka tunduk dan menyerah hendak meninggalkan Medinah, ‘Ubada membawa mereka itu ke Wadi’l-Qura dengan meninggalkan perlengkapan senjata dan alat-alat tukang emas yang mereka pergunakan. Di tempat ini lama mereka tinggal, dan dari sini barang-barang mereka semua mereka bawa. Mereka menuju ke arah utara sampai di Adhri’at di perbatasan Syam. Di tempat inilah mereka menetap. Atau mungkin juga mereka tertarik ingin ke sebelah utara lagi ke Tanah yang Dijanjikan (Palestina) yang selalu menjadi idaman orang-orang Yahudi.

Kekuasaan orang-orang Yahudi di Medinah menjadi lemah sekali setelah Banu Qainuqa’ meninggalkan kota ini. Sebahagian besar orang-orang Yahudi yang disebut-sebut dari Medinah ini, mereka tinggal jauh di Khaibar dan Wadi’l-Qura. Hasil inilah yang menjadi tujuan Muhammad dengan mengosongkan mereka itu. Ini adalah suatu langkah politik yang sungguh cemerlang dalam memperlihatkan kebijaksanaan dan pandangan yang jauh itu. Ini juga merupakan suatu pendahuluan yang tidak bisa tidak akan mempunyai pengaruh politik yang kelak akan berjalan sesuai dengan garis yang telah ditentukan oleh Muhammad. Dalam mempersatukan sesuatu kota yang paling berbahaya adalah adanya pertentangan golongan. Apabila sengketa golongan-golongan ini harus terjadi juga, maka harus pula berakhir pada adanya kemenangan satu golongan atas golongan lainnya yang juga berarti akan berkesudahan dengan menguasainya.

Ada beberapa penulis sejarah yang telah mengecam tindakan kaum Muslimin terhadap orang-orang Yahudi itu, dengan anggapan bahwa kisah wanita Islam yang pergi kepada tukang emas itu akan mudah saja penyelesaiannya selama yang terbunuh itu seorang dari pihak Islam dan seorang pula dari pihak Yahudi. Sebenarnya dapat saja kita menolak pendapat ini dengan mengatakan, bahwa terbunuhnya seorang Yahudi dan seorang Muslim itu belum dapat menghapus coreng penghinaan terhadap kaum Muslimin yang disebabkan oleh pribadi wanita yang telah dipermainkan oleh orang Yahudi itu. Bagi orang Arab, melebihi bangsa manapun, masalah semacam ini dapat mengakibatkan timbulnya huru-hara, dapat menimbulkan peperangan antara dua kabilah atau dua golongan selama bertahun-tahun hanya karena soal semacam itu saja. Dalam sejarah Arab contoh-contoh serupa itu sudah cukup pula dikenal terutama oleh mereka yang pernah mempelajarinya

Tetapi, disamping pertimbangan ini masih ada pertimbangan lain yang lebih penting lagi. Peristiwa seorang wanita yang telah menyebabkan terkurungnya Banu Qainuqa, dan terusirnya mereka dari Medinah, adalah sama seperti terbunuhnya putera mahkota Austria di Sarayevo dalam tahun 1914 yang telah menyebabkan pecahnya Perang Dunia dan melibatkan seluruh benua Eropa. Soalnya hanyalah sepercik api yang menyala, yang kemudian membakar hati kaum Muslimin dan Yahudi bersama-sama demikian rupa, sehingga akhirmya dapat menimbulkan letusan serta segala akibat yang timbul karenanya.

Sebenarnya, adanya orang-orang Yahudi, adanya orang musyrik dan orang-orang munafik di Medinah, di samping orang-orang Islam, telah memperkuat timbulnya perpecahan itu. Dari segi politik, Medinah merupakan sebuah kawah yang tidak bisa tidak pasti akan meletus. Jadi, terkepungnya Banu Qainuqa, dan dikeluarkannya mereka dari Medinah adalah gejala pertama kearah timbulnya letusan itu.
 
Catatan kaki:
1 Perlu dijelaskan disini kalau dasar centa ini benar bahwa peristiwa itu bukanlah atas perintah Nabi, seperti ada orang mengira demikian. Tetapi mereka telah mengambil tindakan sendiri, seperti kata Haekal. Jiwa dan akhlak Nabi jauh lebih tinggi daripada akan melakukan kekerasan. Dalam peperanganpun melarang membunuh orang berusia lanjut, anak-anak, wanita, sekalipun yang ikut aktif. Peristiwa Hindun bt. ‘Utba dalam perang Uhud, wanita Yahudi yang meracun Nabi dan penyair Abu ‘Azza, adalah dari sekian banyak contoh. Malah kemudian mereka dimaafkan. Yang perlu kita ketahui juga, bahwa ‘Umaõr b. ‘Auf adalah satu kabilah dengan suami ‘Ashma,’ yakni dari Khatma, demikian juga Abu ‘Afak masih sekabilah dengan Salim, yakni dari Banu ‘Amr b. ‘Auf, dengan motif yang hampir sama (A).
Share this games :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar yang sopan